Siapa Pun Presidennya, MEF Tidak Boleh Berhenti Jakarta ★ Untuk menjadi negara maju yang kuat dan mandiri, pembangunan ekonomi harus sejalan dengan pembangunan kekuatan pertahanan. Oleh karenanya, peningkatan anggaran militer, termasuk alutsista, menjadi penting untuk mengawal proses pembangunan ekonomi.
Panglima TNI, Jenderal Moeldoko, mengatakan, saat ini Indonesia dalam keadaan sangat baik secara ekonomi. TNI dengan sekuat tenaga akan mempertahankan kondisi tersebut.
“Indonesia sekarang dalam posisi yang sangat baik dalam ekonomi. Saya dan prajurit akan mempertahankan kondisi itu sebaik-baiknya,” ujar Panglima di sela-sela Peresmian Gedung Media Center Puspen TNI di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Kamis (29/5).
Berbicara peningkatan kapasitas alutsista TNI tidak terlepas dari program Minimum Essential Force (MEF) yang dicanangkan Kementerian Pertahanan RI. Program MEF dicanangkan melalui tiga tahapan renstra, yaitu renstra I (2011-2014), renstra II (2015-2019), renstra III (2020-2024).
Sesuai targetnya, pada 2024, MEF terpenuhi, dan setelahnya, postur militer Indonesia berbicara tataran ideal, bukan minimum lagi.
Di tengah keterbatasan anggaran pemerintah, program MEF menjadi penting untuk dikawal. Pemerintahan baru diharapkan mampu berkomitmen terus mengawal program MEF.
“Secara spesifik saya belum pernah mendengar, tapi saya yakin para Capres itu pasti memiliki komitmen yang kuat untuk membesarkan TNI,” tutur Moeldoko.
Panglima menceritakan, telah ada sebuah kesepakatan di DPR. Komitmen melanjutkan program MEF akan terus dikawal pemerintahan selanjutnya.
“Kemarin pada saat kita rapat di Komisi I telah membuat sebuah formula yang harapannya MEF itu siapa pun yang akan memimpin nanti akan mengawal terus,” ungkap Moeldoko.
Sebagai panglima TNI, Moeldoko berharap bahwa program MEF tidak boleh berhenti di pemerintahan selanjutnya.
“Saya mewakili prajurit TNI berharap, siapa pun pemimpinnya ke depan, MEF tidak boleh berhenti,” pungkasnya.
Seperti dikatakan oleh Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsudin, dalam sebuah Forum Temu Pemimpin Redaksi Media beberapa waktu lalu, saat ini rasio anggaran pertahanan Indonesia baru mencapai sekitar 0,8 persen dari GDP nasional Sementara idealnya, untuk negara maju adalah 1-2 persen dari GDP. Untuk MEF, pencapaiannya dalam renstra I 2014 sudah mencapai angka 38 persen. Dalam pencapaian 38 persen tersebut, menurut Sjafrie, telah menghabiskan anggaran sebesar US$ 15 miliar.Dasar Perhitungan Minimum Essential Force Tidak Jelas Minimum Essential Force (MEF) menjadi program pemerintah dalam meningkatkan kapasitas alutsista TNI untuk menjaga pertahanan dan keamanan NKRI. Meski demikian, penerapan MEF dipandang sudah tidak relevan lagi dengan situasi keamanan kawasan yang selalu berubah.
“Pengertian minimum atau maksimum itu fluktuatif. Ancaman 2011 tidak sama dengan ancaman 2014, ancaman 2014 tidak sama dengan 2020, dan seterusnya. Jadi tidak bisa MEF dihitungnya kapan, ditetapkannya kapan,” ujar Connie Rahakundini Bakrie, pengamat militer Indonesia kepada JMOL beberapa waktu lalu.
Connie mengkritik kebijakan MEF pemerintah yang menurutnya hanya ikut-ikutan pemerintah AS yang juga menerapkan MEF dalam kebijakan pertahanannya.
“Penyakit kita suka copy paste. Hari ini AS membuat MEF yang sebenarnya pengurangan jumlah tentara. Di mana-mana tentara bisa dikurangi jumlahnya jika teknologinya sudah meningkat. Di kita teknologi masih minim, tentara juga dikurangi, habislah kita,” tegas Connie.
Connie menuturkan, program MEF tertuang dalam Buku Putih Kementerian Pertahanan (Menhan). Hanya saja, dalam perhitungannya MEF masih banyak ketidakjelasan. Menurutnya, sampai hari ini cara perhitungan MEF masih tidak ada yang bisa menjawab.
“Semua bisa menghitung, tapi dasar perhitungannya apa, tidak jelas. Buku Putih Pertahanan kita seperti turun dari langit,” sebut Connie.
National Security Council
Seperti normalnya negara-negara lain, Connie memaparkan, terdapat lembaga yang disebut sebagai National Security Council (NSC). Lembaga ini mengeluarkan apa yang disebut sebagai National Security Strategic (NSS), dan akan diterapkan ke seluruh departemen dan instansi terkait.
Sebelum NSS ditetapkan, ketiga lembaga, antara lain Presiden, Menlu, dan Menhan terlebih dahulu merumuskan national interest (kepentingan nasional). Persoalannya, lanjut Connie, adalah yang disebut sebagai NSC di Indonesia sekarang tidak jelas.
“Hari ini kita tidak jelas. Ada yang bilang Wantanas (Dewan pertahanan nasional—red), ada yang bilang Lemhannas, dan masing-masing saling gontok-gontokan,” ungkapnya.
Menurut Connie, hal tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu. Harus ada kejelasan secara kelembagaan. Karena dari sini akan turun apa yang disebut sebagai National Defense Strategic, dan setelahnya akan turun National Military Strategic.
“Sekarang yang ada tiba-tiba Buku Putih keluar, entah dari mana perhitungannya. Dasarnya apa tidak jelas,” cetus Connie.
