Rabu, 25 November 2015

Helikopter Presiden Mudah Jadi Sasaran Tembak

http://defence.pk/attachments/aw-jpg.274677/AgustaWestland AW-101 [defence.pk] 

PT Dirgantara Indonesia menyebut helikopter AW-101 buatan Italia mudah menjadi sasaran tembak karena memiliki tiga buah mesin.

"Helikopter AW-101 memiliki tiga engine, sehingga cenderung menimbulkan tanda tingkat kepanasan lebih tinggi dan mudah dideteksi pencari panas (menjadi sasaran tembak senjata dengan pencari panas), berbeda dengan helikopter EC-725 yang hanya dua engine," kata Direktur Produksi PTDI Arie Wibowo di Bandung, Jawa Barat, Rabu (25/11).

Pernyataan Arie menyoal rencana pengadaan helikopter khusus Presiden dan Wakil Presiden yang menuai pro dan kontra. TNI AU menginginkan helikopter Presiden dibeli dari Italia yakni jenis AW-101, sedangkan sejumlah kalangan merekomendasikan pembelian helikopter dari PTDI yakni tipe EC-725.

Arie mengatakan pembelian helikopter AW-101 membutuhkan investasi tambahan, berupa pengadaan bengkel, fasilitas penunjang dan pelatihan pilot serta teknisi yang memakan waktu. Sedangkan pembelian EC-725 dipercaya tidak akan membutuhkan investasi tambahan karena EC-725 merupakan pengembangan dari helikopter superpuma yang selama ini digunakan Presiden dan Wakil Presiden RI.

"PTDI sudah mengembangkan superpuma menjadi EC-725, yang teknologinya tidak berbeda jauh dengan AW-101. Dengan EC-725, artinya bisa menggunakan pilot superpuma, penguasaan teknologinya lebih mudah," tuturnya.

Arie menekankan fitur-fitur yang ada pada helikopter EC-725 juga sudah sangat layak untuk VVIP sekelas kepala negara. Helikopter jenis ini sudah digunakan oleh sedikitnya 32 kepala negara di seluruh dunia. "Di setiap unit helikopter EC-725 PTDI terlibat dalam pembuatan fuselage (badan) dan tailboom (buntut) serta melakukan kustomisasi sendiri," jelasnya. Menurut Arie, helikopter untuk kepala negara seyogyanya dibuat dan dirakit di negara asal, agar menjamin keamanan kepala negara. Dia menyampaikan apabila Presiden berminat menggunakan helikopter EC-725 maka PTDI siap menyelesaikannya pada akhir tahun 2016.

 PT DI Siap Bersaing untuk Pengadaan Helikopter Kepresidenan 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQKbfshcLggBJcKqCvtdYFx8qOzB3xlImxbomorU93Syp9dQ3oDcq8nhA22yYL8kNvqloSPipf2ZbFQwZa_sA_udRqAnEnJc2mVrMLQuy6wOwa9MPMRxBQk4pf-D4u0HEQ2AvXJjSL17-n/s1600/2015-11-25_16.47.04defence.pk.jpgHelikopter EC 725 produksi PT DI [defence.pk] 

PT Dirgantara Indonesia (DI) memproduksi helikopter teknologi tinggi EC-725 atau Super Cougar. Pesawat ini bisa dipakai untuk pesawat kepresidenan pengganti Super Puma dan siap bersaing dengan pesawat sejenis seperti helikopter AW-101 buatan Italia.

"Pesawat ini cocok untuk VVIP kepresidenan," ujar Direktur Produksi Arie Wibowo kepada wartawan usai menemani rombongan calon dubes untuk berbagai negara di PT DI, Jalan Padjadjaran, Bandung, Rabu (25/11/2015).

Meski lisensinya AeroCopter, namun sebagian besar produksi pesawat ini seperti badan pesawat dan ekor dilakukan di PT DI. "Lokal kontennya sekitar 20-30 persen," kata Arie.

Menurutnya dari sisi teknologi dan kelengkapan pengamanan pesawat, heli EC-725 bisa bersaing dengan pesawat AW-101. "EC-725 secara garis besar teknologinya sama dengan AW-101. Engine EC-725 sudah standar untuk kepresindenan. Fitur-fiturnya juga bagus VVIP," bebernya.

Arie menjelaskan EC 725 merupakan kerjasama PT DI dengan Airbus Helicopters selama 10 tahun, sejak 2013. PT DI memproduksi bagian badan pesawat atau fuselage dan tail boom (ekor). "Setiap tahun kita kirim ke airbus 10 fuselage dan 15 tail boom," jelasnya. Sementara untuk lisensinya dari AeroCopter, sama dengan Super Puma.
https://img.okezone.com/content/2015/11/25/337/1255780/ini-alasan-pt-dirgantara-indonesia-kesampingkan-heli-italia-5aj8DPMAnM.jpgHelikopter produksi PT DI pesanan TNI AU [defence.pk] 

Seperti diketahui, tahun depan TNI AU akan menganggarkan pembelian helikopter VVIP kepresidenan. Dikabarkan TNI AU akan membeli helikopter buatan Italia AW101 untuk menggantikan Super Puma yang selama ini dipakai. "Soal ini kita tidak tahu sebenarnya, belum ada informasi soal lelang pengadaan pesawat jenis ini," kata Arie.

