Jumat, 27 Februari 2015

☆ Tatang Koswara

'Indonesian Sniper' yang Pernah Beroperasi di Timor Leste Anda sudah menonton film American Sniper? Atau Enemy at The Gates? Dua film sniper itu diangkat dari kisah nyata. American Sniper menceritakan kisah Chris Kyle seorang marinir Amerika yang beroperasi di Irak. Kyle bahkan mendapat julukan Setan Ramadi.

Kemudian dalam film Enemy at The Gates mengisahkan sniper Soviet di perang dunia kedua Vasily Zaytsev. Ketepatannya menembak dalam pertempuran Stalingrad membuat tentara Jerman gentar mendengar namanya.

Indonesia juga punya seorang sniper, namanya Tatang Koswara. Kini pria asal Bandung itu berusia 68 tahun, namun dia tetap bugar. Ingatannya pun masih kuat.

Saat majalah detik menemui Tatang, dengan penuh ekspresi kakek tujuh cucu itu mengisahkan pengalamannya bertempur di Timor Timur pada 1977-1978. Remexio, Lautem, Viqueque, Aileu, Becilau, dan Bobonaro adalah daerah operasinya di bawah komando Letnan Kolonel Edi Sudrajat.

"Saya waktu itu menjadi pengawal Pak Edi, sekaligus ditugasi sebagai sniper," kata Tatang saat ditemui majalahdetik di kediamannya di lingkungan Kompleks TNI Angkatan Laut, Cibaduyut-Bandung, Selasa (3/2).

Meski di tanah air tak banyak yang mengenalnya, di dunia militer internasional justru mengakui reputasi Tatang sebagai sniper. Dalam buku 'Sniper Training, Techniques and Weapons' karya Peter Brokersmith yang terbit pada 2000, nama Tatang berada di urutan ke-14 sniper hebat dunia.

Di situ disebutkan bila Tatang dalam tugasnya berhasil melumpuhkan sebanyak 41 target orang-orang Fretilin.

"Itu sebetulnya cuma dalam satu misi operasi. Saya pernah tiga kali menjalankan misi, termasuk seorang diri," ujar Tatang yang memiliki sandi S-3 alias 'Siluman 3'.

Kata siluman dimaksudkan karena misi yang diembannya bersifat sangat rahasia. Sementara angka tiga merujuk ranking yang didapatnya saat mengikuti pendidikan sniper dari Kapten Conway anggota Green Barets Amerika Serikat pada 1973.
Saya Biasa Menembak Kepala! Tatang Koswara kini sudah pensiun dari TNI. Usianya pun sudah 68 tahun, namun dia tetap bugar, ingatannya juga masih kuat. Pada 1977-1978, Tatang beroperasi di Timor Leste melawan pasukan fretilin di bawah komando Letnan Kolonel Edi Sudrajat.

Tatang, satu-satunya sniper Indonesia yang diakui dunia. Namanya masuk dalam buku 'Sniper Training, Techniques and Weapons' karya Peter Brokersmith yang terbit pada 2000, nama Tatang berada di urutan ke-14 sniper hebat dunia.

"Saya biasa membidik kepala. Cuma sekali saya menembak bagian jantung, dia pembawa alat komunikasi. Sekali tembak, alat komunikasi rusak orangnya pun langsung ambruk,” kata Tatang yang ditemui majalahdetik, pada 3 Februari lalu.

Tatang biasa menggunakan senjata laras panjang Winchester M-70 selama bertugas. Senjata ini mampu membidik sasaran hingga jarak 900-1000 meter.

Kemahiran menembak Tatang secara alami sudah terlatih sejak remaja. Setiap Jumat, dia biasa membantu orang tuanya berburu bagong (babi hutan) yang kerap merusak lahan pertanian dan perkebunan. Bidikannya lewat senapan locok nyaris tak pernah meleset.

Berbeda dengan warga lain yang biasa bergerombol saat memburu babi, Tatang justru lebih suka menyendiri. Ia juga sengaja mengejar babi yang lari ke hutan.

