Jumat, 07 Juni 2013

Bom Bunuh Diri Mapolres Poso

 Terjadi dua kali ledakan di Mapolres Poso   

Terjadi dua kali ledakan di Mapolres PosoKasus bom bunuh diri terjadi di Mapolres Poso, Sulawesi Tengah. Terjadi dua kali ledakan, yang pertama ledakan kecil dan kedua ledakan besar yang menghancurkan tubuh korban dan sepeda motor yang digunakannya.

Polisi juga belum mengumpulkan potongan-potongan jenazah korban serta kepingan-kepingan kendaraan bermotor yang hancur dan menyebar di halaman Mapolres.

Menurut keterangan beberapa petugas di lokasi kejadian, lelaki pelaku bom bunuh diri itu masuk ke halaman Mapolres lewat pintu barat menggunakan sepeda motor menggunakan jaket rajutan dan helm warna hitam.

Petugas pos penjagaan sempat menghentikan pelaku, namun pelaku terus saja masuk. Hanya beberapa detik kemudian, terjadi ledakan kecil dan kemudian segera disusul ledakan besar yang menghancurkan tubuh korban dan sepeda motor yang digunakannya.

"Sampai sekarang, pelat nomor kendaraan itu belum diketahui karena hancur. Yang utuh tinggal bannya saja," ujar Sofyan, seorang saksi mata yang berada di lokasi kejadian, Senin (3/6).

Kapolda Sulteng Brigjen Pol Ari Dono Sukmanto yang berada di Poso sejak dua hari terakhir memimpin langsung kegiatan pengamanan TKP didampingi Kapolres Poso AKBP Susnadi.

Seperti diketahui, seorang pria tidak dikenal meledakkan diri di halaman Mapolres Poso, Sulawesi Tengah, sekitar pukul 08.25 WITA, Senin (3/6). Dia dilaporkan datang dengan menggunakan sepeda motor jenis Honda Supra ke markas polisi tersebut.

Informasi yang dihimpun merdeka.com, pelaku memberhentikan laju sepeda motornya di depan Masjid At-Taqwa, kompleks halaman Mapolres Poso.[did]

 Bom bunuh diri Mapolres Poso ditaruh di Tupperware dalam ransel 
 

Polisi menduga bom yang meledak di Mapolres Poso ditempatkan dalam Tupperware yang dibawa menggunakan ransel. Sebab petugas menemukan serpihan Tupperware di lokasi ledakan. Bukan dalam rompi seperti informasi yang beredar.

"Diduga bom itu ditaruh di dalam Tupperware yang ada di ransel pelaku. Petugas identifikasi menemukan serpihan itu di lokasi ledakan," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Suhardi Alius di Gedung Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (3/6).

Suhardi mengatakan diduga bom tersebut meledak menggunakan pemicu. Namun dia tidak menjelaskan detail pemicu untuk meledakkan bom tersebut.

"Ada ledakan kecil kemudian ledakan besar. Kemungkinan besar ada pemicunya," jelas Suhardi.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Sulawesi Tengah, AKBP Soemarno mengatakan pelaku menggunakan bom berdaya ledak besar. Hal itu dibuktikan dari efek ledakan tersebut.

"Ini kemungkinan daya ledaknya besar karena menyebabkan korban dan motor hancur berkeping-keping. Untung masyarakat yang agak jauh," ujar Soemarno saat dihubungi merdeka.com, Senin (3/6).

Pasca peledakan tersebut, Polda Sulteng langsung menerjunkan aparatnya untuk menghimpun data sekaligus melakukan pengidentifikasian.

"Kita sedang melakukan olah TKP," kata dia.

Sampai saat ini, pelaku yang melakukan aksi bom bunuh diri masih buram. Namun diduga yang bersangkutan adalah DPO dari kelompok teroris pimpinan Santoso.

"Pelaku masih belum diketahui karena tubuh pelaku tercerai berai. Kita sedang mencari identitas serta nomor plat motor yang digunakan." tutup Soemarno.[ian]

 Bom bunuh diri Poso, bukti program deradikalisasi teroris gagal 

Bom bunuh diri Poso, bukti program deradikalisasi teroris gagalBom bunuh diri kembali mengguncang tanah Poso, Sulawesi Tengah. Kali ini, bom meledak di halaman Mapolres Poso, Senin (3/6). Satu orang tewas dalam peristiwa ini.

Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika mengatakan, banyaknya peristiwa bom yang terjadi di sejumlah Tanah Air bukti dari gagalnya program deradikalisasi yang dicanangkan kepolisian.

"Berarti ada ketidakefektifan kepada program deradikalisasi sudah kita anggarkan, mungkin itu perlu diantisipasi lebih jauh," jelas Pasek di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/6).

Dia menilai, tindakan kepolisian yang selama ini menyelesaikan masalah teroris dengan kekerasan tidak membuahkan hasil. Akibatnya, lanjut, teroris justru menaruh dendam dengan anggota Polisi.

