Selasa, 26 Februari 2013

Terjadi Kebohongan di Papua

 Gubernur Papua, Lukas Enembe - antarafoto
Gubernur Papua, Lukas Enembe
Otonomi khusus yang berlaku di Papua sejak 2001 tidak berjalan sesuai harapan masyarakat asli di sana. Masih banyak penyimpangan bahkan pelanggaran HAM. Akibatnya tidak ada perkembangan, masyarakat asli tak pernah menikmati hasil tanah kelahirannya.

Demikian disampaikan Gubernur Papua, Lukas Enembe dalam acara Diskusi Publik "Pemekaran Wilayah Papua" (Masalah dan solusinya) di Hotel Saripan Fasific, Jakarta Pusat, Selasa (26/2/2013).

Lukas menjelaskan, otonomi khusus saja di Papua tidaklah cukup, padahal Bumi Cenderawasih memberikan kontribusi besar kepada negara ini.


"Bukan hanya memberikan otonomi khusus, tapi juga penanganan khusus, pemerintah bisa bangun jembatan Suramadu triliunan, tapi kapan Papua?, kita minta proteksi," tegas Lukas.

Dikatakan, sejarah politik di Papua masih bermasalah. Bahkan disayangkan Papua masih menjadi daerah minoritas di negeri sendiri. "Kabupaten yang sudah dimekarkan tidak menjadi pertumbuhan ekonomi, ini tidak terjadi sama sekali, itu sama saja kebohongan," tambahnya.

Diskusi publik mengenai Papua ini disaat kondisi di daerah tersebut yang terus bergejolak. Rangkaian peristiwa terus terjadi. Bahkan, beberapa hari lalu, delapan anggota TNI meninggal karena ditembak kelompok separatis.


Penyelesaian Papua tak cukup dengan Otonomi Khusus  (Otsus)


Penyelesaian berbagai persoalan Papua tidak cukup hanya melalui kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) karena persoalannya sudah begitu kompleks, kata Gubenur Terpilih Papua Lukas Enembe.


"Penyelesaian masalah Papua harus diselesaikan lebih dari sebuah upaya penerapan kebijakan otonomi khusus. Selama Papua masih dijadikan lahan untuk mencari keuntungan, otomatis masalah yang muncul di tanah Papua tidak akan terselesaikan," kata Lukas dalam Diskusi Publik "Pemekaran Wilayah Papua (Masalah dan Solusi)" di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, hingga kini persoalan Papua masih belum terpecahkan karena pelaksanaan kebijakan di daerah tidak sejalan dengan kebijakan pusat dan cenderung keluar dari keinginan masyarakat Papua.

Oleh karena itu, pemerintah harus dapat mengawal kebijakan pembangunan hingga ke tingkat daerah agar pembangunan berkesinambungan dapat terus berjalan.

"Persoalan Papua sudah demikian kompleks dan banyak dibahas oleh penentu kebijakan. Namun, tetap jauh dari harapan dan keinginan rakyat Papua," tutur dia.

Ia menjelaskan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mengeluarkan kebijakan yang luar biasa dalam menyelesaikan persoalan Papua, dengan menggelontorkan sekitar Rp 20 triliun untuk otonomi.

"Ini anggaran yang cukup besar, namun anggaran tersebut justru kerap dijadikan lahan bagi pihak-pihak tertentu yang tidak membangun Papua dengan hati," kata Lukas.

Di tempat yang sama, Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai menuturkan, pemerintah sangat intens membangun komunikasi dengan tokoh-tokoh masyarakat Papua guna memberikan masukan pemecahan masalah Papua.

"Roh untuk menjalankan otonomi khusus dibutuhkan untuk menyeimbangkan perbaikan serta pembangunan sosial ekonomi di Papua. Pemerintah terus intensifkan komunikasi dengan masyarakat Papua untuk mencari solusi dari warisan masalah yang timbul," kata Velix.

