Kamis, 12 September 2013

Minimum Essential Force TNI Tahap 2 (2015-2019)

S-60 57mm,  Meriam Perisai Angkasa 'Sepuh' Arhanud TNI AD (photo:Arhanud)
S-60 57mm, Meriam Perisai Angkasa ‘Sepuh’ Arhanud TNI AD (Foto Arhanud)

Jika Australia hendak menyerang Indonesia, mungkin RAAF bisa menembus wilayah udara Indonesia untuk membom Jakarta. Namun bombardir itu tidak banyak mempengaruhi kekuatan militer Indonesia. Begitu pula dengan Angkatan Laut Australia dapat menembus perairan Indonesia dan mendarat di garis pantai. Namun setelah tiba di garis pantai, apa yang bisa mereka lakukan ?. Tidak banyak, karena jumlah pasukan Indonesia yang besar menjadi keunggulan Indonesia. Jika skenarionya dibalik Indonesia yang menyerang ke Australia, maka Indonesia belum memiliki kekuatan untuk itu. Konsep realistis Indonesia di renstra 1 dengan keterbatasan ini adalah, membentuk militer yang bersifat self defence. Berperang di wilayah sendiri, untuk mengusir agresor atau mengawasi flash point.

Saat ini belum semua alutsista TNI AD mengalami modernisasi. Dengan kondisi tersebut, dapat kita lihat Angkatan Darat memperkuat pasukan yang bersifat mobile, yang bisa digerakkan ke wilayah manapun dalam waktu cepat. Target ini dimasukkan dalam Rencana Strategis 1 (Renstra 1 :2010-2014) dengan munculnya pembelian MBT Leopard 2, IFV Marder, MLRS Astros II, Meriam Caesar 155 mm, ATGM NLAW, kendaraan taktis, hingga helikopter serang Apache AH-64 E. Semua yang dibeli bersifat mobile, dalam artian dapat digerakkan dengan cepat diangkut melalui kapal permukaan maupun pesawat angkut Hercules.

Untuk meningkatkan mobilitas pasukan mobile, Indonesia menambah pesawat angkut dengan membeli Hercules eks RAAF Australia. Begitu pula dengan persenjataan dan kemampuan prajurit Kostrad, terus ditingkatkan. Jangan heran, alutsista baru TNI AD, biasanya diserahkan kepada Kostrad. Hal ini karena pasukan Kostrad yang bisa digerakkan kemanapun di wilayah tanah air. Mereka tidak punya wilayah. Wilayah yang mereka tempati berada di bawah kendali Panglima Kodam.

Konsep renstra 1 Angkatan Darat, menyerupai target yang dikejar oleh TNI AU. Mereka menyiapkan fighter dan pesawat tempur yang bisa bergerak cepat, bertarung secara sengit di wilayah manapun di Indonesia. Angkatan Udara harus tampil prima, di tengah minimnya kemampuan arhanud dan pertahanan wilayah Indonesia. Untuk itu, Skuadron Sukhoi telah dilengkapi rudal berbagai jenis, dari air-to-air, air-to-ground, hingga rudal penghancur radar.

Pada renstra 1, pesawat tempur sukhoi TNI AU telah genap satu skuadron (16 pesawat). Mereka juga mendapatkan tambahan satu skuadron (16 pesawat) pesawat super tucano untuk tempur taktis “close air support”, intai serta serangan anti-gerilya. Ada lagi 30 pesawat F-16 block 25/32 retrofit eks AS, serta pesawat latih T-50 i dari Korea Selatan yang bisa digungsikan sebagai air support, serta UAV Heron komposit untuk pengawasan.

Di renstra 1, kekuatan Angkatan Laut ditujukan untuk bisa menghadapi ancaman aktual di beberapa flash point. Fokus utama untuk renstra 1 adalah ancaman di wilayah Ambalat.

