Rabu, 25 November 2015

[World] Insiden Jet Rusia

Obama, Hollande Tekan Rusia Soal Penembakan Jethttp://images.cnnindonesia.com/visual/2015/11/25/a9b7996e-09b8-4333-95a1-4a12d3645091_169.jpg?w=650Rusia marah besar karena jet tempunya ditembak jatuh Turki, namun AS dan Perancis minta Rusia konsentrasi ke ISIS. (Reuters TV/Haberturk TV) 

Presiden Amerika dan Presiden Perancis menekan Rusia untuk memusatkan serangan pada militan ISIS setelah Turki meningkatkan ketegangan di wilayah dengan menjatuhkan satu pesat Rusia.

Barack Obama dan Francois Hollande juga mendesak Rusia dan Turki untuk tidak membuat situasi semakin memanas setelah Turki yang merupakan sekutu NATO, mengatakan telah menembak jatuh satu pesawat tempur Rusia di dekat perbatasan Turki-Suriah setelah berulang kali melanggar wilayah udaranya.

Obama mengatakan Amerika Serikat tidak memiliki informasi yang cukup untuk mengambil kesimpulan atas insiden tersebut, tetapi menambahkan konfrontasi seperti itu bisa dicegah jika Rusia berhenti menyerang pemberontak “moderat” Suriah yang berperang melawan pasukan yang setia pada Presiden Bashar al-Assad.

Insiden ini memperlihatkan masalah yang ada dalam operasi Rusia itu, dalam arti mereka bertindak terlalu dekat dengan perbatasan Turki dan mereka mensasar oposisi moderat yang tidak hanya didukung oleh Turki tetapi juga negara lain,” kata Obama, Selasa (24/11).

Presiden Amerika ini mengatakan jika Rusia mengerahkan kekuatannya untuk menyerang pasukan ISIS, “sebagian dari konflik atau kesalahan yang mungkin terjadi atau peningkatan ketegangan tidak akan terjadi.

Rusia mendukung pemerintah Assad, sementara negara-negara Barat bersikeras Assad harus turun agar tercipta perdamaian di Suriah.

Seorang pejabat AS yang tidak mau disebutkan namanya, mengatakan kepada Reuters bahwa AS yakin jet Rusia itu berada di wilayah udara Suriah setelah sebelumnya sempat memasuki wilayah udara Turki dalam waktu yang tidak lama.

Dia mengatakan penilaian ini diambil berdasarkan jejak panas jet itu.

Rusia mengecam tindakan Turki dan bersumpah akan mengambil aksi balasan.

Gedung Putih mengatakan Obama sudah menghubungi Presiden Turki Tayip Erdogan untuk membicarakan upaya mengendorkan ketegangan akibat insiden ini.

Obama menyatakan “AS dan NATO mendukung hak Turki membela kedaulatannya,” seperti yang diungkap dalam keterangan tertulis Gedung Putih.

Obama dan Hollande berbicara dalam jumpa pers bersama di Gedung Putih pada Selasa (24/11) ketika presiden Perancis ini berkunjung ke Washington untuk mengkoordinasikan kampanye miiter terhadap ISIS setelah serangan di Paris yang menewaskan 129 orang.

Hollande akan bertemu dengan Presiden Vladimir Putin di Moskow pada Kamis (26/11) yang merupakan bagian dari serangkaian pembicaraan untuk meningkatkan tekanan internasional terhadap ISIS.

Saya akan meminta Presiden Putin, seperti yang sudah saya lakukan sebelumnya…bahwa serangan harus mensasar ISIS, melawan terorisme,” kata Hollande.

France mengatakan bahwa agar ada kerjasama lebih erat dengan Rusia, Moskow harus menghentikan aksi Assad mengebom warga sipil dan memusatkan perhatian hanya pada ISIS serta kelompok-kelompok serupa, dan berkomitmen mencari solusi politik tanpa mengikutsertakan Assad. (Reuters/yns)
NATO Tegaskan Solidaritas kepada Turki Usai Insiden Jet Rusiahttp://images.cnnindonesia.com/visual/2015/11/25/c0356551-e04e-48da-9719-806f67fc1cec_169.jpg?w=650NATO menegaskan solidaritasnya kepada Turki usai negara itu menembak jatuh jet Rusia yang dituding melanggar batas wilayah mereka. (Reuters/Francois Lenoir) 

NATO menegaskan solidaritasnya kepada Turki usai negara itu menembak jatuh jet Rusia yang dituding melanggar batas wilayah mereka. Namun organisasi aliansi negara Atlantik utara itu mengimbau agar kedua negara meredam ketegangan.

Usai Turki menumbangkan jet Rusia, Selasa (24/11), NATO melakukan rapat darurat. NATO menyatakan berada di pihak Turki setelah mendapatkan hasil penilaian dari beberapa negara anggota. Salah satunya Amerika Serikat yang menegaskan Turki berhak melindungi batas wilayah mereka.

Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menyerukan kedua negara tetap "tenang dan meredam ketegangan". Dia menyayangkan tindakan Rusia yang sebelumnya selalu menganggu wilayah perbatasan negara anggota NATO. Jet Rusia diketahui kerap dicegat saat memasuki wilayah negara lain.

"Sebelumnya saya telah menyampaikan keprihatinan tentang kemungkinan dampak dari aksi militer Rusia dekat perbatasan NATO. Hal ini menekankan pentingnya memiliki dan mematuhi kesepakatan untuk menghindari insiden seperti ini di masa depan," kata Stoltenberg.

NATO, lanjut dia, menegaskan solidaritas pada Turki sebagai negara anggota. Sejak dibentuk tahun 1949, ke-28 negara NATO di Amerika Utara dan Eropa telah menyatakan akan membela secara militer jika ada anggotanya yang diserang.

"Seperti sebelumnya dengan jelas kami nyatakan, kami menegaskan solidaritas dengan Turki dan mendukung integritas wilayah sekutu NATO kami, Turki," ujar Stoltenberg.

Kendati tidak ada satupun yang membela aksi Rusia, namun banyak diplomat NATO menyayangkan tindakan Turki yang menurut mereka gegabah. Kepada Reuters, diplomat yang tidak disebut namanya mengatakan, Turki seharusnya tidak perlu menembak jet Rusia, namun mencegat dan mengawalnya keluar wilayah mereka.

"Ada cara lain untuk mengatasi insiden semacam ini," ujar diplomat NATO.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa pesawat asing telah berkali-kali memasuki wilayah mereka. Sebelumnya, kata Erdogan, mereka telah mencoba menanganinya dengan kepala dingin demi mencegah insiden.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon mengomentari insiden itu berharap kedua negara dapat mengambil keputusan yang bisa meredakan ketegangan. "Dia (Ban) berharap peninjauan yang mendalam dan kredibel bisa mengklarifikasi insiden itu dan membantu mencegah peristiwa yang sama di masa depan," ujar juru bicara Ban, Stephane Dujarric. (stu)
Wacana Perang Dunia III Mencuathttp://images.cnnindonesia.com/visual/2015/11/25/23815c81-07b0-40ea-b700-2948ac9c48a3_169.jpg?w=650Wacana soal Perang Dunia III bisa dipahami karena insiden jet tempur bukan hanya soal Turki dan Rusia, tapi melibatkan gerbong besar di belakangnya. (Reuters/Kayhan Ozer) 

Usai jatuhnya jet Rusia akibat diroket pesawat tempur Turki, jagad maya ramai membicarakan kemungkinan akan terjadinya Perang Dunia III. Bahkan hal ini sempat menjadi trending topic di Twitter, namun dengan nuansa setengah bercanda, lengkap dengan meme.

"Perang Dunia II adalah kasus langka saat sekuel lebih baik. Melakukan Perang Dunia III akan merusak waralabanya #SayNoToTheTrilogy," tulis seorang pengguna akun Twitter, @harrichun.

Wacana soal Perang Dunia III bisa dipahami karena insiden yang terjadi pada Selasa lalu bukan hanya soal Turki dan Rusia, tapi juga dilatari konflik Suriah serta banyak negara lain yang berperang di dalamnya.

Rusia saat ini berperang di Suriah untuk membantu rezim Bashar al-Assad menggempur pasukan pemberontak. Sementara Turki, berada bersama pasukan koalisi Barat pimpinan Amerika serikat, tengah menyerang ISIS di Suriah dan Irak serta mendorong jatuhnya rezim Assad.

Selain itu, dikhawatirkan Rusia akan melancarkan serangan balasan ke Turki yang berarti perang. Jika demikian, Turki sebagai anggota NATO akan mendapatkan dukungan militer dari 27 negara dengan teknologi tempur canggih lainnya di Amerika Utara dan Eropa, sebagai salah satu komitmen organisasi aliansi Atlantik utara itu.

Frida Ghitis, kolumnis untuk Miami Herald dan World Politic Review dalam tulisan opininya di CNN mengatakan bahwa jika jatuhnya jet Rusia oleh Turki terjadi pada masa Perang Dingin, maka kemungkinan besar akan berujung pada perang nuklir. Tapi tidak di masa sekarang.

"Beruntung konflik itu telah usai. Alih-alih menekan kode nuklir, Presiden Rusia Vladimir Putin mengadakan pertemuan darurat di Dewan Keamanan PBB sementara NATO mengadakan rapat mendadak sendiri," tulis Ghitis.

Berbagai pengamat mayoritas satu suara mengatakan bahwa Perang Dunia III tidak akan terjadi. Pasalnya, Rusia sejauh ini hanya melontarkan kecaman dan menempuh cara diplomatik dalam membalas Turki.