Connie berharap, problem-problem kelembagaan seperti ini harus dituntaskan terlebih dahulu sehingga pembangunan postur pertahanan dan alutsista militer Indonesia terarah dan jelas.
“Karena untuk menggiring doktrin outward looking military kita yang dicanangkan sejak 1998, tapi hanya sebatas teori di atas kertas, tidak mewujudkan kekuatan pertahanan kita yang seharusnya. Kalau kita ingin konsekuen mereformasi TNI maka harus mampu mewujudkan hal tersebut. Outward looking military kekuatannya ada di laut dan udara,” pungkas Connie, yang juga salah satu anggota Wantanas.
Land Forces of Indonesia until the end of the year will receive the first batch of 155-mm self-propelled guns "Caesar» (CAESAR - CAmion Equipe d'un Systeme d'ARtillerie) under the agreement signed with "Nexter cistemz» (Nexter Systems) contract.
According to the "International difenz Review', ACS production carried out in accordance with the schedule at the plant in Roane (France), and ammunition - factory in Bourges.
As previously reported TSAMTO company "Nexter Systems" in November 2012 confirmed the conclusion with the Indonesian Ministry of Defense contract to supply 37 units of the country NE. 155-mm self-propelled guns "Caesar." Cost of the program was estimated at 240 million dollars. Delivery schedule is planned to begin transfer of weapons systems in 2013-2014.
According to a recent statement by a source in the Ministry of Finance of Indonesia, only 34 will be purchased ACS worth 108 million euros (140 million dollars). Of this amount, 85% will be taken on credit (it should be noted that the information source in the Finance Ministry of the order reduction has not officially confirmed).
As of SW France, SAU "Caesar" supplied Indonesia, will be based on a truck chassis "Sherpa" 6x6 of "Renault Trucks difenz" (Saudi version installed on the chassis of "Mercedes-Benz").
In a related contract blanket agreement "Nexter Systems" will give the company «PT Pindad" technologies that will provide the service of artillery systems in Indonesia.
For CB Indonesia SPG "Caesar" will be delivered in the configuration with the right wheel and the cockpit, protected against small arms fire and shrapnel ammunition.
It is expected that the first two systems will be supplied NE Indonesia in late 2014. According to initial plans, SAU 18 entered service two divisions, one more will be used for training.
Indonesia is the fourth customer of ACS "Caesar." Saudi Arabia since 2006 three parties acquired 136 units on the chassis "Mercedes-Benz" with the wheel formula 6x6. Thailand received 6 ACS in 2009, and NE France ordered 72 plants and intend to get another 64 units.
Presumably, Saudi Arabia has also ordered a full set of ammunition "Nexter munishns» (Nexter Munitions), including modern Bonus Mk.II, firing range which is 35 km away.
"Nexter Systems' ACS also offers "Caesar" to other potential customers, including Denmark and India. Denmark is considering purchasing 18 units. India ACS offered on the chassis with the wheel formula 6x6 of "Ashok leyland difenz» (Ashok Leyland Defence). In addition, the Indian armed forces have a number of additional requirements, including increased ammunition.
MT Orapin 4 (ABC.net)
Kuala Lumpur ★ Sebuah kapal tanker berisi solar berbendera Thailand diduga dibajak dalam perjalanan dari Singapura ke Indonesia. Biro Maritim Internasional (IMB) mengatakan insiden itu merupakan yang kedua kalinya di jalur perairan tersibuk di dunia tersebut.
Aparat kehilangan kontak dengan kapal tanker MT Orapin 4 setelah bertolak dari sebuah terminal minyak di Singapura pada Selasa, 27 Mei 2014 lalu. Kapal tersebut dalam perjalanan menuju Pontianak, Indonesia.
“Ini bisa jadi sebuah pembajakan. Kami sudah mengirim sinyal kepada kapal-kapal di wilayah itu untuk selalu waspada dan aparat juga disiagakan,” kata Noel Choong, Kepala Pusat Pelaporan Pembajakan IMB, Kuala Lumpur, Sabtu.
Akhir April lalu, perompak menyerbu sebuah kapal tanker di lepas pantai Malaysia dan mengambil tiga juta liter solar muatannya.
Menurut badan anti-perombakan dan perampokan bersenjata kawasan, Regional Co-operation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery Against Ships in Asia (ReCAAP), pembajakan tanker dan kapal kargo sebelumnya terjadi dekat Singapura. Lima insiden terjadi antara tahun 2011-2013.
Di lain pihak, delapan serangan bersenjata terjadi di Selat Malaka dan sekitar Singapura pada kuartal pertama tahun ini. Jumlah ini meningkat tajam dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, yakni hanya satu serangan. Namun demikian, kedelapan serangan itu adalah pencurian kecil, kata ReCAAP yang berpusat di Singapura. TNI AL Terus Cari Kapal Thailand yang Diduga Dibajak
Pada Jumat 30 Mei 2014 sore, Gugus TNI AL Batam memberitahukan kepada TNI AL Pontianak bahwa kapal tanker MP Orapin IV berbendera Thailand telah hilang kontak di perairan Natuna.
Menanggapi hal ini Kadispen AL, Laksamana Pertama TNI, Manahan Simorangkir mengatakan saat ini dua kapal AL telah dikerahkan di kawasan China Selatan dengan 160 personil.
"Setelah mendapatkan informasi kehilangan kontak dari Kapal Tanker MT Orapin IV berbendera Thailand, Jumat kemarin, kami langsung menurunkan personil dengan dua kapal. Yaitu kapal KRI Sibolga dan Kapal Dharma Putra," ungkapnya saat dihubungi Okezone, Sabtu (31/5/2014).
Menurutnya kapal tersebut berlayar dari Singapura menuju Pontianak, Kalimatan Barat. Namun Intel Maritim Biro (IMB) mengaku kehilangan kontak dan AL belum dapat memastikan apakah kapal tersebut tenggelam atau dibajak.
