Senin, 02 Februari 2015

Kembangkan Tank dan Roket

Pindad Minta Izin 'Suntikan' Rp 700 M ke DPR Direksi PT Pindad (Persero), BUMN produsen senjata, menyambangi Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Tujuannya, meminta persetujuan Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp 700 miliar.

Suntikan modal tersebut, akan dipakai untuk mengembangkan dan memproduksi alat utama sistem senjata (alutsista) buatan Indonesia, seperti tank, kendaraan tempur, roket, senjata, hingga anunisi kaliber kecil.

"Semua penambahan kapasitas dan modernisasi mesin senjata. Kita perlu jaga kualitas dan mengantisipasi permintaan Kemhan (Kementerian Pertahanan)," kata Direktur Utama Pindad Silmy Karim, dalam rapat di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (2/2/2015).

Lanjut Silmy, dana suntikan modal pemerintah juga akan dipakai meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di BUMN tersebut.

"Dana PMN itu sebesar 95% untuk alutsista dan 5% untuk sumber daya manusia," jelasnya.

Pindad, kata Silmy, membutuhkan setidaknya investasi Rp 4,9 triliun untuk mengembangkan alutsista terbaru. Dana tersebut rencananya didukung dari suntikan modal negara dan kas internal.

"Kalau dikasih berapa dimaksimalkan. Misal dikasih Rp 700 miliar, investasi bisa Rp 800 miliar, karena Rp 100 miliar dari internal. Memang kalau semua mengandalkan internal nggak bisa cepat. Kebutuhan tersebut harapannya dari PMN," jelasnya.

Pada kesempatan tersebut, Silmy menyinggung kinerja keuangan perseroan. Tanpa PMN, Pindad bisa meraih penjualan Rp 2,1 triliun, dengan laba bersih Rp 85 miliar di 2015. Angka ini melonjak dengan adanya PMN, namun baru dirasakan setelah 2015, atau 1 tahun setelah PMN cair.

"Kelihatannya dalam jangka panjang," sebutnya.
Setop Proyek Mobil Listrik, Pindad Beralih ke Eskavator PT Pindad (Persero) menghentikan proyek pengembangan mobil listrik. Selama ini, Pindad telah mengembangkan komponen penting mobil listrik seperti dinamo.

Setelah berhenti mengembangkan proyek mobil listrik, BUMN produsen panser hingga senjata tersebut, memilih masuk ke industri alat berat yang memiliki potensi pasar yang tinggi, seperti eskavator.

Direktur Utama Pindad Silmy Karim menjelaskan, dihentikannya proyek mobil listrik, karena pihaknya tidak memperoleh kepastian regulasi dan komitmen pengembangan mobil listrik.

"Kita hentikan, karena mobil listrik nggak ada yang order, kemudian kebijakannya belum lengkap," kata Silmy di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (2/2/2015).

Selain itu, pangsa pasar mobil listrik belum terlihat di Indonesia. Apalagi budaya masyarakat Indonesia yang belum menerima keberadaan mobil listrik.

"Buat mobil nggak ada yang beli. Terus siapa yang jamin? Mobil itu satu sistem yang kompleks, nggak bisa hanya buat tapi bisa memasarkan. Khusus di Indonesia, rendahnya budaya memakai mobil listrik dan terkait gengsinya," sebutnya.

Alhasil, Silmy memutuskan agar BUMN strategis ini fokus ke industri alutsista dan non alutsista yang memiliki potensi pasar yang tinggi. Pindad, kata Silmy, sedang mengembangkan purwarupa eskavator atau alat berat, yang biasa dipakai di area pertambangan hingga proyek konstruksi.

Kebutuhan alat berat saat ini masih dipasok dari produk-produk impor. Rencananya Pindad akan meluncurkan purwarupa alat berat buatan Indonesia pada akhir 2015.

"Kita juga daerah tambang. Apalagi sebelumnya kita masih impor," jelasnya.(feb/dnl)
Pindad gandeng tiga negara untuk produksi senjata Dirut PT Pindad Silmy Karim (kiri) saat memberikan penjelasan kepada Presiden Joko Widodo (kanan) saat kunjungan ke Divisi Senjata PT Pindad, Bandung, Jawa Barat, Senin (12/1). (ANTARA FOTO/Andika Wahyu)

PT Pindad (Persero), BUMN produsen alat-alat militer dan komersial, menggandeng sejumlah negara untuk pengembangan produksi alat utama sistem persenjataan (alutsista).

"Kerja sama pengembangan kami lakukan tahun ini (2015) dengan Jerman, Turki dan Belgia. Selain transfer," kata Direktur Utama Pindad Silmy Karim, sebelum mengikuti Rapat Kerja Panja Penyertaan Modal Negara (PMN) dengan Komisi XI DPR, di Gedung MPR/DPR/DPD , Jakarta, Senin.

Menurut Silmy, Pindad bekerja sama dengan Rheinmetall, Jerman, memproduksi amunisi tank.

Dengan FNSS Turki mengembangkan pembuatan tank kelas sedang.

Sementara dengan Belgia bekerja sama dengan Cockerell Maintenance & Ingeniere SA Defence (CMI) memproduksi sistem senjata atau turret untuk kaliber 90 mm dan 105 mm.

"Kerja sama ini dilakukan dengan negara-negara yang memang memiliki kemampuan teknologi persenjataan dan tank terkemuka di dunia. Bentuk kerja sama fleksibel, bisa kerja sama operasi, kerja sama produk, dan membentuk anak usaha bersama," ujarnya.

Silmy yang baru menjabat Dirut Pindad sejak 22 Desember 2014 ini menuturkan, bahwa kerja sama dengan negara tertentu itu selain untuk transfer teknologi juga guna memenuhi kebutuhan alusista dalam negeri.

"Banyak negara yang menawarkan kerja sama tapi kami memilih dengan tiga negara ini," katanya.

Alasan lainnya adalah keterbatasan Pindad dalam hal pendanaan untuk pengembangan produk alutsista sendiri.

Dalam rangka pengembangan produksi alutsista tahun 2015, Pindad membutuhkan dana sekitar Rp 4,7 triliun.

"Sebanyak Rp 700 miliar diharapkan dapat diperoleh dari PMN APBN-P 2015, dari kas internal Rp 100 miliar. Selebihnya tentu diupayakan dari mitra," tegasnya.

Saat ini Komisi VI DPR sedang membahas rencana pengucuran dana PMN sebesar Rp 700 miliar pada 2015 untuk Pindad, yang akan dialokasikan untuk perbaikan lini produksi alutsista sebesar Rp 593,5 miliar, meliputi pengembangan lini amunisi kalber besar dan roket, lini produksi tank dan kendaraan tempur, amunisi kaliber kecil senjata laras panjang dan laras pendek.

Selanjutnya pengembangan bisnis produk industrial untuk mendukung proros maritim Rp 66,5 miliar, meliputi bisnis peledak, bisnis sarana dan pertahanan transportasi.

Sedangkan sebesar Rp 25 miliar dialokasikan untuk pengembangan fasilitas produk dan proses "learning center", serta pengembangan kompetensi sumber daya manusia sebesar Rp 15 miliar.

Jika PMN dikucurkan, Pindad menargetkan pendapatan pada 2019 sebesar Rp 4,035 triliun, naik dari pendapatan tahun 2015 yang diproyeksikan sebesar Rp 2,1 triliun.

Sementara laba bersih Pindad diperkirakan Rp 200,7 miliar pada 2019, tumbuh dari tahun 2015 yang diperkirakan Rp 85,3 triliun.

  ♞ detik | Antara  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.