"Jadi haus dicari sumber baranya, kalau selalu dengan sistem kekerasan secara agresif apakah itu terselesaikan apa tidak, faktanya tidak. Malah sekarang polisi yang menjadi sasaran ya kan," imbuhnya.

Politikus Partai Demokrat ini menambahkan, dalam menangani masalah teroris, dibutuhkan tindakan orientasi secara komprehensif.

"Ini artinya perlu ada orientasi ulang secara komprehensif, dan ini membuktikan bahwa polisi pun menjadi ancaman juga dan publik harus memahami, kalau kadang-kadang dengan melakukan tindakan yang lebih tegas itu," tutur dia.

Pasek menuturkan, program deradikalisasi perlu dilakukan secara serius. Dia pun menolak jika karena peristiwa ini, aparat kepolisian dan TNI perlu ditambah di Posisi.

"Kuncinya bukan menambah aparat TNI, ataupun menambah aparat polisi, kan dulu pernah dilakukan itu kan, akhirnya begitu berkurang kejadian lagi, jadi kuncinya bukan di sana, bahwa program deradikalisasi total itu harus dilakukan, secara khusus kenapa karena ini harus diatasi lebih baik, polanya yakni radikalisasi, dari ideologi, sosial," tandasnya.[bal]

 Pangdam Wirabuana: Bomber Mapolres orang luar Poso 

Panglima Kodam Wirabuana Mayjen M Nizam mengatakan aparat masih kesulitan untuk mengidentifikasi pelaku bom bunuh diri di Mapolres Poso, Sulawesi Tengah. Namun, pihaknya menduga pelaku merupakan orang luar kota Poso.

"Kemungkinan dari luar karena pelaku memang belum dikenali," ujar Nizam di Markas Besar TNI AD, Jakarta Pusat, Selasa (4/6).

Nizam menambahkan pihaknya juga sudah berkerja sama dengan Polri dan meningkatkan kegiatan patroli. Untuk di wilayah perbatasan juga dilakukan sweeping pada siang atau malam.

"Namun kita minta masyarakat tetap tenang," katanya.

Selain itu, Nizam mengingatkan kepada anggotanya agar selalu waspada terhadap orang yang tidak dikenal apabila ingin masuk ke markas komando.

"Kita sudah punya protap keamanan prosedur menghadapi orang tidak dikenal," tuturnya.

Seperti diketahui, seorang pria tidak dikenal meledakan diri di halaman Mapolres Poso, Sulawesi Tengah, sekitar pukul 08.25 WITA, Senin (3/6). Pelaku datang dengan menggunakan motor ke markas polisi tersebut dan meledakan diri di depan Masjid At-Taqwa.[did]

 Mengapa teroris serang Mapolres Poso? 

Mengapa teroris serang Mapolres Poso?Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengakui Poso saat ini sebagai basis baru bagi jaringan terorisme. Lantas apa yang melatarbelakangi penyerangan mereka ke Mapolrestabes Poso, kemarin dengan aksi bom bunuh diri.

"Sasaran mereka polisi. Mengapa? Karena polisi simbol negara, sasaran mereka kan negara melalui simbol yang terdekat," kata Kepala BNPT Ansyaad Mbai, di Bandung, Selasa (4/6).

Menurutnya teroris menyadari bahwa aksi terorisme selalu digagalkan oleh polisi. Itu terbukti dengan penangkapan dan penggerebekan secara serentak oleh Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Mabes Polri pada Mei lalu dibeberapa wilayah di Indonesia.

Densus 88 melakukan penangkapan terhadap kelompok Abu Omar mulai dari Jakarta, Kendal, Kebumen, dan beberapa titik di Bandung, Jawa Barat.

"Jadi yang mereka rasakan jadi menghambat, lagi enak-enak bikin rangkaian bom datang polisi," jelasnya. Namun bentuk dendam kepada kepolisian bukan saja terjadi di Indonesia.

Di berbagai belahan dunia manapun, kata dia, teroris selalu tidak senang dengan keberadaan polisi lantaran selalu menggagalkan. "Jadi memang dibenci. Biasa di seluruh dunia. Bukan di Indonesia saja," ujarnya.

Bom bunuh diri di lingkungan markas kepolisian bukan kali ini saja terjadi. Pada 2011, bom bunuh diri terjadi di Mapolresta Cirebon. Beruntung, ledakan di dua lokasi tersebut tidak memakan korban jiwa dari polisi, selain pelaku.[hhw]

 Dianggap musuh, polisi jadi target teroris 

Pengamat teroris Nur Huda Ismail menduga pelaku bom bunuh diri di Mapolres Poso, Senin (3/6) lalu masih memiliki kaitan dengan kelompok teroris pimpinan Abu Roban. Dia meminta polisi waspada, karena bukan tidak mungkin ada pelaku lain yang akan beraksi.

"Saya menduga jika pelaku masih ada kaitanya dengan Abu Roban. Tapi yang paling penting dan harus diwaspadai pihak kepolisian adalah latar belakang pelaku, karena jika ada satu orang pelaku biasanya ada potensi pelaku-pelaku lain yang siap untuk menggantikannya," katanya kepada wartawan di sebuah rumah makan di Jl Wijaya Kusuma No 5 Semarang, Jawa Tengah, Rabu (5/6).