"Hingga saat ini kami masih dalam pencarian di sekitar Natuna. Sehingga kami belum bisa memastikan apakah kapal dibajak atau tenggelam," jelasnya.
Manahan menambahkan, pencarian kapal masih berlanjut dan AL akan segera menambah personil dan kapal bantuan jika memang dimungkinkan.(ger)
Kapal perang China siap latihan gabungan militer dengan Rusia.(Foto: Reuters)
Shanghai ★ China dan Rusia akan memamerkan kekuatan militer mereka di Laut China Timur. Rencana tersebut berdasarkan agenda kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin di China pada Selasa 20 Mei 2014 yang menginginkan adanya latihan militer gabungan Angkatan Laut (AU).
Melansir SBS, Selasa (20/5/2014), sekira 14 kapal militer kedua negara akan melakukan latihan militer selama satu minggu di Laut China Timur.
Tidak hanya latihan militer, para pihak pejabat dari kedua negara juga akan menyelesaikan kesepakatan yang lama tertunda yakni Rusia mengekspor gas alamnya ke China.
Kedua negara tersebut saat ini sedang berusaha membangun hubungan untuk menghadapi kritik barat dan terkait masalah sengketa teritorial.
Saat ini, hubungan Rusia dengan Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) sudah mencapai titik terendahnya dalam beberapa bulan terakhir, pasca perang dingin. Di waktu yang bersamaan, China juga sedang mengalami masalah dengan negara tetangganya yakni Jepang, Vietnam, dan Filipina atas sengketa teritorial negara di Laut China Selatan.
Keeratan hubungan Rusia dan China sebagai sekutu karena mereka memiliki sejarah sama yakni negara yang pernah menganut ideologi kiri. Sehingga tidak heran kedua negara besar tersebut terlihat akur di saat dunia mengecam mereka.(ade)
Jakarta ★ Senior leaders from the U.S. 7th Fleet and Indonesian Navies met for a professional exchange of ideas in a variety of technical and tactical topics on board the 7th Fleet flagship USS Blue Ridge (LCC 19) March 26.
The meetings, or "staff talks," included professional dialogue between the leadership of the two staffs and are designed to share knowledge and develop methodologies for joint responses to any contingency within Indo-Asia-Pacific. The exchange included discussion of maritime patrol and reconnaissance, maritime domain awareness, mine warfare, navigation, engineering and medical training.
In addition to knowledge sharing, the Indonesia navy, known as the TNI-AL, and U.S. 7th Fleet participate in Cooperation Afloat Readiness and Training and other multilateral military exercises such as Komodo. Both exercises serve as models of how Indonesia and U.S. navies can cooperate and work together to address shared security concerns. Examples include humanitarian assistance and disaster relief events, maritime security and improving communication procedures.
"It is an honor for USS Blue Ridge to visit Indonesia," said Cmdr. Dwiyana, an Indonesian officer. "This staff talk will further the understanding and partnership between Indonesia and the 7th fleet."
The U.S. 7th Fleet intent for the staff talks is to increase cooperation and interoperability through the facilitation of bilateral and multilateral military exchanges and dialogue. It provides a forum partnered navies' subject matter experts to meet and discuss different aspects of their mission objectives and their responsibilities.
"The goal of staff talks is to have an open discussion with our counter parts from other countries in an effort to strengthen the partnership and cooperation between our navies," said Lt. Kevin Zweirko, 7th Fleet's Indonesian desk officer. "The staff talks went very well with Indonesia, certainly helping in this effort and as always it was good to see our partners face to face and build professional friendships."
Blue Ridge and embarked staff are in Indonesia for a scheduled port visit during a spring patrol operating forward throughout the South China Sea, building maritime partnerships and conducting security and stability operations.
Indonesian Foreign Minister Marty Natalegawa wants an explanation of China's claim on the entire South China Sea.
Jakarta ★ China's intensifying move to assert claims over the South China Sea has given fresh impetus to a military build-up in Indonesia that will see its forces deployed with greater focus on external risks.
After years of concentrating on separatist threats across an archipelago long enough to stretch from New York to Alaska, Indonesia plans to deploy attack helicopters to its islands at the southern end of the South China Sea and expand its naval power. The front-runner for July's presidential election, Joko Widodo, aims to boost defence spending to 1.5 per cent as a share of the economy, which is south-east Asia's largest.
The strategy shift comes as China escalates disputes with the Philippines and Vietnam, fellow members of the Association of South-East Asian Nations (ASEAN). China's standoff with Vietnam over an oil rig this month followed its 2012 success in taking control of the Scarborough Shoal from the Philippines.
"The focus in defence spending is moving to dealing with external threats," said Tim Huxley, executive director of the International Institute for Strategic Studies in Singapore. "There is a concern from an Indonesian perspective that the South China Sea should not become a Chinese lake and that freedom of shipping should be maintained." That is influencing Indonesia's defence spending and procurement, he said.
The military is about 40 per cent of the way to developing a minimum-essential force, or MEF, by 2029, to guard its territory as it adds tanks, submarines, helicopters and jet fighters to its arsenal, Deputy Defence Minister Sjafrie Sjamsoeddin said in an interview in Jakarta. Under the MEF, the government is seeking to acquire 274 navy ships, 10 fighter squadrons and 12 new diesel-electric submarines.
"We're part of maintaining regional stability and peace and to maintain that we must certainly have powers that support that regional strength," Mr Sjamsoeddin said.
Indonesia has sought to stay out of its neighbours' spats with China over the South China Sea, and is not an official claimant to areas in dispute. But in recent months it has said that China's interpretation of its nine dash-line map -- the basis for its territorial claims -- is seeping into Indonesia's exclusive economic zone.
Foreign Minister Marty Natalegawa said in an interview in April that he wanted an explanation of China's map and asked the United Nations to help obtain clarity.
