Selasa, 26 Februari 2013

Detik-detik Penyerangan Anggota TNI di Papua

Delapan anggota TNI dan empat warga sipil tewas dalam dua serangan.

Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono membeberkan kronologi penyerangan terhadap para tentara di Papua oleh kelompok bersenjata pada Kamis 21 Februari 2013. Dalam serangan ini, delapan anggota TNI dan empat warga sipil tewas.

Serangan pertama terjadi pada pukul 9.30 WIT di Pos TNI di Tingginambut. Tingginambut, berjarak 20 km dari Kota Mulia, Puncak Jaya, Papua. Daerah ini tergolong rawan. Di daerah itu terdapat markas kelompok bersenjata.

Pos itu didatangi seorang yang bernama Wendi Tabuni. Dia bermaksud mengunjungi komandan pos, Lettu Infantri Resakita. Wendi, kata Agus, dikenal dekat dengan TNI, tapi juga dekat dengan kelompok bersenjata di Papua.

Setelah berbincang-bincang sekitar 30 menit, Wendi Tabuni meninggalkan pos dan langsung menghilang. Tidak berapa lama terjadi penyerangan dan rentetan tembakan dari segala penjuru diperkirakan penyerangan dilakukan oleh kekuatan gerakan pengacau keamanan Papua bersenjata pimpinan Goliath Tabuni dengan kekuatan 50 orang dengan 18 pucuk senjata api.

Mendapat serangan, anggota penjaga pos memberikan perlawanan dibantu Pos Infantri 753 terdekat dan Pos Brimob. Mendapat bantuan tersebut kemudian para penyerang melarikan diri ke arah gunung.

Akibat serangan tersebut, satu prajurit gugur atas nama Bratu Wahyu Prabowo dengan luka tembak di bagan dada kiri. Sementara, Lettu Infantri Risakita Armena, Komandan Pos Tingginambut, mengalami luka tembak di bagian lengan kiri terkena serpihan peluru.

Serangan ke dua terjadi pukul 10.30 WIT di Kampung Gigobak, Distrik Sinak, Kabupaten Puncak. Saat itu, ada 11 anggota TNI dari Koramil Sinak dan Yonif 753 berangkat menuju Bandara Illaga yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dengan berjalan kaki. Para tentara itu berpakaian preman dan tanpa senjata. Mereka berniat mengambil alat komunikasi HT dan HP Satelit yang dikirim dari Kodim Nabire.

"Perlu diketahui bahwa 11 orang ini bukan anggota yang sedang jaga dan bukan yang sedang melakukan patroli, tapi mereka adalah anggota yang standby di situ," kata Agus ketika melakukan rapat dengar pendapat dengan Komisi I, Senin 25 Februari 2013.

Agus melanjutkan, saat melintas di Desa Gigobak, Distrik Sinak, Kabupaten Puncakitu, rombongan tersebut dihadang oleh kawanan bersenjata yang diperkirakan dari kelompok Yambe dipimpin oleh Murip dan Lekaka Telenggen. Kelompok ini punya kekuatan sekitar 20 orang dengan senjata 4 pucuk dan bermarkas di Kampung Yambe.

Akibat penyerangan tersebut, 7 anggota TNI dan 4 masyarakat sipil meninggal dunia dan 1 orang luka kritis. Nama yang gugur dari Koramil 1714, ada 3 orang: Sertu Frans Hera, Sertu M. Udin dan Sertu Epi Juliana. Sementara dari personel Yonif 753 terdapat 4 tentara yang gugur, atas nama Sertu Ramadhan Amang, Pratu Mustopa, Praka Jojo Miharja dan Praka Winfred.

Adapun 4 warga masyarakat sipil juga turut tertembak dan meninggal serta 1 orang kritis atas nama, Yohanes Palimbong, Markus Kafin, Uli dan Rudi. Sementara Yohanes Joni masih dalam keadaan kritis.