"Sasaran bergerak lebih menantang saya. Itu terbawa saat memburu Fretilin di Timtim," ujarnya.

Tatang tinggal di Bandung. Sebagai pensiunan dia masih tetap berolahraga untuk menjaga kesehatannya. Tatang sesekali mengisi pelatihan menembak bagi TNI.
Siasat Tatang Sniper Legendaris Indonesia Saat Beraksi di Timor Leste Tatang Koswara (68) tercatat sebagai sniper legendaris asal Indonesia. Pada 1977-1978 dia beroperasi di Timor Timur, kini Timor Leste. Ada lebih dari 40 orang fretilin yang menjadi korban tembakannya.

Ada satu trik unik yang dilakukan Tatang untuk mengelabui pasukan patroli musuh. Dia membuat sepatu khusus dengan alas dalam posisi terbalik sehingga jejak yang ditinggalkan menjadi berbalik arah.

"Cibaduyut kan dikenal sebagai pabrik sepatu, saya juga mampu membuat sendiri," ujar Tatang saat ditemui di rumahnya di kawasan Kodiklat TNI di Bandung, 3 Februari lalu.

masih tampak bugar dan kekar, ingatan Tatang Koswara pun masih jernih. Kakek tujuh cucu ini beroperasi di Remexio, Lautem, Viqueque, Aileu, Becilau, dan Bobonaro di bawah komando Letnan Kolonel Edi Sudrajat.

"Saya pernah tiga kali menjalankan misi, termasuk seorang diri," ujar Tatang yang memiliki sandi S-3 alias 'Siluman 3'.

Tatang pernah terluka dalam satu pertempuran. Dia dikepung musuh dan betisnya tertembak peluru. Dengan gunting yang dia miliki, peluru dia cabut sendiri. Tatang yang seorang sniper ini kemudian bisa lolos dan menembak beberapa musuhnya.

"Sambil bersembunyi di kegelapan, saya congkel sendiri kedua peluru itu dengan gunting kuku," ujar Tatang seraya memperlihatkan bekas luka di kakinya.

Tatang masuk tentara melalui jalur tamtama di Banten pada 1966. Kala itu sebetulnya dia cuma mengantar sang adik, Dadang, yang ingin menjadi tentara. Tapi karena saat di lokasi pendaftaran banyak yang menyarankan agar dirinya ikut, dia pun mendaftar. Saat tes, ternyata cuma dia yang lulus.

Meski punya ijazah Sekolah Teknik (setara SMP), Tatang melamar sebagai prajurit tamtama menggunakan ijazah SR (Sekolah Rakyat) atau Sekolah Dasar. Selang beberapa tahun ia mengikuti penyesuaian pangkat sesuai ijazah yang dimiliknya itu. Sebagai bintara, ia ditempatkan di Pusat Kesenjataan Infantri (Pusenif). Di sana pula ia mendapatkan mengikuti berbagai pelatihan, mulai kualifikasi raider hingga sniper.

Seorang sniper, kata Tatang, harus berani berada di wilayah musuh. Fungsinya antara lain mengacaukan sekaligus melemahkan semangat tempur musuh. Target utama biasanya selain sniper musuh adalah komandan, pembawa senapan mesin, dan pembawa peralatan komunikasi.

Tatang yang biasa menggunakan senjata laras panjang Winchester M-70 selama bertugas. Senjata ini mampu membidik sasaran hingga jarak 900-1000 meter.

Kemahiran menembak Tatang secara alami sudah terlatih sejak remaja. Setiap Jumat, ia biasa membantu orang tuanya berburu bagong (babi hutan) yang kerap merusak lahan pertanian dan perkebunan. Bidikannya lewat senapan locok nyaris tak pernah meleset.

Berbeda dengan warga lain yang biasa bergerombol saat memburu babi, Tatang justru lebih suka menyendiri. dia juga sengaja mengejar babi yang lari ke hutan. "Sasaran bergerak lebih menantang saya. Itu terbawa saat memburu Fretilin di Timtim," ujarnya.

  detik  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.