TNI AL telah memperkuat armada kapal selam mereka. Angkatan Laut juga membangun kekuatan strategis untuk kapal permukaan dengan memasang rudal yakhont 300 km di kapal Van Speijk Class. Menggabungkan sistem rudal Rusia dengan Kapal Nato patut dibanggakan. Jika pada uji pertama rudal yakhont overshoot terhadap sasaran, maka pada uji kedua telah mengenai sasaran. Betapa kuatnya daya hancur rudal yakhont, dalam hitungan detik kapal sasaran tembak langsung tenggelam. Ujicoba ketiga nanti seharusnya ditujukan terhadap sasaran bergerak dengan jangkauan 250-300km, untuk mengetahui apakah rudal yakhot frigate van speijk mampu men-tracking terus menerus sasaran yang bergerak. Ujicoba penembakan jarak jauh ini memerlukan helikopter OTHT yang sedang disipakan TNI AL.

Kemampuan TNI AL memasang rudal yakhont di kapal sistem Nato, merupakan modal besar bagi TNI AL dan harus terus mengembangkannya secara maksimal. Bayangkan saja, kapal-kapal tua Indonesia menjadi disegani jika proyek rudal yakhont bisa sukses menghantam sasaran yang bergerak.

Marinir mendapatkan tambahan 17 Tank BMP-3F. Marinir masih membutuhkan 95 tank sejenis BMP, yakni 81 unit tipe BMP-3F, 10 unit tipe BMP-3FK, dan 4 unit tipe BREM-L (Foto Dispenal)

Untuk modernisasi, TNI AL juga memesan 2 PKR Sigma ke Belanda serta membeli 3 light frigate Nakhoda Ragam Class dari Inggris. Sementara untuk urusan kuantitas, TNI AL membangun kapal-kapal kecil dengan kemampuan serang rudal. Diharapkan pada tahun 2013 ini KCR-60 pertama pesanan TNI AL sudah bisa diluncurkan plus dengan kemampuan serang rudal. Adapun untuk Marinir, pasukan ini mendapatkan tambahan 17 Tank BMP-3F. Marinir membutuhkan 95 tank sejenis BMP, yakni 81 unit tipe BMP-3F, 10 unit tipe BMP-3FK, dan 4 unit tipe BREM-L dan akan terpenuhi secara bertahap.

Budget Renstra 2010-2014 untuk modernisasi Alutsista TNI, dianggarkan Rp 156 triliun, dengan Base Line Rp 99 triliun dan On–Top Rp 57 triliun. Alhasil alutsista yang datang pada renstra 1 cukup membanggakan. 50 % dari budget tersebut, untuk pengembanagn dan modernisasi alutsista Angkatan Darat.

Bagaimana dengan Renstra II tahun 2015-2019 ?.

Pemerintah Indonesia membagi tiga tahapan Rencana Strategis (Renstra) dalam pembangunan Minimum Essential Force (MEF) untuk membentuk kekuatan pertahanan yang memadai. Fokus dari MEF ini adalah menitikberatkan pembangunan dan modernisasi alutsista beserta teknologinya, untuk menghadapi ancaman aktual di beberapa flash point. Diantaranya, permasalahan perbatasan wilayah negara, terorisme, separatisme, konflik horisontal/komunal, pengelolaan pulau kecil terluar, serta turut serta dalam bantuan bencana.

Renstra II merupakan titik krusial yang bila dilalui dengan benar, akan membuat postur pertahanan Indonesia mandiri dan semakin berwibawa. Namun tantangan di renstra II ini sangat berat.

Untuk urusan Angkatan laut, saat ini Kementerian Pertahanan sedang menggarap proyek kapal selam Changbogo dengan Korea Selatan. Ditargetkan pada tahun 2015, kapal selam ketiga akan dibangun di PT PAL Surabaya, Jawa Timur. Begitu pula dengan kapal perang Perusak Kawal Rudal Sigma Belanda yang diharapkan bisa dibangun di Indonesia, menjadi program Korvet nasional atau Frigate Nasional.

Untuk Angkatan Udara, Kemenhan juga mempunyai proyek pembuatan fighter IFX/KFX dengan Korea Selatan, yang diharapkan prototype-nya selesai tahun 2015. Sementara Angkatan Darat sedang mengembangkan Tank Medium Pindad bekerjasama dengan Turki. Sementara di bidang peroketan, Indonesia sedang mengembangkan Roket Lapan, Rhan serta C-705.

