Jumat, 01 April 2016

Abu Sayyaf Lanjutkan Tradisi Bajak Laut di Sulu

Sandera 10 WNI & Warga Asing http://images.cnnindonesia.com/visual/2016/03/29/418c0d41-44e8-41c6-a3f5-e018838aab36_169.jpg?w=650Kapal pembawa batu bara yang berangkat dari Banjarmasin menuju Filipina itu dibajak pada Senin malam pekan ini di perairan Sulu. (Facebook/Peter Tonsen Barahama) ☆

Kelompok militan Abu Sayyaf membajak dan menculik 10 WNI dari perairan Filipina pekan ini. Pembajakan di wilayah ini memang telah menjadi momok sejak lama.

Menurut pengamat terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib, pembajakan kapal telah dilakukan Abu Sayyaf sejak tahun 1994. Wilayah Filipina Selatan, salah satunya Sulu, yang didiami Abu Sayyaf memang memiliki tradisi lama, yaitu pembajakan kapal.

"Pembajakan di laut sudah mereka lakukan lama, sejak tahun 1994 sudah dimulai. Ini memang tradisi mereka sebagai bangsa bajak laut," kata Habib kepada CNN Indonesia.com, Kamis (31/3).

"Sulu itu suku pelaut, dan mereka memang menghidupi diri dengan membajak sejak tahun 1800-an," lanjut Habib.

Kapal pembawa batu bara yang berangkat dari Banjarmasin menuju Filipina itu dibajak pada Senin (27/3) malam di perairan Sulu. Menurut laporan Filipina, dua anggota Abu Sayyaf naik ke kapal itu dan membajaknya.

Kelompok yang telah berbaiat kepada ISIS ini meminta imbalan sekitar Rp15 miliar kepada pemerintah Indonesia untuk pembebasan para WNI.

Menurut Habib, peristiwa kali ini cukup mengagetkan. Pasalnya, dalam 3-4 tahun terakhir Abu Sayyaf tidak lagi melakukan pembajakan, melainkan penculikan dan penyerangan di darat.

"Kapal itu membawa batu bara senilai Rp4 miliar, dan WNI 10 orang, jumlah tebusannya juga cukup besar," kata Habib.

Insiden di laut yang melibatkan Abu Sayyaf terakhir kali terjadi pada Desember 2011, saat warga Australia, Warren Rodwell diculik dari rumah kapalnya di Zamboanga Sibugay.

Rodwell dibebaskan pada 23 Maret 2013 dalam keadaan sangat lemah. Dia bebas setelah dibayarkan tebusan sebesar 4 juta peso atau lebih dari Rp 1 miliar.

 Mendompleng ISIS 

Habib menjelaskan, Abu Sayyaf memiliki 300-400 personel yang terbagi menjadi 16 kelompok kecil di empat provinsi, yaitu Tawi-tawi, Jolo, Sulu dan Basilan.

Pembagian ke dalam kelompok kecil ini dimaksudkan agar Abu Sayyaf tetap berdiri walau kelompok mereka di suatu wilayah dihancurkan.

"Selama ini mereka mengandalkan penculikan untuk membeli senjata dan uang tebusan. Uang ini juga ditukar logistik, suplai amunisi, ini khas Abu Sayyaf," lanjut Habib.

Abu Sayyaf berbaiat pada ISIS pada Agustus 2014. Menurut Habib, ini adalah strategi Abu Sayyaf sebagai kelompok militan kecil untuk mendompleng organisasi teroris yang lebih besar.

"Karakternya selalu mendompleng gerakan yang lebih besar. Dulu Abu Sayyaf mendompleng al-Qaidah, berlindung di balik bendera kelompok itu. Ini strategi mereka," ujar Habib.

Ideologi Abu Sayyaf, lanjut dia, juga selalu berubah-ubah.

"Tahun 1991 ideologi mereka adalah memerdekakan Filipina selatan. Tahun 2001 mereka menganut ideologi bandit, dengan menculik dan merampok. Akibatnya terjadi perpecahan faksi," jelas dia. (ama)

 Juga Sandera Belasan Warga Asing 

Selain 10 Warga Negara Indonesia (WNI), sejumlah warga negara asing lainnya juga disandera kelompok Abu Sayyaf hingga kini. Warga negara asing yang masih disekap itu terdiri atas warga Kanada, Italia dan Belanda.

Seperti dilansir media lokal Filipina, inquirer.net, Kamis (31/3/2016), warga negara asing yang diculik kelompok Abu Sayyaf terdiri atas warga negara Belanda Ewold Horn, warga Jepang Toshio Ito yang juga dikenal sebagai pemburu harta karun, warga China Yahong Tan Lim, dua warga Kanada John Ridsdel dan Robert Hall, warga Norwegia Kjartan Seekingstand dan warga Italia Rolando del Torchio.

Sedikitnya tujuh warga Filipina juga dilaporkan masih diculik kelompok yang sama. Mereka terdiri atas Hajan Perong dan Joshua Bani yang merupakan pedagang ikan dari Tawi Tawi, pengusaha Filipina Dennis Cabadunga, kemudian Antonio Tan dan cucunya Ray yang merupakan pengusaha keturunan Filipina-China, lalu Ronnie Bancale yang disebut sebagai pedagang ikan, dan warga Filipina bernama Marites Flor.

Bersama 10 WNI yang disandera, berarti total ada 24 sandera yang kini disekap kelompok Abu Sayyaf. Tidak diketahui pasti sejak kapan belasan warga negara asing dan juga warga Filipina itu disandera kelompok ini.

"AFP (Angkatan Bersenjata Filipina) melakukan semua hal yang bisa dilakukan untuk mengidentifikasi kelompok di balik ini semua dan menyelamatkan para korban," ucap juru bicara AFP, Brigadir Jenderal Restituto Padilla kepada wartawan setempat.

Kelompok Abu Sayyaf yang memisahkan diri dari masyarakat, dikenal akan aksi keji pengeboman, penculikan hingga pemenggalan korbannya. Kelompok ini mengklaim menyandera 10 WNI yang merupakan awak kapal tugboat Brahma 12 yang menarik kapal tongkang Anand 12 yang berisi 7 ribu ton batubara.

Kelompok ini meminta tebusan sebesar 50 juta peso atau setara Rp 15 miliar. Mereka juga memberikan ultimatum agar tebusan dibayarkan paling telat 8 April 2016. Apabila tidak dipenuhi, maka sandera akan dibunuh.

Sementara itu, militer Filipina atau AFP menolak tawaran militer dan polisi Indonesia untuk membantu upaya penyelamatan 10 WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf. "Sesuai konstitusi kami, kami tidak mengizinkan keberadaan militer (negara lain) di wilayah ini tanpa perjanjian," ucap Padilla. (nvc/ita)

  CNN | detik 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.