Presiden Rusia Vladimir Putin dalam komentarnya menyebut Turki "menikam dari belakang" dan mengatakan negara pimpinan Recep Tayyip Erdogan itu sebagai "sekutu teroris."

Serangan diplomatik telah dilancarkan. Menteri luar negeri Rusia membatalkan lawatan ke Turki pekan ini. Kementerian Pertahanan Rusia memutuskan sementara hubungan militer kedua negara.

 Tidak akan berlarut-larut 

Mark Galeotti, ahli keamanan Rusia di New York University dalam blog-nya memprediksi ketegangan diplomatik antara Rusia dan Turki serta para sekutu di belakangnya tidak akan berlangsung lama, apalagi sampai berujung kontak senjata.

"Saya menduga, baik Moskow, atau setidaknya, kekuatan Eropa di NATO tidak akan membiarkan hal ini berlarut-larut." kata Galeotti.

"Rusia tidak bisa menang dalam perang diplomatik panas melawan banyak negara, dan Eropa jelas ingin Moskow jadi bagian solusi konflik Suriah dan juga Ukraina. Dan sejujurnya, banyak yang mengkhawatirkan Turki, soal agenda dan perannya di kawasan," lanjut dia lagi.

Namun pengamat Timur Tengah dari lembaga think tank Inggris, Royal United Service Institute, Shashank Joshi, mengatakan situasi yang ada saat ini sangat berbahaya dan rawan agresi militer. Menurut dia sebuah konflik parah, seperti Perang Dunia, biasanya bermula saat ada aliansi besar di belakangnya.

"Situasi sangat berbahaya karena Rusia kemungkinan akan sengaja menyelidiki soal wilayah udara Turki dengan alasan militer atau politik," kata Joshi, dikutip dari The Independent.

Lembaga pengamat konflik bersenjata, IHS Janes Terrorism and Insurgency Center, dalam pernyataannya mengatakan bahwa ketegangan antara Turki dan Suriah sepertinya hanya akan terbatas ke dua negara ini saja, sementara dengan negara lain hanya berkutat di ranah diplomasi.

"Implikasi dari peristiwa ini sepertinya terbatas pada krisis diplomatik. Namun, insiden seperti ini di masa depan antara Turki dan Rusia sangat mungkin terjadi, karena kedua negara menolak untuk mundur," ujar pengamatan IHS Janes Terrorism and Insurgency Center, seperti dikutip dari NBC News.

Insiden ini juga terjadi di tengah meregangnya hubungan antara Rusia dan Barat, menambah lebarnya jurang perselisihan kedua kubu. Sebelumnya, Barat geram pada Rusia yang telah mencaplok Crimea dan kian membakar konflik di Ukraina, berujung sanksi ekonomi dan embargo.

Professor hubungan internasional dari Anglia Ruskin University di Inggris, Ian Shields, mengatakan Rusia akan menahan diri untuk tidak bereaksi lebih lanjut, terutama melakukan agresi militer, karena khawatir AS dan Eropa akan menjatuhkan sanksi ekonomi lagi.

"Rusia akan kalah dalam hal ini, dan akan terluka lagi, jika terlampau jauh dan AS serta Eropa akan meningkatkan tekanan ekonomi. Kita sekarang jauh saling bergantung secara ekonomi dibanding sebelumnya," ujar Shields. (stu)
NATO Mendukung Terorishttp://images.cnnindonesia.com/visual/2015/11/25/40c695cb-d830-408c-a91a-e09e279dc53b_169.jpg?w=650Turki dalam surat yang ditujukan kepada Dewan Keamanan PBB mengatakan bahwa mereka menembak jet Rusia di dalam wilayah udara Turki, sedang Rusia mengklaim pesawatnya ditembak di wilayah Suriah. (Reuters TV/Haberturk) 

NATO langsung menegaskan solidaritasnya kepada Turki usai negara itu menembak jatuh jet Rusia yang dituding melanggar batas wilayah mereka pada Selasa (24/11). Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikail Galuzin, menganggap dukungan tersebut sebagai cerminan bahwa NATO mendukung terorisme.

Dalam jumpa pers di kediamannya di Jakarta, Rabu (25/11), Galuzin menjabarkan bahwa pesawat Su-24 milik Rusia tersebut sedang menjalankan misi penggempuran terhadap ISIS di dekat perbatasan Suriah saat ditembak jet tempur F16 Turki.

"Saat sedang melakukan upaya pemberantasan ISIS di wilayah Suriah, Turki menembak pesawat Rusia. Saya tegaskan sekali lagi di wilayah Suriah, bukan di wilayah Turki. Ditembak di jarak satu kilometer dari perbatasan Turki dan jatuh 4 kilometer dari sana," ujar Galuzin.