Commodore Fahru Zaini, assistant deputy to the chief security minister for defence strategic doctrine, said in March that China's map included an "arbitrary claim" to waters off the Natuna Islands in the Indonesian province of Riau. "This dispute will have a large impact on the security of Natuna waters," he said, according to Antara News.
Indonesia has 17,000 islands to police, stretched across 5300 kilometres from east to west. The Malacca Strait that Indonesia shares with Malaysia is a key shipping lane that links the economies of countries such as India, China and Japan.
"It's the largest country in south-east Asia and they want to play what they think is a corresponding role," Richard Bitzinger, senior fellow at the S. Rajaratnam School of International Studies in Singapore, said. "You're not going to get that unless you develop a sizeable, modern military, because at this point the military is pretty small potatoes."
Military spending increased to 81.96 trillion rupiah ($7.7 billion) in 2013 from 72.94 trillion rupiah in 2012, according to the Stockholm International Peace Research Institute.
China's defence budget will rise 12.2 per cent this year to 808.2 billion yuan ($141 billion). President Xi Jinping has made a navy with longer reach a priority to boost China's claims in the South China Sea and East China Sea.
Despite being a maritime country, Indonesia seeks to build a "balanced force" between the army, the navy and the air force, Mr Sjamsoeddin said in the March interview, as "eventually all battles end on land." Indonesia, which is also spending on tanks, faced decades of internal discord in East Timor, an independent nation since 2002.
Indonesia isn't in an arms race and spends less than 1 per cent of gross domestic product on defence, compared with 3 per cent to 4 per cent among other ASEAN nations, Mr Sjamsoeddin said. If countries in the region have heavy tanks then Indonesia should have heavy tanks, said Mr Sjamsoeddin, 61, adding some military equipment in use is older than he is.
Indonesia will deploy four Boeing Apache attack helicopters to the Natuna Islands, IHS Jane's reported on its website in March, citing General Budiman, the army's chief of staff, as a pre-emptive measure against instability in the South China Sea.
With China more assertive in the southern part of the South China Sea, "the Indonesian armed forces are strengthening their military presence on the Natuna Islands, and that includes preparing facilities on the Natuna Islands to accommodate jet fighters," said Ian Storey, senior fellow at the Institute of South-east Asian Studies in Singapore.
"During the first decade of this century they were focused on combating internal threats, that is separatism and terrorism," Dr Storey said. "But they've been largely successful in containing those threats and I think now they're focusing more outwards, focusing on external threats."
How far Indonesia pushes back against China may depend on the presidential election, with neither candidate detailing foreign policy goals so far. Mr Widodo, who will face off against a former general, Prabowo Subianto, pledged to boost defence spending to 1.5 per cent of GDP within five years, according to his policy paper. Spending is now 0.9 per cent of GDP, according to the Stockholm International Peace Research Institute.
"There seems to be a commitment to increasing defence spending, increasing Indonesia's overall military strength, more in accordance to what they see is a normal, large power in the region," Mr Bitzinger said. "They're increasingly interested too in being able to be a modern military, to project power."
Wilayah Natuna memiliki peran strategis dan ekonomi Letnan Kolonel Andri Gandy, Komandan Pangkalan Udara Ranai di Kepulauan Riau, yang berbatasan dengan Laut Tiongkok Selatan, mengatakan, Indonesia sedang meng-upgrade pangkalan udara sehingga bisa menampung pesawat tempur Sukhoi Su-27 dan Su-30.
Secara terpisah, menurut Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal TNI Budiman, empat helikopter serang AH-64E Boeing Apache akan dikerahkan ke pangkalan udara Ranai.
Pengumuman ini dikeluarkan saat kekhawatiran Indonesia mulai meningkat merespons posisi teritorial Tiongkok di Laut Natuna, lepas pantai Kepulauan Riau.
Komodor Fahru Zaini, seorang pejabat senior pertahanan Indonesia, mengatakan bahwa Tiongkok telah mengklaim Perairan Natuna.
“Tiongkok telah mengklaim Perairan Natuna sebagai wilayah perairan mereka. Klaim sewenang-wenang ini terkait dengan sengketa Pulau Spratly dan Paracel antara Tiongkok dan Filipina. Sengketa ini akan memiliki dampak besar pada keamanan Perairan Natuna,” ujarnya seperti diberitakan China Daily Mail, Jumat (23/5).
Namun, Laksamana Evan A. menuturkan, pemerintah Indonesia dengan cepat mengingkari pernyataan Zaini. Seperti diketahui, Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, menyatakan bahwa tidak ada sengketa.
“Pertama, tidak ada sengketa teritorial antara Indonesia dan Tiongkok, terutama tentang Natuna. Bahkan kami bekerja sama dengan Tiongkok dalam kemungkinan mewujudkan rencana investasi langsung asing di Natuna. Kedua, kita bukan negara penuntut di Laut Tiongkok Selatan,” kata Marty.
Laksmana Evan juga menunjukkan bahwa Indonesia telah lama berencana untuk memperkuat kekuatan militernya di kawasan Natuna.
Wilayah Natuna memiliki peran strategis dan ekonomi. Terletak di ujung selatan Selat Malaka yang penting, di mana banyak impor minyak dan gas alam Asia Timur Laut melakukan perjalanan di sana.
Secara ekonomi, Laut Natuna diyakini mengandung sejumlah besar gas alam. Menurut International Energy Administration, Blok Natuna Timur memegang sekitar 1,3 TCM cadangan gas, hampir setengah dari cadangan gas alam seluruh Indonesia. IEA juga mengatakan, blok ini adalah prospek gas yang belum dikembangkan terbesar di Indonesia.
Situbondo ★ Latihan Gabungan TNI 2014 akan dilaksanakan di kawasan Asembagus, Situbondo, Jawa Timur. Kawasan tersebut merupakan salah satu pusat latihan tempur Marinir.
