Selasa, 02 Desember 2014

Sengketa Maritim

Presiden Tiongkok Kembali Tegaskan Lindungi Wilayah Kedaulatan http://jurnalmaritim.com/wp-content/uploads/2014/12/Coast-Guard-Tiongkok-Daily-Mail-300x171.jpgPATROLI – Meski telah dilakukan pertemuan bilateral antara Tiongkok dan Jepang, coast guard Tiongkok masih melakukan patroli di perairan sengketa. (Foto: Daily Mail)

Penegasan kembali dilakukan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, untuk melindungi wilayah kedaulatan Tiongkok dalam sengketa maritim dengan beberapa negara tetangga .

“Kita harus tegas menegakkan kedaulatan wilayah Tiongkok, hak maritim, serta kepentingan dan persatuan nasional,” ujar Xi saat pertemuan Partai Komunis Tiongkok, Jumat (28/11/2014), seperti diberitakan Daily Mail.

Hubungan Tiongkok dan Jepang menegang selama dua tahun terakhir, setelah Tokyo menasionalisasi Kepulauan Senkaku di Laut Tiongkok Timur. Sementara Beijing juga memiliki klaim yang menyebut Pulau Diaoyu.

Tiongkok dan negara-negara Asia Tenggara, termasuk Vietnam , Malaysia , Filipina, dan Brunei juga bersaing klaim untuk Pulau Spratly di Laut Tiongkok Selatan. Taiwan, Tiongkok masih menganggapnya sebagai bagian wilayah kedaulatannya, juga memiliki klaim atas Spratly.

Baik Presiden Tiongkok maupun Sekretaris Partai Komunis Tiongkok mengatakan bahwa pihaknya akan benar-benar menangani sengketa teritorial dan pulau-pulau tersebut.

Hubungan Tiongkok dan Jepang sempat membaik setelah Xi dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe bertemu, 10 November 2014. Meski demikian, kapal-kapal penjaga pantai Tiongkok terus berpatroli di perairan sekitar pulau-pulau yang disengketakan.

Xi pernah mengatakan, Tiongkok memilih perdamaian dan menentang ancaman kekerasan dalam menyelesaikan persoalan klaim wilayah.

Awal bulan ini, Amerika Serikat , Australia, dan Jepang menyerukan resolusi damai sengketa maritim, setelah Presiden AS Barack Obama memperingatkan bahaya konflik terbuka di Asia.
Klaim Perbatasan Indonesia http://jurnalmaritim.com/wp-content/uploads/2014/12/Klaim-atas-Laut-Tiongkok-Selatan-AFP-293x300.jpgPETA – Peta klaim berbagai negara atas Laut Tiongkok Selatan. (Foto: AFP)

Sementara itu, menurut pengamat intelijen, Herman Ibrahim, Indonesia rawan konflik dengan sepuluh negara tetangga.

“Dengan India kita berebut pengaruh di Laut Andaman yang masuk Zone Ekonomi Eksklusif Nusantara. Dengan Malaysia, ada problem garis perbatasan sepanjang Kalimantan Utara dan klaim Malaysia atas Laut Ambalat,” ungkap Herman.

Dengan Singapura, sambungnya, ada problem perluasan daratan yang dengan sendirinya menggeser batas laut.

“Ironisnya, perluasan daratan Singapura itu diuruk dari tanah yang diambil dari Indonesia. Singapura juga tiap hari melanggar wilayah udara Indonesia yang akhirnya wilayah udara Riau-Natuna itu disewakan kepada Malaysia,” paparnya.

Dengan Vietnam, lanjutnya, Indonesia menghadapi klaim Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna yang menurut peta dasar Laut Tiongkok Selatan, pulau tersebut masuk batas landas kontinen Vietnam.

“Dengan Filipina kita menerima gugatan tentang status Pulau Miangas. Ada negara baru bentukan AS di Laut Utara Jayapura yang posisi negara baru itu ada di wilayah Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia sebagai Negara Kepulauan,” ucap Herman.

Seperti diketahui, jelas Herman, Deklarasi Djuanda tentang Negara Kepulauan RI dan ZEE-nya baru mendapat pengakuan PBB pada 1982.

“Dengan Papua Nugini kita menghadapi insurjensi Bangsa Papua (OPM—red) di sepanjang garis perbatasan yang sangat panjang dan sulit dikontrol jika OPM itu mengambil basis gerilia dengan jalur logistik dari Papua Nugini tersebut. Dengan Timor Leste dan Australia kita menghadapi klaim Segitiga Celah Timor yang kaya minyak,” pungkasnya.

  JMOL  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.