Kalau proyek itu terealisasi, maka Indonesia bolehlah berbangga hati karena telah move-on. Tapi jika tidak berhasil, berarti kemampuan negeri ini baru sebatas membeli alutsista, dan akan semakin tertinggal dari negara-negara “satu lechting”, seperti; India, Pakistan, Iran, Turki, China, Korea Selatan, bahkan Korea Utara.

Pekerjaan rumah lainnya bagi pertahanan Indonesia adalah mengintegrasikan berbagai alutsista, di tengah kebijakan pengadaan alutsista yang menganut azas, perimbangan sumber dari negara barat dan Rusia. Perimbangan pengadaan alutssita dari dari negara barat dan Rusia ini, sebenarnya bisa dikatakan membuat pusing kepala. Bayangkan saja, anda membeli dua alat berteknologi canggih dari luar negeri yang mana anda tidak bisa membuatnya. Setelah anda beli, kedua alat itu harus anda integrasikan. Tentu ini tantangan yang berat dan perlu dikaji kembali. TNI harus memiliki platform yang jelas bagi sistem pertahanan laut, darat dan udara, untuk bisa diintegrasikan.

Pada renstra 2 akan ada pembentukan dan penempatan pasukan di beberapa wilayah strategis, seperti Divisi III Marinir di Sorong Papua. Sebanyak 15.000 pasukan marinir akan ditempatkan secara bertahap, untuk mendukung keamanan dan pertahanan di komando wilayah laut timur. Angkatan Laut juga membangun Pangkalan Kapal Selam baru di Palu, Sulawesi Tengah.

Sementara Angkatan Darat terus mengembangkan pasukan di bawah Kodam XII Tanjungpura yang berbatasan dengan Malaysia. Antara lain, Denzipur-6/SD di Anjungan menjadi Yonzipur di Mempawah, kemudian validasi Yonarmed 16/105 menjadi Yonarmed 16/Komposit di Ngabang, Kabupaten Landak serta pengembangan Denkav-2 Pontianak menjadi Yonkav. Kodam XII TPR bermarkas di Kabupaten Kubu Raya membawahi provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.

Latihan gabungan TNI 2013

Pertahanan Udara jarak Menengah

Tensi konflik di Laut China Selatan terus meningkat. Kabar terakhir, Pemerintah Filipina melaporkan China telah menyimpan balok-balok beton di Karang Scarborough. Filipina tidak bisa berbuat banyak. Konflik antara China dengan Filipina di Scarborough serta China dengan Jepang di Pulau Senkaku, diperkirakan akan terus meningkat.

Jika India dan China telah membangun kapal induk, tentu sangat wajar jika Indonesia memiliki destroyer atau the real frigate yang memiliki kemampuan pertahanan dan persenjataan yang baik. Indonesia harus berpikir out of the box dan jangan menyamakan alutsistanya dengan negara-negara kecil. Negara besar harus memiliki pertahanan yang kuat tapi teduh. Sekali-kali Indonesia-lah yang mengambil inisiatif dan angkatan bersenjata lain yang mengikuti. Keberadaan Destroyer akan menjadi lompatan bagi TNI AL sekaligus pelindung bagi armada laut Indonesia. Moto “di Laut Kita Jaya”, akan kembali dengan keberadaan destroyer ini. Operasi destroyer ini akan dijaga oleh kapal selam kilo class/ amur class yang sudah ditawarkan oleh Rusia untuk Indonesia.

Malaysia berencana membeli rudal anti kapal permukaan Brahmos, untuk melengkapi arsenal fighter Sukhoi mereka. Katakanlah jika pecah konflik di Ambalat, elemen mana yang akan melindungi armada laut Indonesia ?. Rudal itu bisa ditembakkan dari jarak jauh dan pesawat penyerang pun langsung menghilang. Serangan ini sulit diantisipasi oleh Fighter Indonesia, karena akan terlambat untuk mengantisipasinya.

Kehadiran distroyer di Angkatan Laut sekaligus penggentar bagi pihak asing yang mencoba-coba merebut wilayah Indonesia. Sudah waktunya pula bagi Australia untuk mengubah cara pikir mereka, bahwa Indonesia adalah negara lemah yang kekuatan militernya di bawah mereka. Dari proyeksi pertahanan Amerika Serikat atas kekuatan China, maka Indonesia yang lebih membutuhkan destroyer dibanding Australia, untuk menstabilkan Laut China Selatan.

