Jumat, 13 Mei 2016

RI Dorong Perdamaian Korea Lewat Jalur Diplomasi dan Dialog

Presiden Korsel, Park Geun-hye (kanan) menyambut Presiden RI, Jokowi pada pertemuan bilateral dalam rangkaian KTT ASEAN-Korea di Busan, Korsel, 11 Desember 2014. AP/Ahn Young-joon, Pool

Indonesia mendorong dialog dan upaya diplomasi untuk menyelesaikan masalah Semenanjung Korea.

Perdamaian di kawasan tersebut dan masalah nuklir Korea Utara diperkirakan menjadi salah satu topik yang dibahas Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan Presiden Korea Selatan Park Geun-hye, selain peningkatan hubungan bilateral kedua negara.

Kedua Presiden akan bertukar pandangan mengenai perkembangan di Semenanjung Korea,” ungkap Direktur Asia Timur dan Pasifik Edi Yusup, kepada Tempo seusai briefing mingguan di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis, 12 Mei 2016.

Presiden akan mengadakan kunjungan kenegaraan ke Seoul pada 15-18 Mei 2016, sebelum bertolak untuk menghadiri Pertemuan Puncak Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) dan Rusia di Sochi pada 19-20 Mei 2016.

Duta Besar Korea Selatan di Jakarta, Taiyoung Cho, menyampaikan apresiasi atas sikap Indonesia yang mengecam uji coba rudal nuklir Korea Utara baru-baru ini.

Dia berharap Indonesia juga mengimplementasikan resolusi baru Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) 2270 yang berisi sejumlah sanksi tambahan bagi Korea Utara.

Dengan tegas menolak sikap Korea Utara. Kia menyampaikan pesan bahwa mereka harus mengubah sikap. Kita tidak boleh mengirim sinyal yang salah,” kata Taiyoung kepada wartawan baru-baru ini.

Menurut Edi, Presiden akan mendengarkan perkembangan terbaru terkait situasi di Semenanjung Korea.

Dalam pertemuan kedua pemimpin, Indonesia akan menekankan pentingnya mematuhi resolusi DK PBB dan mengimbau untuk menghindari kegiatan-kegiatan yang menimbulkan ketegangan. “Indonesia akan menekankan perlunya dialog dan upaya diplomasi dalam penyelesaian masalah Semenanjung Korea,” kata Edi.

Adapun Taiyoung menyatakan negaranya sudah lama melakukan pendekatan dialog dan kerja sama dengan Korea Utara tapi selalu gagal. “Kami punya sunshine policy, juga zona industri Kaesong. Kami pionir dalam dialog, tapi selalu dicurangi Korea Utara,” katanya.

Secara bilateral, baik Taiyoung maupun Edi, sama-sama mengungkapkan hubungan kedua negara sebagai mitra wicara strategis. Korea Selatan merupakan negara tujuan ekspor terbesar keenam Indonesia. Di bidang investasi, Korea Selatan menempati peringkat kelima pada 2015. Sebanyak 2.200 perusahaan Korea Selatan menanamkan modal di Indonesia.

Selama di Korea Selatan, Presiden akan bertemu 1.400 diaspora Indonesia di Seoul serta menghadiri bisnis forum dengan peserta 400 pengusaha Korea dan Indonesia. Presiden juga akan mengadakan makan siang dengan 20 pebisnis terbesar Korea.

Pertemuan bilateral dengan Presiden Park akan dilaksanakan pada 16 Mei sore. Isu yang dibahas antara lain kerja sama pertahanan, ekonomi, perdagangan dan investasi, serta industri kreatif.

Terkait hal ini, Dubes Taiyoung menyampaikan kedua negara sama-sama memiliki kementerian yang mengurusi industri kreatif. Satu Nota Kesepahaman (MOU) di bidang ini akan ditandatangani.

Total akan ada sembilan MOU, enam di tingkat menteri dan tiga di tingkat eselon satu. MOU itu antara lain di bidang maritim, restorasi hutan gambut, teknologi pertahanan, dan kawasan ekonomi khusus.

Terkait pembelian kapal selam, menurut Edi, prosesnya sudah selesai dibahas. Kapal selam pertama sudah selesai. Kapal kedua akan diselesaikan pada 2017, dan yang ketiga pada 2018. Kapal ini akan dibangun di Indonesia.

   Tempo  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.