Atas kejadian tersebut, kata Agus, aparat TNI tim 17 14 memberangkatkan 21 anggota yang merupakan pasukan gabungan yang terdiri dari 9 orang anggota TNI 753 dipimpin oleh Lettu Infantri Didi Irawann, 7 orang anggota Yonif 751 dipimpin Lettu Infantri Hermianto, dan 5 anggota sargas pantauan 10 dipimpin oleh Lettu Infantri Rizal yang menuju ke Tingginambut. Mereka melaksanakan evakuasi korban yang tertembak pada saat kontak tembak dengan kelompok bersenjata.

Selain itu, Kodim 1714 juga memberangkatkan 14 orang anggota TNI gabungan terdiri dari 6 orang anggota Yonif 753 dan 5 orang anggota Kodim dari Mulia menuju Tingginambut untuk memperkuat bantuan evakuasi karena masih terjadi kontak tembak.Mereka juga berencana mengevakuasi korban.

Sementara, penyerangan ke tiga terjadi pada Jumat, 22 Februari 2013. Terjadi sekitar pukul 08.00 WIT. Serangan ini terjadi saat helikopter Super Puma TNI AU baru saja mendarat di Sinak untuk melakukan evakuasi para korban. Serangan dilancarkan dari jarak 300 meter oleh seorang anggota kelompok bersenjata.

 Aparat Gabungan Siaga di Puncak Papua 

Penembakan kelompok bersenjata 21 Februari lalu ekses dari pemilukada.

Pasca pleno penetapan Bupati dan Wakil Bupati Puncak, Papua, Sabtu 23 Febuari 2013, sekitar 250 aparat gabungan TNI dan Polri bersiaga menjaga keamanan di kabupaten itu. Penempatan personil dalam jumlah banyak itu guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

"Situasi sementara pasca pleno masih aman, tapi mengantisipasi ada pihak yang tidak puas  kami menempatkan pasukan gabungan yang jumlahnya mencapai 250 personil di seluruh kabupaten Puncak," ujar Kapolda Papua Irjen Pol Tito Karnavian.

Kondisi pasca pleno sangat rawan, kata Kapolda, karena selisih perolehan suara tiga kandidat  agak tipis. "Perbedaan suara kandidat nomor urut 1, 2, 5 dan 6 tipis. Jadi kami harus tetap antisipasi, sehingga kekuatan di Ilaga ibukota Kabupaten Puncak diperkuat," ucapnya. 

Pemungutan suara Pemilukada Puncak digelar 14 Febuari lalu, setelah sempat tertunda 2 tahun akibat bentrok antar pendukung yang menewaskan 50 orang dan melukai ratusan warga. Bentrok dipicu adanya dukungan  ganda partai politik pada dua kandidat.

Dua kandidat yakni Elvis Tabuni dan Simon Alom dianggap bertanggung jawab atas tewasnya puluhan warga. Mereka kemudian ditahan dan diproses hukum oleh Polda Papua. Namun sidang Pengadilan negeri Nabire hanya memvonis mereka beberapa bulan. Setelah bebas, kedua kubu sepakat berdamai.

Perdamaian kedua kubu pun sempat tertunda, dan penyelenggaraannya menghabiskan dana APBD sekitar Rp 50 milliar. Setelah perdamaian digelar, tahapan Pemilukada kemudian dilanjutkan.

Pemungutan suara 14 Febuari berlangsung aman, namun 2 hari menjelang pleno penetapan yakni 21 Febuari, sekelompok orang bersenjata menyerang rombongan TNI dan warga sipil di Distrik Sinak. Sebanyak 8 prajurit TNI dan 4 warga sipil tewas dan 3 lainnya luka.

Kapolda Papua Irjen Tito Karnavian menegaskan, peristiwa penyerangan itu terkait Pemilukada. "Analisis kami 70-80 persen itu terkait dengan hasil Pemilukada, dan berniat menggagalkan rapat pleno penetapan pemenang," jelasnya.

Kelompok yang bertanggung jawab adalah Goliat Tabuni, karena dia masih memiliki kekerabatan kepada salah satu kandidat yang kalah. "Dia sudah mengakui, alasannya kerabatnya kalah," kata Kapolda.(eh)

  ● Vivanews  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.