Pengadaan destroyer ini dapat disertakan dengan pembelian Helikopter Serang Apache AH-64E. Kalau AS mengijinkan Indonesia menggunakan Apache AH-64E, maka sangat wajar jika Indonesia meminta pembelian Destroyer. Indonesia harus ikut berperan aktif dalam pengamanan Laut China Selatan. Keberadaan Destroyer harus dikaitkan dengan pengamanan Laut China Selatan.

Diagram first and second island chains of China tembus hingga ke Indonesia

Pihak TNI pernah meninjau destroyer milik AS. Chuck hagel juga kabarnya sempat menawarkan kapal perang kepada Indonesia, saat kontrak pengadaan Helikopter Serang Apache AH-64E.

Hal lain yang menjadi sorotan dari pertahanan Indonesia adalah tidak adanya pertahanan anti-udara jarak menengah. Kasus rencana serangan AS ke Suriah, menunjukkan betapa pentingnya sistem pertahanan jarak menengah sepeti S-300. Vladimir Putin saja mengakui sistem pertahanan S-300 menjadi faktor yang strategis bagi posisi pertahanan Suriah. Tidak heran, Iran pun mati-matian ingin mendapatkan sistem pertahanan anti-udara S-300 family.

Di jaman modern sekarang ini, peperangan dilakukan dari jarak jauh. Jika sebuah negara tidak memiliki pertahahan udara yang memadai, maka harus bersiap-siap untuk di-bully oleh lawan.

Kondisi SAM Indonesia saat ini memang memprihatinkan, karena mengandalkan S-60 retrofit, Bofors, Grom dan RBS-70 yang sudah tua. Ada pembelian startreak serta oerlikon skyshield, namun itu pun untuk pertahanan jarak pendek.

Usulan pengadaan pertahanan udara jarak menegah, sebenarnya sempat dilontarkan oleh Arhanud, karena situasi modern, sangat membutuhkan pertahanan menengah. Namun siapakah nantinya memegang sistem pertahanan udara jarak menengah-jauh ini masih dilematis. Apakah di tangan Arhanud TNI AD atau di tangan TNI AU yang memang memiliki tugas pertahaan wilayah.

Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin sempat menyinggung tentang perlunya rudal jarak menengah. Semoga yang dimaksud Wamenhan bukan Astros II yang dipasang amunisi peluru kendali. Sistem anti-udara S-300 family buatan Rusia patut dijadikan kandidat. Konflik di Suriah menunjukkan S-300 merupakan senjata deteren bagi pihak lawan.

Untuk sistem rudal sejak dulu Indonesia telah dekat dengan Uni-Soviet/Rusia. Jika pada tahun 1960-an TNI memiliki rudal antikapal permukaan KS-1 Komet dan rudal anti-udara jarak pendek, kini TNI memiliki Yakhont dan seharusnya rudal anti-udara jarak menengah. Tujuan dari sistem senjata anti-udara jarak menengah-jauh ini, tidak lain untuk objek vital nasional yang bersifat strategis.

Untuk unsur pasukan, Kualitas dan jumlah personel pertahanan: Kostrad, Marinir, Paskhas terus ditingkatkan diselaraskan dengan keberadaan komponen Cadangan Pertahanan. Tidak kalah penting adalah meningkatan kemampuan industri militer dalam negeri seperti: LAPAN, Pindad, PT PAL, PT DI, BPPT, PT Dahana dan sebagainya. Diharapkan pada renstra 2, tank medium Pindad telah menemukan bentuknya. Begitu pula dengan kapal selam Changbogo yang sudah diproduksi di dalam negeri, Roket Rhan, C-705 anti-kapal serta prototype IFX.

