Rabu, 29 Juni 2016

Tujuh Ribu Prajurit Kepung Lokasi Sandera Abu Sayyaf



Ilustrasi pasukan Filipina

Sebanyak 7.000 pasukan tentara Filipina mengepung lokasi penyanderaan warga negara Indonesia yang diculik kelompok bersenjata Abu Sayyaf.

"Mereka (Filipina) sudah melaksanakan operasi. Harapan kita agar sandera itu tetap selamat, dan kita mengekor dulu," kata Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu di Istana Negara Jakarta, Rabu 29 Juni 2016.

Sebab itu, kata Ryamizard, meski kini Filipina telah memberi lampu hijau agar Indonesia dapat membantu pergerakan perburuan kelompok bersenjata di negaranya. Saat ini, tentara Indonesia memilih menunggu pergerakan yang dilakukan tentara Filipina. "Kalau kita nambah-nambah kacau lagi. Kan belum terkoordinasi," kata Ryamizard.

Terkait lokasi penyanderaan, Ryamizard mengaku telah mendapatkan bayangan lokasi sandera. Ia mengatakan medannya tidak terlalu sulit. Pulau itu juga tidak terlalu besar. "Sudah di bawah kemarin. Pokoknya sudah dari gunung ke pantai," katanya.

Untuk itu, aparat keamanan dari Indonesia masih menunggu reaksi dari Filipina terlebih dahulu. Yang penting, sudah ada kesepahaman bahwa Filipina sudah mengizinkan Indonesia untuk masuk.

"Ke depan bisa saja mengejar sampai ke dalam. Begitu masuk kita cuma bilang kita masuk, iya oke, kita masuk, kita kejar sampai ke dalam. Itu yang terakhir," katanya.

Pasukan Raider Siaga

Prajurit TNI di Komando Daerah Militer (Kodam) VI Mulawarman mengaku belum mendapatkan informasi berkaitan dengan kesepakatan Indonesia dan Filipina untuk terlibat dalam proses pembebasan sandera yang dilakukan kelompok bersenjata Abu Sayyaf.

"Kami masih belum terima surat atau pun telegram dari Mabes TNI terkait masalah itu," kata Kepala Penerangan Kodam VI Mulawarman, Letkol Inf Subagiyo, Selasa 28 Juni 2016.

Pekan lalu, di Filipina. Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu bersama Menteri Pertahanan Filipina Gazmin T. Voltaire memang telah membuat kesepakatan kerjasama keamanan laut dari aksi perompakan.

Salah satu kesepakatan adalah diizinkannya Indonesia untuk bisa ‘menyerbu’ atau melakukan pengejaran kepada pelaku kejahatan terhadap warga negara Indonesia ke Filipina. Dasarnya adalah perjanjian bilateral antara RI dan Filipina pada tahun 1975.

"Bagaimana perencanaannya, mereka setuju untuk kita masuk ke laut kemudian nanti bagaimana kita ke darat," kata Ryamizard di Jakarta, Selasa 28 Juni 2016.

Meski demikian, hasil pertemuan itu, kata Ryamizard, baru bisa direalisasikan untuk pembebasan sandera di kemudian hari, bukan untuk pembebasan sandera kali ini.

"Untuk sandera ini (7 ABK WNI) kan sudah kejadian. Kemarin itu, yang akan datang tidak boleh terjadi lagi," ujar dia.

Terlepas dari itu, Subagiyo memastikan bahwa personel TNI, khususnya dari kesatuan Raider, akan terjun ke Filipina jika memang sewaktu-waktu dibutuhkan.

"Kami sampai saat ini masih monitor dan mengikuti perkembangan," katanya.
 

  Vivanews  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.