Kamis, 26 Januari 2017

Mengikuti Perjalanan KRI Ahmad Yani

Menuju ”Medan Tempur” KRI Ahmad Yani 351 saat latihan Pratugas Satgas Operasi Pengamanan Perbatasan (Pamtas) Maphilindo 2017 di Laut Jawa. [yery wahyudi] ★

U
sia KRI Ahmad Yani (AMY)-351 sudah cukup tua. Genap 54 tahun pada Oktober mendatang. Meski begitu, kapal yang diproduksi di Belanda pada 1 Oktober 1963 itu masih terlihat kukuh. Berikut laporan Arif Adi Wijaya yang berlayar bersama KRI Ahmad Yani menuju ”medan tempur” di perairan Karimunjawa pada 19–21 Januari.

Pagi itu, Kamis (19/1), cuaca di Dermaga Ujung, Markas Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) Surabaya, cukup cerah. Enam kapal perang dan satu kapal selam siap berangkat menuju perairan Karimunjawa. Latihan perang dimulai.

KRI Ahmad Yani ditunjuk sebagai kapal markas. Pusat komando dan koordinasi dari semua armada yang ikut dalam Latihan Pratugas (Latpratugas) 2017. Seluruh armada akan ditugasi mengawal perbatasan laut Malaysia-Indonesia (Malindo) dan Philipina-Indonesia (Philindo).

Kondisi cuaca yang mendukung membuat perjalanan semakin lancar. KRI Ahmad Yani berlayar dengan kecepatan 8 knot (setara 14,8 kilometer per jam) ketika melewati alur perairan barat Surabaya (APBS). Butuh sekitar empat jam menuju Laut Jawa.

Di tengah Laut Jawa, kapal Fregat kelas Van Speijk yang dikomandani Letkol Laut (P) Setyawan melaju dengan kecepatan 12 knot (setara 22,2 kilometer per jam). Ombak yang tenang tidak terlalu mengguncang lambung kapal. Terasa tenang seperti mengendarai mobil mewah.

[​IMG]Latihan Pengiriman Barang - Helikopter SAR mengambil barang di kapal utama yang akan dikirim ke kapal lain saat latihan pengiriman barang Pratugas Satgas Operasi Pengamanan Perbatasan (Pamtas) Maphilindo 2017 di Laut Jawa, Sabtu (21/1/2017). Latihan itu untuk melatih kesigapan pengiriman barang menggunakan helikopter dari kapal utama ke kapal lainnya yang membutuhkan logistik. (ANTARA FOTO/Syaiful Arif)

Suara bising terdengar dari lambung kiri kapal. Heli Bolcow mendarat di dek buritan dengan rapi. Tim helideck bergegas mempersiapkan kedatangan helikopter yang dipiloti Kapten Haryanto. ”Heli yang biasa dipakai latihan masih diperbaiki. Jadi, untuk sementara menggunakan heli milik TNI-AL yang dipakai Basarnas untuk Latpratugas,” ujarnya.

Setelah heli mendarat, semua prajurit kembali menempati posisi masing-masing untuk melanjutkan aktivitas. Saya bersama pewarta foto Jawa Pos Guslan Gumilang menuju ruang makan anggota. Kami siap menyantap masakan kapal perang.

Saat itu menu untuk sarapan adalah telur dadar dan sayur sawi putih. Memang agak kurang asin. Namun, rasanya cukup. ”Masakan di kapal itu hanya ada dua. Enak dan enak sekali,” kata Serma Tedy Sujana, staf Dinas Penerangan Koarmatim, yang ikut bertugas di atas KRI Ahmad Yani.

Selesai sarapan, kami bergegas menuju kamar bintara. Setiap personel harus berjalan bergantian di lorong seluas 1,5 x 2 meter. Untuk menuju kamar yang berada di bawah garis air, kaki dan tangan harus kompak agar bisa masuk ke dalam lubang selebar 1 x 1 meter. Juga, melewati tangga dengan kemiringan 75 derajat. Sedikit kerepotan kalau membawa barang banyak.

Jangan dibayangkan kamarnya seluas kamar di rumah. Setelah masuk ke dalam, tempat tidur (bed) berukuran 1 x 2 meter susun tiga sudah menyambut. Ada delapan bed serupa di dalam ruangan berukuran 6 x 6 meter tersebut. Itulah kamar para pelaut setingkat bintara.

Kami tidur sejenak sambil menikmati ombak tenang yang membawa kapal berlayar. ”Peran heli alert 30, peran heli alert 30.” Suara dari pengeras itu membuat tidur nyenyak kami terjaga. Ternyata, itu merupakan kode persiapan latihan helikopter yang akan dimulai 30 menit lagi.