Berbagai alutsista didatangkan dari seluruh penjuru Indonesia untuk diterjunkan dalam latgab terbesar ini. Dari KRI, tank, helikopter hingga pesawat tempur diturunkan ke area tersebut.
Kehadiran alutsista ini mengundang perhatian warga sekitar. Seperti yang terlihat di Lapangan Sukorejo, Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur.
Puluhan warga berdiri di samping lapangan menonton helikopter yang tengah mendarat. Helikopter tersebut mengangkut meriam untuk dibawa ke lokasi latihan yaitu di daerah Karang Teko.
Pengendara roda dua yang tengah melintas memelankan laju kendaraannya. Sebagian menyempatkan berhenti untuk melihat langsung helikopter dari jarak dekat.
"Seneng aja lihatnya. Bagus, keren," kata Juhairiyah (41), warga Sukorejo, di lokasi, Jumat (30/5/2014).
Juhairiyah membawa serta anaknya yang berumur 6 tahun. Meski mengaku sudah sering melihat helikopter mendarat di lapangan tersebut, ia dan warga sekitar tak bosan-bosannya menonton.
"Kita ikut bangga. Merasa ada yang melindungi," ucap warga lain, Hasanudin.
Meskipun para tentara tersebut membawa senjata api dan alat tempur, mereka mengaku tak takut. Sebab mereka yakin TNI menerapkan prosedur keamanan tinggi.
"Kami juga patuh, kalau tidak boleh mendekat, kami tidak mendekat. Hanya lihat dari jauh," ucapnya.
Helikopter yang mendarat di lapangan tersebut adalah jenis Heli Super Puma dari Skadron Udara 6 sebanyak 1 unit dan Heli Puma dari Skadron Udara 8 sebanyak 3 unit. Keempat heli ini didatangkan dari Lanud Atang Sandjaja, Bogor.
Situbondo ★ Menjelang hari H latihan gabungan, seluruh satuan TNI memperkuat kesiapan tempurnya masing-masing.
Tak hanya kesiapan personel, alat perang juga hampir seluruhnya telah tiba di medan tempur di kawasan Asembagus, Situbondo, Jawa Timur.
Salah satu satuan dari TNI AD, Kostrad Artileri Pertahanan Udara Ringan (Arhanudri) 1. Prajurit Arhanudri melakukan latihan tembak dengan menggunakan meriam berkaliber 23 mm. Meriam merk Giant Bow ini berkecepatan tembak 970 meter per detik dengan jarak jangkau efektif 2,5 km.
Pantauan di lokasi, sebanyak 3 unit meriam merk Giant Bow disiagakan di medan tempur. Masing-masing meriam diawaki 7 personel.
"Mereka adalah pengemudi, komandan regu, penembak dan pelayan amunisi," kata Komandan Pleton (Danton) II Baterai Meriam B, Letda Arh Angga Trisna Nugraha di Karang Teko, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, Sabtu (31/5/2014).
Para personel tersebut tampak sibuk menyiapkan amunisi ke dalam meriam. Amunisi diletakkan di sebuah kotak bernama magesan di sisi kanan dan kiri meriam. Masing-masing magesan berisi 50 butir peluru.
"Meriam ini terdiri dari 2 mesin penembak dan 2 laras dengan kecepatan keluar munisi 250 butir per menit," ujarnya.
Mereka menggunakan pesawat rakitan sebagai sasaran tembak. Pesawat tersebut diterbangkan dari lokasi yang sama dengan lokasi meriam buatan Tiongkok itu berada.
Meriam yang datang ke Indonesia tahun 2003 ini unggul dalam hal menembak sasaran udara bergerak, khususnya heli. Senjata ini menyebar sehingga sasaran lebih banyak.
"Tank juga bisa tembus, tapi sasaran kita adalah sasaran udara. Tingkat presisinya 90 persen mengenai sasaran," tutur Angga.
Begitu pesawat diterbangkan, bidikan meriam langsung diarahkan ke pesawat. Meriam terus mengintai arah pergerakan pesawat. Tak lama, sekitar 5 menit pesawat berputar, penembak menarik pelatuk meriam lalu terdengar bunyi 'door' yang sangat kencang memekakkan telinga.
"Yaaa," spontan para personel berteriak.
Sasaran berhasil dilumpuhkan. Setelah berkoordinasi sebentar, mereka bersorak-sorai merayakan keberhasilan tersebut. Sebagai Danton, Angga memimpin anak buahnya menyanyikan yel-yel dengan penuh semangat.
"Ini tim terbaik yang pernah saya pimpin. Rekor hanya 30 butir munisi untuk melumpuhkan sasaran," katanya berapi-api.
Beberapa personel kemudian mencari pesawat yang tertembak itu untuk melihat detail kerusakan sekaligus evaluasi. Rupanya pesawat itu telah hancur berkeping-keping.
Surabaya ★ Apel pengecekan kesiapan pasukan dan alutsista menjelang Latgab TNI 1-5 Juni 2014 mendatang dilakukan Dirlatgab, Letjen Lodewijk F. Paulus, di Koarmatim, Surabaya, beberapa hari lalu.
"Dari unsur laut, total alutsista ada 33 KRI, 76 kendaraan siap tempur, dan 8 pesawat," ujar Lodewijk saat konferensi pers.
Lodewijk meninjau satu per satu kesiapan pasukan TNI AL. Alutsista yang digunakan pasukan ini rata-rata berumur tua. Tak sedikit peralatan seperti senjata laras panjang hingga kendaraan tank amfibi yang dibuat pada 1960-an.
Namun meski sudah tua, menurut Lodewijk, alutsista tersebut masih layak digunakan. Peralatan tempur TNI AL sudah di-upgrade dengan teknologi baru dalam kemampuan menangkis serangan, radar, dan GPS.
