Selasa, 02 Desember 2014

Lautan Indonesia Timur Polos Tanpa Deteksi Dini

Kapal selam (ilustrasi)KRI Bung Tomo. Foto: dok.JPNN

C
elah pertahanan tidak hanya di langit Indonesia, lautan nusantara justru lebih polos alias tanpa deteksi dini radar laut militer. Jumlah radar laut militer TNI Angkatan Laut (TNI AL) saat ini mencapai 20 stasiun. Jumlah radar laut militer itu belum mengcover laut Indonesia secara menyeluruh.

Sesuai data TNI AL, wilayah laut yang belum tercover dengan pantauan radar militer ada di sebagian besar Indonesia Timur, seperti Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Celah lainnya, ada di wilayah laut di bagian Barat Sumatera dan laut bagian Barat Jawa.

Kepala Dinas Penerangan TNI AL, Laksamana Pertama (Laksma) Manahan Simorangkir, menuturkan, penyebaran 20 radar laut tersebut terbagi dua, 12 stasiun ada di Indonesia Barat dan 8 stasiun radar di Indonesia Timur. "Semua radar itu aktif dan terus mendeteksi pergerakan di perbatasan laut," terangnya.

Tepatnya, stasiun radar itu berada di sepanjang Selat Malaka, Laut Sulawesi hingga Pulau Tahuna di Sulawesi Utara. Sebagian besar wilayah laut merah putih memang telah terpantau dengan radar laut militer. "Hanya sebagian kecil yang memang sama sekali belum terjangkau radar," tuturnya.

Radar laut militer, lanjut dia, bisa mendeteksi adanya pelanggaran batas wilayah, perompakan kapal, hingga pencurian ikan. Karena itu, daerah yang belum terlindungi radar laut militer, seperti sebagian besar wilayah laut Indonesia Timur menjadi rawan.

Dengan tanpa radar laut militer, dapat dipastikan ancaman pencurian ikan hingga pelanggaran batas wilayah laut Indonesia tidak terdeteksi. "Tentunya TNI AL berupaya lebih maksimal menjaga wilayah laut, bisa menggunakan cara patroli kapal dan sebagainya," paparnya.

Kebutuhan untuk pengadaan radar laut militer sendiri masih belum dipastikan. Hal itu dikarenakan memerlukan kajian mendalam. Apalagi, ini juga berhubungan dengan tujuan dan teknologi radar laut yang digunakan. Dia menuturkan, ada berbagai jenis radar yang bisa digunakan untuk sistem pertahanan, seperti radar pantai atau radar satelit.

"Radar itu untuk apa dulu, pertahanan atau hanya mengawasi pencurian ikan. Kalau hanya mengawasi pencurian ikan, radar pantai sudah cukup. Namun, untuk sistem pertahanan radar satelit memang yang terbaik. Teknologi radar juga mempengaruhi berapa jumlah radar yang diperlukan," tegasnya.

Namun, kalau radar laut militer yang teknologinya sama dengan yang digunakan TNI AL saat ini, maka diprediksi memerlukan radar tambahan sejumlah 100 stasiun. Jumlah itu melengkapi perlindungan seluruh wilayah laut Indonesia, terutama yang berbatasan dengan negara tetangga. "Tapi, saya tegaskan butuh pengkajian dulu," terangnya.

Keberadaan 20 stasiun radar laut militer ini dilengkapi dengan sekitar 80 kapal militer yang bisa merespon kalau terdeteksi adanya masalah di wilayah laut. Dengan pertimbangan minimum essential force atau kebutuhan minimal persenjataan, kapal yang harus dimiliki mencapai sekitar 160 buah. "Tapi, kalau idealnya Indonesia membutuhkan 300 kapal," tuturnya.

Soal kemungkinan pengadaan radar dan kapal, dia mengaku belum mendapatkan informasi apapun. Namun, TNI AL tidak akan berhenti dalam memberikan perlindungan di wilayah laut Indonesia. "Kami siap dalam kondisi apapun," tuturnya.

Sementara itu Pengamat Militer, Rizal Darma Putra, menjelaskan, radar laut militer Indonesia memang perlu peremajaan. Sebab, sebenarnya ada beberapa radar yang telah melampaui batas usia penggunaannya. "Radar itu sudah digunakan sejak 1980, tentu kemampuannya telah berkurang jauh," terangnya.

Jika memang pemerintah Jokowi ingin menghentikan pencurian ikan dan menjaga batas wilayah tentu radar laut militer diperlukan. Tentu ini akan lebih murah ketimbang penggunaan drone yang teknologinya masih perlu dikembangkan. "TNI AL selama ini bekerja maksimal, walau dengan peralatan yang kurang memadai," tuturnya.(idr)

  JPNN  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.