Sabtu, 21 Februari 2015

Apapun Rayuanmu, Ini Indonesia ... Mike

Hercules TNI AU [Jeff Prananda]

Hubungan pertemanan Indonesia Australia sebenarnya baik-baik aja tuh. Semua berjalan sesuai kesetaraan bertetangga yang memang sudah menjadi takdir sejarah bagi kedua negara. Tetapi ternyata penyebab panas dinginnya silaturrahim selama dua tahun terakhir ini berasal dari sebuah virus yang teridentifikasi bernama “asam amino abbott laknat”. Ya virus itulah yang menyebabkan pola hubungan bertetangga RI Australia terkontaminasi keruh.

Ketika hubungan memanas akibat skandal “kamu ketahuan menyadap” si Abbott angkuh banget dan tak merasa bersalah apalagi boro-boro minta maaf. Sampai akhirnya RI menarik Dubesnya dari Canberra dan memaksa Australia untuk mematuhi kode etik bertetangga, tak jua si Abbott berwajah teduh melainkan menampilkan gaya Cowboy. Ketika SBY mengakhiri pemerintahannya hubungan diplomatik RI Australia membaik dengan catatan si Abbott tak pernah mau meminta maaf.

Ketika skandal sadap itu menjadi demam, sesungguhnya hubungan militer kedua negara tetap akrab. Seperti kita ketahui Australia memberikan 4 Hercules dengan status hibah berbayar dan menjual 5 Hercules secondnya dengan harga diskon. Hibah berbayar itu maksudnya meski dikasih gratis tetapi perlu ongkos retrofit sebelum dikirim ke Jakarta. Dari 9 Hercules ini sudah datang sebanyak 4 unit dan nantinya akan membentuk skuadron angkut berat yang bermarkas di Makassar. Kerjasama yang lain adalah dalam bentuk pelatihan militer dan pemberian Bushmaster untuk Kopassus.

Untuk sebuah persoalan hukum yang sudah terang benderang dengan akan dieksekusinya 2 Napi narkoba kelas berat “Bali Nine”, gaya penyampaian Abbott sangat tidak elok didengar ketika berupaya mendikte, mengungkit lalu mengancam dengan bahasa vulgar. Sekali lagi bahasa vulgar bukan bahasa diplomatik apalagi bahasa rayuan untuk menyelamatkan 2 warga negaranya di depan regu tembak Nusakambangan. Yang paling menyesakkan adalah ketika dia merasa menjadi pahlawan atas musibah akbar Tsunami Aceh tahun 2004. Menjadi sangat tidak pantas bantuan yang sudah menjadi segudang pahala besar bagi Australia lalu diminta untuk “dibayar” dengan transaksi 2 Bali Nine.

Menggambarkan Abbott seperti menggambarkan sosok yang tak memahami pola bertetangga yang elegan. Dia lebih banyak mengedepankan emosi jiwa, karakter superior daripada santun berbahasa. Sebenarnya saat ini posisi jabatan PMnya berada diujung tanduk, mengalami titik terendah selama dia menjabat dan terancam diberhentikan. Boleh jadi kasus Bali Nine itu dijadikan komoditi politik domestik untuk menaikkan pencitraannya. Tetapi karena kebanyakan cangkem malah dia dikritik habis di dalam negerinya sendiri.

Sekedar mengingatkan hubungan Indonesia dan Australia atau dengan negara manapun dibangun dan dikembangkan dengan prinsip kesetaraan. Maknanya adalah jangan coba-coba mencampuri urusan dalam negeri dan rumah tangga RI. Ekseskusi mati 2 Bali Nine itu sudah melalui tahapan yang jelas dan terang benderang sampai Presiden Joko Widodo menolak memberikan grasi. Lha kok ente merasa keberatan dan main ancam untuk boikot dan ungkit tsunami. Benar-benar sampeyan itu tak memahami tata krama bertetangga.

Indonesia akan berjalan terus menapaki jalan cita-cita dan harapannya menuju negara kesejahteraan yang bermartabat. Pembangunan ekonomi diiringi dengan pembangunan kekuatan militer sedang giat dilaksanakan. Kedua hal ini diyakini sebagai kekuatan seiring sejalan, seia sekata yang mampu membawa nilai-nilai kebanggaan sebagai bangsa besar yang berbudaya. Ya kita membangun bangsa yang berkebudayaan yang mampu menjaga hubungan pertemanan dengan negara lain, saling menghormati, tidak suka mendikte. Itulah salah satu ciri budaya timur. Beda dengan si Abbott yang merasa barat tapi lahir dan tinggal di lingkungan timur yang memiliki sopan santun. Jadilah dia seperti Tarzan.

Rakyat Australia sepanjang yang kita ketahui sesungguhnya memahami dan mengagumi kultur Indonesia. Mereka bahkan bisa menyesuaikan dalam kondisi tertentu untuk menjalani pola hidup negeri nusantara ini sebagaimana sering kita lihat di berbagai kota di Indonesia. Rakyat Australia memahami bahwa kultur barat yang menjadi darah dagingnya tidak untuk dibenturkan melainkan disinergikan dengan kultur timur yang dimanifestasikan dengan Indonesia.

Maka ketika gaya angkuh pemerintahan si Abbott mengeluarkan statemen obral dan merasa sebagai pemimpin superior agar Indonesia tidak jadi mengeksekusi 2 warganya yang terkena kasus narkoba, kemudian mengancam untuk boikot Bali, ungkit tsunami Aceh, akhirnya kita merasa jijik dan mau muntah. Kita merasa heran kok ya bisa orang nomor satu di negeri Kanguru itu tidak menampilkan kualitas persepsi dan perspektif intelektual. Maka pantas juga omongannya di respons dengan gaya omongan di Lapo Tuak : macam mananya kau, pake-pake maen ancam, emang siapa kau. Kalau aku mau tembak warga kau, suka-suka akulah.

Bandingkan dengan gaya anggun Menteri Retno yang mungil itu, gaya penyampaian bahasanya yang tegas, sistematis, berwibawa, tidak emosi dan berkelas ketika merespons statemen si Abbott. Demikian juga gaya lugas Panglima TNI Jenderal Moeldoko yang langsung menyiapkan sejumlah alat tempur berupa pasukan khusus dan sejumlah KRI di Nusakambangan. Perkataan dan gaya kedua pejabat kebanggaan RI itu jika disatukan maknanya adalah: anda jual kami beli, kalau mau tetap bersahabat, pelihara cangkemmu Abbott.
****
Jagarin Pane / 21 Feb 2015

  Analisisalutsista  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.