Dalam Latgab ini, unsur laut terbagi dalam tiga komando tugas, yakni Komando Tugas Laut Gabungan (Kogaslagab), Komando Tugas Gabungan Amfibi (Kogasgabfib), dan Komando Tugas Pendaratan Administrasi (Kogasgabratmin).
Lebih lanjut, Lodewijk menerangkan mengenai perincian alutsista dari masing-masing komando yang mengikuti Latgab.
“Kogaslagab berisi kapal-kapal kombatan jenis perusak kawal rudal seperti KRI Ahmad Yani dan KRI Yos Sudarso.
Sedangkan Kogasgabfib berisi kapal jenis Landing Platform Dock seperti KRI Makassar, KRI Surabaya, dan KRI Kerapu. Sementara Kogasgabratmin berisi kapal jenis Landing Ship Tank seperti KRI Teluk Sampit, KRI Teluk Mandar, dan KRI Teluk Penyu,” paparnya.
Dirlatgab yang didampingi Danguspurla Koarmatim, Laksamana Pertama Aan Kurnia, juga meninjau KRI Sultan Hasanuddin yang berlabuh di Koarmatim. KRI ini dilengkapi radar 3 dimensi yang bisa langsung berkoordinasi dengan udara.
"Kapal ini juga ada sistem link ke kapal lain sehingga bisa transfer data," ucap Aan.
Selain itu, kapal juga dilengkapi tanker anti rudal untuk self defence, sehingga jika kapal diserang oleh musuh, bagian ruang informasi pusat tempur akan tetap aman. Ruangan tersebut juga dilengkapi GPS jumper.
Salah satu alutsista terbaru adalah tank BMP 3F juga turut dipersiapkan untuk mengikuti Latgab. Tank ini didatangkan dari Rusia pada tahun 2010 lalu. Tank berwarna hijau loreng tersebut berkapasitas 9 penumpang dan 3 orang awak ini memiliki kemampuan dapat menembak secara otomatis.
Sambas ★ Panglima Kodam XII/Tanjungpura, Mayor Jenderal TNI Andi Ibrahim Saleh, meminta sepuluh tank Leopard untuk menjaga perbatasan Indonesia-Malaysia di wilayah Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat. "Kalau bisa, ditempatkan 10 tank dan helikopter," kata Andi di depan anggota Komisi Pertahanan DPR RI, saat berkunjung ke Kalimantan Barat, Jumat, 30 Mei 2014.
Wilayah itu beberapa waktu yang lalu memanas karena Malaysia membangun rambu suar di patok STRP 01 perairan Tanjung Datu. Namun pembangunan itu dicegah oleh TNI, yang kemudian menjaga perairan Indonesia tersebut.
Menurut Ibrahim, topografi Desa Temajuk yang berbukit menyebabkan pengawasan memerlukan helikopter. Perbatasan wilayah Malaysia-Indonesia di Desa Tamajuk berada di kedua sisi gunung Tanjung Datu. Keberadaan semenanjung di kawasan tersebut menyebabkan pengawasan makin sulit. Ia menambahkan, dengan kondisi seperti itu, Desa Temajuk sebaiknya dijadikan pangkalan militer.
Gubernur Kalimantan Barat Cornelis mengatakan pemerintah provinsi sudah mempersiapkan lahan seluas seribu hektare untuk membangun pangkalan militer di Desa Temajuk. “Itu jangka panjang,” ujarnya.
Anggota Komisi Pertahanan, Tri Tamtomo, mengatakan pemerintah harus menyegerakan diplomasi. “Pemerintah harus berkomitmen mempertahankan kedaulatan wilayah,” ucapnya. Ia berpendapat pembangunan rambu suar oleh Malaysia belum lama ini bisa bermakna memperolok pemerintah Indonesia.
Situbondo ★ Prajurit dari kesatuan Baterai Arteleri Pertahanan Udara (Arhanud) 1/1/K menguji coba meriam type 80 Giant Bow kaliber 23mm di Pusat Latihan Pertempuran Marinir V Baluran, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, Jumat (30/5).
Meriam yang akan digunakan dalam Latihan Gabungan TNI pada 4 Juni 2014 mendatang tersebut merupakan produksi Norinco Tiongkok, dengan kecepatan luncur proyektilnya mencapai 970 meter per detik. Dengan dua laras, dua mesin penembak, dan jarak tempuh efektif 2.500 meter.
Meriam Giant Bow mampu menjatuhkan helikopter musuh dan tank jenis Scorpion dan Tarantula.
Prajurit dari kesatuan Baterai Arhanud 1/1/K menguji coba meriam type 80 Giant Bow kaliber 23mm di Pusat Latihan Pertempuran Marinir V Baluran, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, Jumat (30/5).(Republika/Aditya Pradana Putra)
Prajurit dari kesatuan Baterai Arhanud 1/1/K mempersiapkan amunisi saat uji uji coba meriam type 80 Giant Bow kaliber 23mm di Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, Jumat (30/5).(Republika/Aditya Pradana Putra)
Prajurit dari kesatuan Baterai Arhanud 1/1/K menguji coba meriam type 80 Giant Bow kaliber 23mm di Pusat Latihan Pertempuran Marinir V Baluran, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, Jumat (30/5).(Republika/Aditya Pradana Putra)
Prajurit dari kesatuan Baterai Arhanud 1/1/K mempersiapkan pesawat tanpa awak yang akan mereka tembak saat uji coba meriam type 80 Giant Bow kaliber 23mm di Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, Jumat (30/5).(Republika/Aditya Pradana Putra)
Prajurit dari kesatuan Baterai Arhanud 1/1/K menguji coba meriam type 80 Giant Bow kaliber 23mm di Pusat Latihan Pertempuran Marinir V Baluran, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, Jumat (30/5).(Republika/Aditya Pradana Putra)
Prajurit dari kesatuan Baterai Arhanud 1/1/K menguji coba meriam type 80 Giant Bow kaliber 23mm di Pusat Latihan Pertempuran Marinir V Baluran, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, Jumat (30/5).(Republika/Aditya Pradana Putra)
Pemerintah Inggris menjalankan Operasi Ultra dengan misi utama menyadap dan mengungkap kode rahasia mesin Enigma Jerman. Keberhasilan itu tidak lepas dari peran Hans Thilo Schmidt mata-mata Jerman yang membelot.