  ● JKGR  

5 komentar:

  1. Ulasan yg cukup menarik dan penting bg kita khususnya TNI. Tantangan yg plg besar adlh di renstra II dimana kita mempunyai byk project menuju kemandirian kita atas alusista modern. Sbg negara kepulauan dimana lebih besar lautnya dibandingkan daratnya dan berada ditmp yg strategis pertemuan antara 3 laut yg besar yaitu di timur ada laut pasifik, di utara ada laut cina selatan dan di barat ada laut hindia sdh sgt mendesak utk mempunyai kapal laut kelas destroyer yg sgt garang. Apalg skg ini kebanyakan perselisiha terjadi di atas laut spt ambalat dan laut cina selatan. Point penting lainnya adlh sgt riskan sekali kalo ada negara yg bisa masuk ke garis pantai kita misalnya australia di pesisir jawa barat apalagi marinir AS akan dekat sekali pangkalan dgn jawa barat. Mereka bisa cpt masuk cpt ke jawa.

    BalasHapus
  2. Ya Alloh...beri kemakmuran bangsaku ini, dengan kekuatan disegala bidang, paling tidak bisa sedikkit mengembalikan kejayaan yang dulu pernah dicapai oleh leluhur kami pada masanya dulu.....

    semoga lebih kokoh persatuan dan kesatuan, dan program pengadaan alutsista yang standard bisa segera dipenuhi...

    BalasHapus
  3. Menurut saya MEF tahap I sudah melenceng dari konsep Sistem pertahanan nasional Indonesia yang adalah Sistem Pertahanan Rakyat Semesta (Total Defense), dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki Alur Laut Kepulauan Indonesia (Andi Widjajanto, GELAR PERTAHANAN INDONESIA). Strategi pertahanan Indonesia adalah Strategi Pertahanan Berlapis (Layered Defense) :
    1. Zona Pertahanan I : zona Penyangga. Berada di luar batas Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia hingga wilayah musuh.
    2. Zona Pertahanan II: zona Pertahanan Utama. Zona ini meliputi wilayah antara garis pantai kepulauan Indonesia dan batas ZEE, termasuk ALKI.
    3. Zona Pertahanan III: zona Perlawanan mencakup seluruh wilayah darat Indonesia namun diprioritaskan kepada pulau-pulau besar di Indonesia.

    Zona Pertahanan I meliputi operasi militer bersifat seluruhnya ofensif preventive dan preemptive. Zona Pertahanan II meliputi operasi militer ofensif defensif, sedangkan Zona Pertahanan III adalah langkah terakhir pertahanan daratan.
    Seharusnya prioritas ada di TNI AU dan TNI AL, baru TNI AD kalau mengacu kepada konsep pertahanan di atas. Peperangan zaman modern ini membutuhkan persyaratan mutlak penguasaan UDARA dan LAUT untuk bisa menang.
    Pembelian tank Leopard dan heli tempur Apache pada MEF I mestinya belum perlu. Pada tahap MEF II ini prioritas harus ada di TNI AU dan TNI AL.
    TNI AU memerlukan tambahan paling tidak satu skuadron heavy fighter Sukhoi, kalau bisa SU-35BM, dan integrated air defence system SAM S-400 atau Vityaz (pengganti S-300 yg tidak diproduksi lagi), serta pesawat terbang AWACS.
    TNI AL memerlukan rudal Yakhont versi darat untuk pertahanan ALKI, dan tambahan kapal selam yg lebih besar dari yg sudah dipunyai.
    Kalau Indonesia diserang, perang akan berlangsung cepat dan dahsyat di UDARA dan LAUT. Sementara TNI AD akan menjadi penonton saja. Kalau kita menang, selesai. Kalau kita kalah, musuh tidak akan mendarat, dia blokade udara dan laut kita sampai kita tidak tahan dan menyerah atau gencatan senjata. Lantas apa gunanya tank Leopard?

    BalasHapus
  4. betul juga...garda terdepan memang AU dan AL, duet ini akan cukup menggentarkan lawan kalo didukung alutsista yang mumpuni, jadi mereka akan mikir beribu ribu kali untuk melecehkan apalagi nyerang bangsa ini..tapi sebagai garda terakhir AD kita juga harus diperkuat arhanud nya dan kemampuan personilnya dalam perang jarak dekat, perang kota dan gerilya harus ditingkatkan lagi, memang sih kemampuan perang gerilya kita cukup ditakuti lawan maupun lawan, tapi hendaknya harus terus diciptakan strategi2 baru (AD, AL dan AU) seiring seringnya latihan bersama dengan militer negara lain, karena dikhawatirkan mereka membaca peta kekuatan militer dan geografis kita dengan berkedok latihan bersama.