Galuzin juga menampik tudingan Turki yang mengatakan bahwa pesawat Rusia tersebut sempat memasuki wilayah udara mereka selama 17 detik.

"Data penerbangan Kementerian Pertahanan Rusia jelas menunjukkan, pesawat itu terus, dan tidak pernah keluar dari wilayah Suriah. Turki juga menembaknya di wilayah Suriah," kata Galuzin.

Ia lantas melontarkan tudingan kerasnya terhadap sikap Turki dan NATO yang mendukung di belakangnya.

"Saya pikir, mereka takut ketika melihat Rusia benar-benar ingin menghancurkan ISIS. Mereka tidak mau ISIS dihancurkan Rusia. Dengan demikian, NATO mendukung terorisme," ucap Galuzin.

Terlebih lagi, kata Galuzin, data intelijen Rusia mengindikasikan bahwa minyak ilegal yang diproduksi ISIS ternyata dikirimkan ke Turki. "Turki kemudian menjualnya ke berbagai negara lain," ucapnya.

Semua sikap Turki ini, kata Galuzin, akan berpengaruh sangat serius terhadap hubungan kedua negara. Hal tersebut sudah dapat dilihat dari beberapa keputusan Rusia.

"Di hari yang sama saat pesawat ditembak, Menlu Rusia sebenarnya dijadwalkan mengadakan pertemuan di Turki, tapi langsung dibatalkan. Kami juga mengimbau warga kami untuk tidak pergi ke Turki. Awalnya, Turki adalah teman baik kami, tapi sekarang tidak," katanya.

Berbeda dengan Rusia, Turki dalam surat yang ditujukan kepada Dewan Keamanan PBB mengatakan bahwa mereka menembak jet Rusia di dalam wilayah udara Turki. Bersama pesawat kedua, jet itu terbang sekitar 1,6 kilometer selama 17 detik meski telah diperingatkan sebanyak 10 kali. (stu)
Rusia Tak Ingin Mengulang Perang Dingin http://data.tribunnews.com/foto/images/preview/20140314_150337_kampus-universitas-pertahanan-bukit-hambalang.jpgPejabat keamanan Turki mengatakan bahwa pesawat Rusia tersebut melanggar batas wilayah udara dengan memasuki langit Turki selama 17 detik. (Reuters/Sadettin Molla) 

Setelah NATO menyatakan sikapnya atas insiden jatuhnya jet Rusia akibat diroket pesawat tempur Turki, kemungkinan akan terulangnya Perang Dingin mencuat. Namun, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikail Galuzin, mengatakan bahwa pihaknya tak ingin hal tersebut terjadi.

"Kami sudah belajar dari Perang Dingin dan tak ingin hal itu terjadi," ujar Galuzin dalam jumpa pers di kediamannya di Jakarta, Rabu (25/11).

Namun, yang menjadi masalah menurut Galuzin adalah pola pikir NATO masih sama dengan saat masa Perang Dingin.

"Mental mereka masih ingin cari musuh untuk memantapkan posisi mereka. Mereka harus menghentikan mental itu. Mental itu seharusnya sudah dilupakan," tutur Galuzin.

Ia pun kembali menegaskan sikap Rusia yang sebenarnya sangat ingin bekerja sama dengan Amerika Serikat untuk melawan terorisme.

"Kami tidak memandang AS sebagai musuh. Kami ingin bekerja sama untuk memerangi terorisme. Kami juga sudah menyepakati kerja sama koordinasi agar tidak terjadi kecelakaan antara koalisi AS dan Rusia di Suriah, tapi perjanjian itu dilanggar sendiri oleh Turki sebagai salah satu anggota koalisi AS," ucap Galuzin.

Menurut Galuzin, pelanggaran tersebut dapat dilihat dari insiden penembakan pesawat Su-24 Rusia saat sedang menjalankan misi penggempuran ISIS di dekat perbatasan Suriah dengan Turki.

Pejabat keamanan Turki mengatakan bahwa pesawat Rusia tersebut melanggar batas wilayah udara dengan memasuki langit Turki selama 17 detik.

Namun, Galuzin menampik tudingan tersebut dengan berkata, "Data penerbangan Kementerian Pertahanan Rusia jelas menunjukkan, pesawat itu terus, dan tidak pernah keluar dari wilayah Suriah. Turki juga menembaknya di wilayah Suriah."

Ia lantas melontarkan tudingan kerasnya terhadap sikap Turki dan NATO yang mendukung di belakangnya.

Kendati demikian, di akhir pembicaraannya, Galuzin kembali meminta agar NATO menghentikan sikap masa lalunya.

"Dengan seperti ini, semua akan lebih buruk. Tinggalkan mental masa Perang Dingin. Mari bekerja sama menjaga stabilitas dan perdamaian internasional," katanya. (stu)

  CNN  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.