Namun, kata Arie, PT DI pada prinsipnya siap apabila pemerintah dalam hal ini TNI AU memutuskan untuk membeli EC-725. "Memang sebaiknya helikopter kepresidenan dibuat di dalam negeri untuk menjaga kerahasiaan," tandas Arie.

Hal itu diamini Direktur Teknologi dan Pengembangan Andi Alisjahbana. Menurutnya promosi produk dalam negeri yang terbaik adalah menggunakan produk sendiri.

Ditambahkan Direktur Komersial dan Restrukturisasi Budiman Saleh, dari segi harga pun jauh lebih murah. Untuk heli EC-725 combat SAR dijual sekitar 25-26 juta euro. Sementara untuk pesawat VVIP kepresidenan, harganya ditambah 10 juta euro. "Jadi ya sekitar 35 juta euro," katanya. Sementara AW-101 sekitar 50 juta euro. (ern/rna)
  Helikopter VVIP Pilihan TNI Terlalu Bagus http://defence.pk/attachments/puma2-jpg.274704/Helikopter EC 725 produksi PT DI [defence.pk] 

Pakar penerbangan Gerry Soejatman menyatakan permintaan Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat agar Tentara Nasional Indonesia mengkaji ulang pembelian helikopter AgustaWestland AW101 untuk very very important person (VVIP), masuk akal.

Menurut saya, AW101 bagus, cuma mungkin terlalu bagus. Membeli helikopter VVIP ini ibarat memilih mobil pejabat, mau Mercy atau Rolls-Royce? Dua-duanya bagus, tapi salah satu terlalu bagus,” kata Gerry kepada CNN Indonesia, Rabu (25/11).

Secara terpisah, anggota Komisi I Tubagus Hasanuddin mengatakan harga helikopter VVIP AgustaWestland AW101 yang dipilih TNI terlalu mahal, yakni US$ 55 juta atau setara dengan Rp 752 miliar lebih.

Mantan perwira tinggi TNI Angkatan Darat itu lantas menyodorkan alternatif baru, yakni Airbus Helicopter H225 Super Puma yang juga dikenal dengan sebutan Eurocopter EC225.

Alasan Hasanuddin menyodorkan EC225 ialah karena helikopter tersebut diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia yang berbasis di Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Dengan kata lain, EC225 merupakan helikopter buatan anak negeri dengan harga lebih terjangkau, yakni US$ 35 juta.

Lisensi EC225 memang dipegang oleh Airbus Helicopter yang bermarkas di Perancis, namun desain dan produksinya ditangani oleh PT DI.

Melihat dua helikopter tersebut, EC225 dan AW101, Gerry berkomentar singkat. “Super Puma dipakai 32 kepala negara, sedangkan AW101 cuma dipakai empat negara. Dari situ kita bisa menilai sendiri,” kata dia.

EC225 antara lain digunakan oleh Argentina, Perancis, Jepang, Oman, China, dan Vietnam untuk keperluan militer; serta Aljazair, Kanada, Malaysia, Spanyol, dan Inggris untuk keperluan sipil. Sementara AW101 untuk VVIP dioperasikan oleh Arab Saudi, Aljazair, Nigeria, dan Turkmenistan.

AW101 pernah menjadi calon helikopter operasional Presiden Amerika Serikat. “AS sudah sempat pesan, lalu harus customization (disesuaikan) lagi karena hendak dipasangi teknologi lebih canggih. Setelah dikaji lagi total harga satu unit helikopter hasil customization, ternyata menurut AS itu kemahalan sehingga mereka membatalkan pesanan,” ujar Gerry.

AgustaWestland AW101 merupakan helikopter pabrikan perusahan gabungan Inggris dan Italia. Helikopter yang memiliki teknologi mutakhir dengan desain interior mewah dan nyaman itu akan difungsikan sebagai kendaraan operasional pejabat tinggi negara di RI, termasuk tamu negara selevel presiden dan wakil presiden.

TNI sudah merencanakan pembelian helikopter VVIP sebelum Jokowi dilantik sebagai Presiden RI pada Oktober 2014. TNI menargetkan memiliki enam helikopter VVIP yang pengadaannya dilakukan bertahap sesuai kemampuan anggaran pemerintah RI.

Saat ini perakitan satu helikopter AgustaWestland AW101 yang dipesan TNI telah mencapai tahap akhir. Sebelum pembayaran dan pengiriman, TNI AU akan menerbangkan sejumlah pilot dan teknisi ke pabrik AgustaWestland di Italia untuk mempelajari cara kerja helikopter itu.

TNI tak hanya menggelar pengadaan helikopter VVIP, tapi juga helikopter serbu dan helikopter antikapal selam. Seluruh pembelian alat utama sistem senjata (alutsista) itu masuk Rencana Strategi TNI 2015-2019.

  Republika | detik | CNN  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.