Senin, 02 Mei 2016

Pemerintah Masih Bekerja Bebaskan Empat ABK

Sejumlah anak buah kapal (ABK) WNI yang menjadi korban sandera kelompok militan Abu Sayyaf, berjabat tangan dengan perwakilan Pemerintah saat tiba di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu (1/5/2016). Sepuluh orang ABK Indonesia yang disandera kelompok militan Abu Sayyaf telah berhasil bebas dan tiba di Indonesia. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

M
enteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi mengatakan bahwa pemerintah Indonesia masih terus bekerja bersama berbagai pihak dalam upaya pembebasan empat warga negara Indonesia (WNI) anak buah kapal (ABK) kapal TB Henry yang masih disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

"Kita masih bekerja keras untuk pembebasan empat ABK WNI lainnya yang juga ditawan di Filipina," kata Menlu Retno di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin.

Pernyataan tersebut disampaikan Menlu RI dalam acara penyerahan 10 ABK WNI korban sandera kelompok Abu Sayyaf yang telah berhasil diselamatkan dan kembali ke Tanah Air.

Menurut Retno, pemerintah akan menggunakan berbagai cara dan strategi untuk dapat membebaskan keempat ABK WNI tersebut.

"Pemerintah Indonesia akan menggunakan semua opsi terbuka untuk dapat membebaskan empat ABK WNI yang masih menjadi sandera," ujarnya.

Ia pun kembali menegaskan bahwa dalam upaya pembebasan, pemerintah tidak akan memberikan uang tebusan kepada kelompok Abu Sayyaf. Namun, pemerintah terus memantau lokasi empat ABK tersebut disandera.

"Pemerintah tidak akan mengeluarkan uang tebusan, tetapi lokasi keempat ABK yang disandera itu terus dipantau dari waktu ke waktu," katanya.

Kelompok Abu Sayyaf telah menawan 14 sandera WNI sejak 23 Maret 2016 lalu, dan penyanderaan tersebut bisa diakhiri dengan pendekatan serta dialog. Sebanyak 10 ABK WNI berhasil dibebaskan, namun empat lainnya masih tertawan.

Selain itu, masih ada 13 sandera lainnya dari sejumlah negara, di antaranya empat warga Malaysia, Jepang, Belanda, Kanada, Norwegia, dan Filipina.

Kelompok bersenjata Abu Sayyaf sebelumnya meminta tebusan sebesar Rp 14,3 miliar kepada pemerintah Indonesia untuk pembebasan sandera WNI tersebut.

 Sandera Kelompok Abu Sayyaf Bebas tanpa Tebusan 

Presiden Joko Widodo memastikan sepuluh warga Indonesia yang disandera selama lebih dari sebulan oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina telah dibebaskan, kemarin. Menurut Presiden, pembebasan 10 WNI itu merupakan hasil kerja sama dengan berbagai pihak, terutama pemerintah Filipina.

Banyak pihak telah bekerja sama membantu, baik formal maupun tidak formal. Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada pemerintah Filipina,” kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Minggu 1 Mei 2016.

Sepuluh WNI, yang merupakan anak buah kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12, dirompak milisi Abu Sayyaf di perairan Tawi-tawi, Filipina Selatan. Insiden ini terjadi ketika kedua kapal tersebut tengah berlayar dari Kalimantan Selatan menuju Filipina pada 26 Maret lalu.

Didampingi Menteri Luar Negeri Retno L.P. Marsudi dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Jokowi juga menegaskan masih mengupayakan pembebasan empat WNI lain yang masih disandera. “Keamanan di perbatasan air dan wilayah sekitarnya juga masih penting. Karena itu, akan ada pertemuan pada 5 Mei antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina,” ujarnya.

Menlu Retno juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat, termasuk jaringan informal. “Perlu disampaikan ini diplomasi total, bukan hanya government to government, tapi juga melibatkan jaringan-jaringan informal,” katanya.