    BalasHapus
  5. benar juga analisa dari Antonov12 September 2013 22.02, mohon masukan dari teman-teman jika saran saya salah, kalau bisa jangan 1 skuadron heavy skuadron, krn kita akan kewalahan jika menghadapi malaysia dengan negara2 persemakmuran inggris, belum lagi jika singapura, australia, timor leste, papua nugini dan filipina serta india dan amerika yg pernah nerobos masuk ke wilayah udara kita tanpa ada izin bermain di air keruh (jika indonesia diserang), dan mengingat banyaknya jumlah pulau yang harus diawasi dan banyaknya kapal perang serta alutsista di darat yang harus diback up oleh pesawat tempur kita sehingga kalau bisa diupayakan indonesia minimal memiliki 15-16 skuadron pesawat tempur kelas berat, 14 skuadron pesawat tempur kelas menengah, dan 13 skuadron pesawat tempur kelas ringan, serta 7 skuadron pesawat tempur anti serangan gerilya, indonesia juga harus memiliki rudal pertahanan udara bisa berupa :S 350 E, antey 2500, HQ 18, selain itu juga wajib hukumnya pantsyr S 1, Oerlikon, rudal mistral, baterai peluncur brahmos dan yakhont versi darat dan untuk versi anti serangan udara, indonesia juga perlu mengadakan lebih banyak tank amphibi minimal 1200 unit, yang dibagi dalam 3 korwil, barat, tengah dan timur, dan 1 komando pusat, indonesia perlu memiliki 1200-1500 unit MBT, 2100 tank medium dengan canon cal 120-125 mm, 2100 panser dng canon 105 mm, 2700 panser anoa dng cal 12,7-20 mm, 900 kapal perang baru dari berbagai kelas dan jenis, KCR : 40 M, 60 M, 125 M; korvete, fregate, dan 400 unit destroyer, 180 LPD, 210 LST, 210 UNIT pesawat amphibi yg dipersenjatai, 900 unit UAV yg dipersenjatai dng waktu jelajah s/d 24-26 jam, 2700 unit komodo yg dipersenjatai rudal anti pertahanan udara, rudal anti tank, dan senapan mesin otomatis cal 12, 7 mm, 150.000 unit sepeda motor trail yang dilengkapi tangki bbm cadangan, dan tempat utk menyimpan senjata dan amunisi serta logistik,100 unit radar, pembangunan 100 kilang pengolahan minyak,600 kilang tempat penyimpanan minyak, pembangunan 9000 bungker tambahan selain mengandalkan bungker yg dibangun jaman perang dunia ke II yg dapat memuat tank MBT, tank medium, tank amphibi, pesawat tempur kelas berat, menengah, dan ringan, panser, pengadaan 20.000 truk pengangkut personil plus logistik, pengadaan 200 unit pesawat peringatan dini yg dipersenjatai, pengadaan 150 unit pesawat patroli intai maritim yg dipersenjatai, pengadaan 300 unit pesawat patroli taktis maritim yg dipersenjatai, pengadaan 330 unit heli serang, pengadaan 300 unit heli serbu,pengadaan 900 unit masing2 tank, panser, truk ambulance, pengadaan 200 kapal rumah sakit, pengadaan 300 kapal tangker BBM militer yg dipersenjatai dan yg dapat muat heli anti kapal selam, pengadaan, 900 kapal patroli yg dipersenjatai utk anti kapal permukaan, anti kapal selam, dan anti serangan udara, serta canon cal 120-125 mm, atau 90 - 105 mm, atau cal 50-75 mm, pengadaan 300 unit heli anti kapal selam, pengadaan 20.000 MLRS dengan jangkauan 300 km-1000 km, pengadaan 9.000-12.000 artleri jarak jangkauan sampai dengan 100 km, pengadaan RPD anti heli, anti pesawat, anti tank masing2 sebanyak 3.000 unit, nah kalau gak mampu ya yang bisa di adakan, tolong pejabat baik legislatif, eksekutif dan yudikatif jangan korupsi lagi dong, hentikan dan kembalikan apa yg menjadi uang negara, uang rakyat.

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.