Anggaran Otsus selalu ditingkatkan sesuai dengan instrumen perubahan kebijakan masyarakat Papua. Semua dilakukan demi percepatan pengembangan ekonomi ke arah yang lebih baik bagi masyarakat Papua.


Pemekaran wilayah akan rumitkan persoalan Papua


Gubernur Papua terpilih Lukas Enembe menilai pemekaran wilayah di Papua tidak membawa solusi dalam penyelesaian permasalahan Papua, bahkan akan menambah kerumitan persoalan di bumi cenderawasih tersebut.

"Ada beberapa kabupaten yang sudah dimekarkan sebelumnya, tetap tidak bisa melakukan pengembangan pembangunannya," kata Lukas dalam Diskusi Publik "Pemekaran Wilayah Papua (Masalah dan Solusinya)", di Jakarta, Selasa.

Hadir sebagai pemateri Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan dan Otonomi Daerah Velix Wanggai, pakar militer Universitas Pertahanan Salim Said, anggota DPR dari Papua Paskalis Kossay dan Direktur Padma Indonesia Gabriel G Sola, dengan moderator Pemred Perum LKBN ANTARA Akhmad Kusaeni.

Menurut dia, apabila Papua dipaksakan untuk dimekarkan maka akan terjadi persoalan lantaran sumber daya manusianya belum siap.

Ia mencontohkan, untuk memenuhi kebutuhan pemerintah kabupaten saja belum siap, apalagi jika sampai terbentuk provinsi baru. Sehingga, tidak sedikit pegawai negeri sipil (PNS) golongan II dipaksa menjadi kepala dinas.

"Akibatnya, tidak ada pertumbuhan ekonomi dan investasi, serta layanan publik tidak berjalan. Kalau datangkan orang luar Papua untuk mengisi pos jabatan di daerah pemekaran, nanti malah menimbulkan persoalan baru," paparnya.

Ia pun mendukung moratorium pemekaran provinsi maupun kabupaten/kota di Papua. Saat ini ada sebanyak 29 kabupaten/kota di Papua, dan di Papua Barat ada 13 kabupaten/kota.

Pemekaran wilayah di Papua, tambah dia, tidak membuat kondisi membaik. Oleh karena itu, dirinya mengusulkan agar pemerintah pusat memberinya kesempatan untuk menata kabupaten/kota lebih dulu, bukan dengan membuat provinsi baru.

Salah satu ancaman pemekaran, menurut Lukas, adalah terhapusnya beberapa suku pedalaman yang tercerai-berai karena berpisah tempat tinggal. Dari 250 suku di Papua, sedikitnya 10 suku terancam punah karena penduduknya tinggal 300 orang.

Di tempat yang sama, Staf Khusus Presiden Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah Velix Wanggai mengatakan pemerintah mengharapkan dengan adanya pemekaran wilayah di Papua dapat memudahkan masyarakat setempat untuk memperoleh pelayanan dari pemerintah daerah.

"Bagi Presiden SBY ada sisi positif dan negatif dari upaya pemekaran wilayah Papua. Apakah kabupaten yang sudah muncul (29 kabupaten) di Papua telah memberikan kontribusi bagi percepatan pertumbuhan ekonomi secara umum. Jika tidak, kebijakan pemekaran tentu akan dipertimbangkan," katanya.



  ● Inilah | Antara  

3 komentar:

  1. Gubernur Papua hrs bertanggung jawab thd keuangan rakyat adat papua, kalau kesehatan masyakat tdk baik, pendidikan, harmonisasi antar suka tdk baik, lapangan kerja tdk ada dan keamanan buruk. Gubernur perlu diturunkan, ganti gubernur yg pro thd rakyat adat papua dan mahasiswa hrs terdepan utk menurunkannya.

    BalasHapus
  2. prioritaskan pembangunan sarana pendidikan yg memadai...
    Kalo alasannya SDM yah ... Didik lah anak kita dgn baik di sana.
    Bangun sekolah yg bermutu, kirim tenaga pengajar prof...
    dan waktu akan menjawab...

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.