Empat WNI ini merupakan ABK kapal tunda TB Henry dan kapal tongkang Cristi, yang disandera sejak 15 April lalu. Kedua kapal disandera dalam perjalanan kembali dari Cebu, Filipina, menuju Tarakan, Kalimantan Utara. Lima orang berhasil lolos, seorang lainnya dalam perawatan karena tertembak para penyamun.

Mayjen (purnawirawan) Kivlan Zen, salah seorang anggota tim negosiasi, kepada Tempo dari Mindanao, menyatakan pembebasan sandera sepenuhnya karena perundingan, tanpa uang tebusan. “Meski PT Patria Maritime Lines sudah menyiapkan uang. Buat berjaga-jaga jika mereka berubah pikiran,” tuturnya.

Kivlan menambahkan, negosiasi pembebasan mulus lantaran melibatkan Gubernur Zulu Abdsakur Toto Tan II. Toto merupakan keponakan pemimpin Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF), Nur Misuari.

Abu Sayyaf meminta tebusan 50 juta peso atau sekitar Rp 14,3 miliar. Menlu Retno pernah mengatakan pemerintah tidak akan membayar tebusan meski perusahaan tempat para ABK bekerja telah menyiapkan dana. Dalam keterangan pers, kemarin, tidak disebutkan apakah perusahaan pemilik kapal membayar tebusan tersebut.

 PT Brahma International tidak tebus 10 WNI 

PT Brahma International, pemilik kapal tongkang Anand 12 dan kapal tunda Brahma 12 yang ke-10 WNI pelautnya disandera kelompok Abu Sayaff, di Filipina selatan, mengaku tidak mengeluarkan tebusan untuk mereka.

Ke-10 WNI yang ditawan dengan tuntutan uang tebusan Rp 14 miliar itu dibebaskan begitu saja oleh kawanan milisi bersenjata penyandera mereka. Pemerintah Indonesia hanya menyatakan, pembebasan itu berkat diplomasi di semua tingkat dengan melibatkan jaringan formal dan informal.

Selepas pembebasan sandera itu, ada beberapa pihak yang mengklaim secara terbuka berkontribusi atas pembebasan sandera itu, termasuk jaringan media massa nasional dan partai politik baru.

"Semuanya kami serahkan pada tim negosiator. Tidak ada penyerahan uang dari PT Brahma International ke para penyandera," kata petugas bagian hukum dan relasi PT Brahma International, Yan Arief, dalam jumpa pers di Gedung Permata Kuningan, Jakarta Selatan, Senin.

Perusahaan itu dan mitranya, PT Patria Maritime, jelas bersyukur atas pembebasan ke-10 WNI anak buah kapal mereka.

"Saya mewakili PT Brahma bersama-sama dengan mitra kami PT Patria Maritime Lines, mengucapkan terima kasih pada pemerintah Indonesia, dalam hal ini presiden dan jajaran menteri kabinet kerja, menteri koordinator bidang politik, hukum dan keamanan, menteri luar negeri, serta pihak lain yang membantu pembebasan sandera awak kapal. Dan juga Kedubes kita di Filipina dan pemerintah Filipina," ucap Arief.

Menurut Arief, pembebasan 10 awak kapal yang disandera itu adalah berkat negosiasi di bawah kendali pemerintah Indonesia.

"Pembebasan itu terkait bantuan dari pemerintah di bawah tim negosiator. Namun apakah mereka menggunakan tebusan atau tidak saya tidak tahu," tuturnya.

Dari informasi yang dihimpun, PT Brahma adalah pemilik kapal tongkang Anand 12 dan kapal tunda Brahma 12 yang diawaki 10 orang WNI. Sedangkan bertindak sebagai operator kapal adalah PT Patria Maritime Lines.

Saat dibajak pada 26 Maret itu, kapal Brahma 12 tengah menarik kapal tongkang Anand 12 yang mengangkut lebih dari 7.000 metrik ton batu bara.

Batu bara itu milik PT Antang Gunung Meratus. Kapal itu berlayar dari Sungai Puting, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan menuju Batangas, Filipina Selatan. Di perairan Tawi-tawi, di sekitar Sulu, Filipina selatan, kedua kapal itu dibajak dan ke-10 WNI anak buah kapalnya disandera.

  Antara  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.