Menurutnya, target para teroris saat ini telah berubah, yakni dari tempat yang berbau kepentingan barat kepada polisi. Dia menilai, pergeseran target itu dikarenakan polisi dianggap para teroris menjadi penghalang utama mereka.

"Dulu sekitar tahun 2002-2009 semua sasaran untuk tindakan kekerasan terorisme mengarah kepada semua kepentingan negara barat, seperti bom Bali, Hotel Marriot, Kedutaan Australia dan masih banyak aksi teror yang lainnya," jelasnya.

"Sejak tahun 2009 ke atas mereka sudah tidak lagi menyikat kepentingan barat, tetapi menyikat kepolisian yang dianggap menghalangi kepentingan kelompok teror," ucapnya.

Dia mengatakan, kebencian para teroris kepada polisi semakin memuncak setelah beredar kabar tiga teroris yang digerebek tim Densus 88 di Kebumen bukan meninggal karena ditembak, melainkan karena disiksa.

"Hal ini tentunya membuat lingkaran baru kebencian terhadap kepolisian. Bisa jadi kejadian ini adalah bentuk bukti bahwa kelompok mereka mampu membalas dendam, dan yang menarik lagi adalah kejadian bom bunuh diri ini merupakan yang pertama terjadi di luar Jawa Tengah," tambahnya.[dan]

 Polisi Poso temukan pemilik motor pelaku bom bunuh diri poso 

Polisi Poso temukan pemilik motor pelaku bom bunuh diri posoTim penyidik kepolisian masih terus melakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) kasus bom bunuh diri di Mapolres Poso. Hasil terbaru, penyidik telah menemukan nomor mesin motor yang digunakan oleh pelaku.

"Olah TKP telah selesai dilakukan, sedang dilakukan identifikasi labfor olah barang bukti. Baru bisa mengetahui nomor mesin," kata Kapolres Poso, AKBP Susnadi saat dihubungi wartawan, Rabu (5/6).

Menurut Susnadi, motor yang digunakan oleh pelaku bom bunuh diri sudah diketahui siapa identitas pemiliknya. Namun polisi belum bisa menyebarkan siapa nama identitas orang tersebut.

"Sudah ketahuan siapa pemiliknya, dan bisa sampai jatuh ke tangan pelaku," ujar Susnadi.

Dia melanjutkan, rekonstruksi aksi bom bunuh diri juga telah selesai dilakukan. Namun demikian, dia menegaskan, penyelidikan lanjutan tetap dilakukan.

"Ada dua buah tupperware, bagaimana bom diletakkan dan digendong pakai sarung," imbuh Susnadi.[mtf]

 NU: Bom bunuh diri tidak dibenarkan dalam Islam   

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj mengecam keras aksi bom bunuh diri di Mapolres Poso, Senin (3/6). Said Aqil tidak setuju jika tindakan bom bunuh diri dengan mengatasnamakan jihad, sebab itu bukan cara orang Islam.

"Karena apapun tindakan pengeboman tidak bisa dibenarkan. Sebagai orang Indonesia, saya nyatakan bahwa cara-cara seperti itu bukan Islam ala Indonesia," ujar Said Aqil di Jakarta, Rabu (5/6).

Said Aqil mengatakan masyarakat, baik muslim maupun non-muslim harus bersatu melawan terorisme dan radikalisme. Menurut dia, aksi bom bunuh diri di Mapolres Poso itu dendam terhadap aparat dan Said Aqil mengharapkan polisi lebih persuasif dan profesional dalam menangani terorisme.

"Aparat yang berwenang juga harus bisa lebih luwes, bukan dengan cara kekerasan yang membabi buta. Jangan lagi terulang kejadian-kejadian seperti salah tangkap dan tindakan lain yang tidak perlu," katanya.

Said Aqil menilai penanganan terorisme yang dilakukan polisi selama ini cenderung reaksioner. Seharusnya dalam persoalan ini lebih mengedepankan pendekatan dengan memberikan pemahaman yang benar.

"Jika masih terjadi serangkaian kasus seperti ini akan menimbulkan kesan pembiaran. Membiarkan radikalisme agama berkembang sama artinya sengaja membiarkan pelanggaran demi pelanggaran kemanusiaan terjadi di waktu-waktu mendatang," katanya.

Menurut dia, pemahaman yang kurang memadai cenderung membuat pemeluk agama menjadi fanatik sempit. Seperti memahami jihad semata sebagai tindakan kekerasan yang dibenarkan agama, sama dengan kesalahan memahami Indonesia hanya sebatas Pulau Jawa.

"Kata jihad kini terkesan angker, sarat dengan pemahaman yang serba fisik. Tetapi, istilah jihad ini pula yang akhir-akhir ini membuat nama Islam di kancah internasional lebih mendapat sisi negatifnya dibanding positifnya. Tak lain, hal ini muncul karena penyempitan makna jihad," katanya.[ded]


  ● Merdeka  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.