Operasi Ultra merupakan kode nama yang diberikan ahli pembuka kode rahasia Inggris yang bertugas di Taman Bletchley (kawasan real estate di Taman Bletchley). Operasi ini bertugas menyadap dan mengungkap pesan rahasia Jerman.
Operasi ini merupakan proyek mengungkap pesan rahasia di peralatan elektronik. Kode Ultra adalah upaya pemerintah Inggris mengungkap pesan rahasia yang berasal dari radio Jerman selama Perang Dunia II.
Pada 1938 pemerintah Inggris mulai serius mengawasi komunikasi Jerman di Taman Bletchley. Pada tahun yang sama, Taman Bletchley berhasil mengungkap 30 kode rahasia rahasia Jerman.
Adapun isinya mempersiapkan sekolah yang dikhususkan untuk calon ilmuwan Jerman. Selain itu, di antara ke 30 kode ini ada juga sandi-sandi yang berupa bahasa maupun rumus matematika.
Dalam beberapa tahun, intelijen Inggris memperkerjakan 500 orang di Taman Bletchley. Tim ini ini juga telah sukses mengungkap dan menyadap pemerintah Jerman bahkan mampu mengganti kode rahasia milik Jerman.
Pada 1939, Operasi Ultra memerintahkan ahli pembuka kode rahasia dengan memecahkan kode mesin Enigma Jerman dan menemukan salinan penyadapan.
Memecahkan kode rahasia Enigma sesungguhnya bermula sebelum pembangunan Taman Bletchley. Intelijen polisi Inggris mulai menyadap komunikasi Jerman dan memecahkan kode rahasia pada pertengahan 1930-an.
Pada musim panas 1938 Jerman menciptakan kode rahasia baru. Ketika itu Inggris dan Perancis mendukung kemerdekaan Polandia dari serbuan dan dominasi Nazi Jerman.
Intelijen polisi kedua negara ini memberikan semua kode rahasia informasi dan teknologi Jerman. Penolakan kesepakatan Munich mendorong Jerman menyerbu Polandia dan ini merupakan permulaan Perang Dunia II.
Pada awal bulan permulaan Perang Dunia II, ahli kode rahasia Inggris sukses menguraikan komunikasi rahasia Jerman. Beberapa kode matematika berhasil dibuka dan diuraikan melalui proses yang cukup sulit.
Sebagian besar komunikasi militer Jerman menggunakan kode lama sehingga intelijen Inggris, Perancis, dan Swedia mampu membuka kode tersebut. Pada 1940, ahli matematika di Taman Bletchley membuka kode rahasia mesin Enigma Jerman.
Karena sebelumnya pihak Jerman merasa yakin mesin Enigma yang mereka buat tidak bisa dibuka kode rahasianya. Maka, mereka menggunakan mesin ini untuk seluruh jenis komunikasi pada medan pertempuran, di laut, di udara dan pada jaringan rahasianya.
Selain itu, beberapa ahli pembuka kode rahasia di Taman Bletchley memodifikasi elektroda yang dapat menguraikan menyadap mesin Enigma. Untuk mengoperasikan rancangan ini pemerintah Inggris mempekerjakan Naval WREN, korp Angkatan Laut Inggris.
Sepanjang terjadinya Perang Dunia II, staf wanita yang bekerja di Taman Bletchley melebihi dari laki-laki, satu berbanding delapan.
Dengan usaha keras, kode dan pesan komunikasi rahasia Jerman dapat disadap dan diuraikan. Militer Inggris mengirimkan ribuan staf ahli radio untuk menyadap stasiun pemancar di seluruh Eropa.
Penyadapan mesin Enigma dipengaruhi oleh cuaca dan padatnya gelombang udara sehingga sering mengalami kesulitan. Biasanya penyadapan ini disertai suara gaduh.
Pemerintah dan militer Jerman menggunakan lebih 200 frekuensi untuk pesan radio, dalam waktu sedikitnya lebih dari 30 detik. Tetapi pemerintah Inggris telah menyadap dan mematikan frekuensi yang digunakan Jerman.
Secara terus menerus data frekuensi Jerman dibuka dan dipindahkan ke Taman Bletchley untuk diterjemahkan dan dibuka kode rahasianya.
Setiap minggu staf Operasi Ultra berhasil membuka 50 pesan sandi rahasia Jerman. Tetapi pada 1942, frekuensi radio Jerman mengalami perubahan yang cukup cepat dengan kode rahasia baru.
Tentunya staf yang menjalankan Operasi Ultar mengalami kesulitan untuk membuka kode rahasia tersebut. Bahkan setiap hari, 1200 staf di Taman Bletchley tidak berhasil menguraikan kode rahasia hasil penyadapan tersebut.Wolfpack Tactics Pemerintah Jerman berhasil menerapkan taktik Rudel atau “Wolfpack Tactics” dengan menggunakan kapal U boat. Taktik ini memburu secara individu konvoi kapal Sekutu.
Jika kapal U boat mendeteksi konvoi kapal Sekutu, kemudian kapal U boat mengundang rekan lainnya untuk mengawasi dari belakang dan mematikan komunikasi kapal Sekutu. Setelah dalam jarak dekat beberapa kapal U boat menghancurkan konvoi kapal sekutu.
Setelah waktu yang lama, Taman Bletchley akhirnya mampu memecahkan kode yang dikirim dari kapal U boat. Penurunan pada efektifitas kapal U boat membuat Admiral Donitz curiga dengan keamanan pada Enigma. Dia memerintahkan untuk mengembangkan keamanan Enigma.
Sebuah terobosan datang pada Maret 1941 ketika kapal perusak Jerman tertangkap oleh kapal Norwegia lengkap dengan dua mesin Enigma berikut daftar setting Enigma untuk angkatan laut.
Sehingga Enigma angkatan laut Jerman dapat dibaca, sekalipun dengan beberapa hambatan tapi dapat dipecahkan oleh pemecah kode di Bletchley pada April 1941.
Harry Hinsley, seorang pemecah kode Bletchley berasumsi bahwa kapal cuaca dan juga bertindak sebagai kapal perang kemungkinan membawa rincian mesin Enigma Angkatan Laut Jerman.
Asumsi ini dapat dibuktikan pada Mei 1941 ketika kapal Cuaca Muenchen diserang dan ditemukan berikut buku kode Enigma untuk bulan Juni di atas kapal. Pada Juni 1941 terjadi penangkapan kapal Gedania dan kapal cuaca Lauenburg yang membuka kode rahasia pelayaran kapal ini pada bulan berikutnya.
Jebakan tiga kapal U boat Jerman gagal di tanjung Verde lalu memicu kecurigaan laksamana Jerman, Karl Donitz bahwa pesan rahasia angkatan laut telah dipecahkan pihak Sekutu.
Setelah berdiskusi dengan tenaga ahlinya, Jerman meningkatkan keamanan mesin Enigma. Pemecah kode di Bletchley tentu saja kerepotan dan menuliskan keberatan kepada Perdana Menteri Inggris Winston Churchill dan mengatakan mereka tidak memiliki sumber daya yang memadai.
Pada awal 1942, mesin empat rotor yang dikenal dengan “Shark” diperkenalkan di Kriegmarine dan mempersulit di Taman Bletchley dalam memecahkan kodenya. Hingga musim semi 1942, tentara Sekutu tidak dapat memecahkan kode tersebut dan kapal U boat kembali dapat menenggelamkan kapal-kapal tanpa ada gangguan.
Para pemecah kode di Taman Blechtley menyadari bahwa mesin empat rotor tersebut telah masuk ke dalam medan peperangan kode. Setelah 10 bulan kekalahan yang sangat menyakitkan, Taman Bletchley berhasil memecahkan kode “Shark”.
Satu alasan keberhasilan Taman Bletchley adalah mengambil alih buku kode oleh angkatan laut Inggris dari kapal cuaca Jerman, dan juga kapal U boat yang dinahkodai Kapitan leutenant Heidtmann dan HMS Petard.
Tujuan dari misi kapal cuaca ini adalah untuk memutuskan lalu lintas pesan “Shark” bukan untuk mencuri mesin Enigma. Bahkan, mesin Bombe yang baru telah berhasil dikembangkan untuk memecahkan kode yang dibuat mesin Enigma empat rotor. Pada akhir 1943, 50 mesin Bombe lainnya dioperasikan pada Angkatan Laut AS. Setelah mesin Bombe dioperasikan, hasil perang mulai berubah.
Seluruh sistem komunikasi Jerman telah disadap oleh banyak stasiun yang diberi nama stasiun Y. Untuk keberhasilan memecahkan kode rahasia ini telah dipekerjakan 7000 orang di Taman Bletchley.
Dengan diketahuinya posisi kapal U boat, kapal tentara Sekutu dapat menghindari musuh dan memulai perburuan kapal U boat.
Senjata elit dari Kriegsmarine dapat dihancurkan, yang menyebabkan kekalahan yang sangat besar pada kru kapal U boat. Diperkirakan sebanyak 700 kapal U boat dan 30.000 kru meninggal di laut.
Pemerintah Jerman tidak menyangka bahwan kekalahan ini disebabkan oleh berhasil dipecahkannya kode Enigma, dan tetap menggunakannya selama waktu perang. Karena itulah, dikatakan bahwa keberhasilan memecahkan kode Enigma mempersingkat waktu Perang Dunia II.Colossus Ketika ahli pembuka kode rahasia Inggris mengalami kesulitan memecahkan mesin Enigma Geheimschreiber Jerman. Alan Turing dan Tommy Flowers menemukan kode rahasia mesin Jerman dan menyadap rekaman Jerman.
Mereka memberikan penemuan ini dengan nama Colossus. Keunggulannya dapat menerima ribuan pesan setiap hari di Taman Bletchley.
Colossus membuktikan intelijen Inggris mempunyai kemampuan memecahkan pesan kode rahasia secara cepat. Intelijen Ultra menjadi bagian kunci strategi pertempuran Inggris.
Dalam beberapa bulan sebelum Pearl Harbour, kelompok ahli pembuka kode rahasia AS dikirim ke Taman Bletchley meninjau operasi membuka kode rahasia yang dilakukan Inggris.
Inggris membagi secara terperinci Operasi Ultra dengan intelijen AS dan Perancis, menerima proyek rahasia dari Uni Soviet, meskipun aliansi Soviet dalam keadaan perang.
Operasi Ultra yang rahasia ini tidak pernah dibuka oleh negara Sekutu. Sehingga Jerman melanjutkan menggunakan mesin Enigma pada saat perang. Langkah Sekutu ini adalah taktik yang memberikan keuntungan karena mampu menghilangkan faktor kejutan pada serangan dadakan Jerman.
Setelah perang, Departemen Kriptologi (Departemen urusan kode rahasia) dibebaskan, arsip dipindahkan dan dikelompokkan sedangkan peralatannya dihancurkan.
Ketertutupan dari sifat kerahasiaan diwajibkan terhadap staf Taman Bletchley. selama perang. Tak seorang pun membuka informasi tentang Operasi Ultra sampai pejabat yang bersangkutan membukanya pada 1989.