Tepat pukul 15.30, kami bergegas menuju dek kapal. Heli bersiap take off. Akan ada sesi foto KRI dari atas udara. ”Tidak mudah mengambil foto dari dalam helikopter. Ruang gerak terbatas. Getarannya banyak. Jadi, harus pandai menyesuaikan,” papar Guslan Gumilang, pewarta foto Jawa Pos.

Setelah sesi foto, kami mulai membersihkan diri. Maklum, sejak pagi belum mandi. Hehehe…

Lagi-lagi, kamar mandi tidak seperti yang dibayangkan. Di dalam kapal, kamar mandi anggota menggunakan bak mandi panjang berbahan besi. Luasnya hanya 4 x 2 meter. Ada yang panjangnya 0,5 x 1 meter. Ada juga yang 0,5 x 2 meter. Tidak ada sekat. Jadi, kalau mandi bareng, dipastikan akan telanjang bersama. Oops…

Kalau tidak terbiasa, mau mandi rasanya malu-malu kucing. Tapi, mau bagaimana lagi. Kalau tidak mandi, keringat yang menempel di badan bakal mengganggu aktivitas karena risi. Ya sudah. Mandi bareng anggota akhirnya terlaksana dengan khidmat.

Ketika makan malam, kami mendapat kesempatan makan bersama perwira menengah. Di antaranya, Komandan Satuan Kapal Eskorta (Dansatkor) Kolonel Laut (P) Aryantyo Condrowibowo selaku wakil komandan latihan (Wadanlat) 1 dan Kolonel Laut (P) Anung Sutanto selaku wakil komandan latihan (Wadanlat) 2. Juga, Kolonel Laut (P) Mulyadi selaku kepala pengawas pengendali (Kawasdal) latihan serta Letkol Laut (P) Seno Ario Wibowo yang bertindak sebagai perwira staf operasi (Pasops) latihan.

Sempat grogi ketika makan malam bersama pejabat matra laut. Sebab, itu merupakan pengalaman pertama makan satu meja bersama pejabat TNI-AL. Setelah mengambil nasi, lauk, dan air minum, kami duduk satu meja bersama perwira menengah. Kursi digeser perlahan. Lalu, duduk tegap.

Mohon izin makan, Ndan” seolah menjadi kalimat sakral sebelum makan. Setelah doa tentunya. Semua anggota selalu mengucapkan kalimat tersebut. Etika makan harus benar-benar dijaga. Jangan sampai makan sebelum izin komandan.

Setelah makan, kami berbincang ringan bersama para perwira. ”Sudah pernah naik kapal perang?” tanya Letkol Seno.

Dengan tegas, saya menjawab, ”Siap, ini pengalaman pertama saya, Ndan.

Wah, hati-hati mabuk laut ya,” canda Letkol Seno, lantas tertawa, yang membuat suasana semakin cair.

Selesai makan malam, kami kembali ke kamar tidur bintara yang susun tiga tadi. Ombak tenang mengantarkan kami ke dalam mimpi indah.

Jumat (20/1), pukul 05.30, para prajurit bergegas menuju dek kapal. Kami yang baru terjaga mengikutinya sambil membawa ”alat tempur” berupa kamera DSLR lengkap dengan lensa pendukungnya. Sementara itu, para prajurit membawa alat tempur berupa senjata laras panjang jenis AK 47.

Di atas dek buritan, ada seorang prajurit yang tertembak di bagian badan dan kaki. Lalu, tim medis Koarmatim mengevakuasi korban ke dalam helikopter. Ternyata itu hanya skenario. Ceritanya, heli sedang mengevakuasi seorang prajurit yang tertembak dalam pertempuran di perairan Karimunjawa.

Ya, kami sudah sampai di Karimunjawa. Di atas dek buritan KRI Ahmad Yani, terlihat keindahan Pulau Karimunjawa dari kejauhan. Warna hijau pepohonan menyelimuti pulau yang berada di wilayah Provinsi Jawa Tengah tersebut.

Setelah skenario evakuasi, kami sarapan. Kali ini, kami diminta sarapan di lounge room bersama perwira. Seperti biasa, kalimat sakral ”Mohon izin makan, Ndan” harus diucapkan sebelum menyantap makanan.

Ketika sarapan satu meja bersama Komandan KRI Ahmad Yani Letkol Laut (P) Setyawan berlangsung, ombak setinggi 1 meter mengguncang lambung kapal. Rasa mual mulai terasa. Maklum, pengalaman pertama berlayar di kapal perang.

kri-fatahillah-361-koarmatimKRI Fatahillah 361 di peraian Karimun Jawa. (koarmatim)

Pukul 10.00, semua kapal perang bersiap menembakkan meriam. Yakni, KRI Fatahillah, KRI Tongkol, KRI Hiu, KRI Ajak, KRI Sura, dan KRI Ahmad Yani tentunya. Yang menjadi sasaran tempur adalah pulau gundul.

Suara dentuman meriam kaliber 120 milimeter KRI Fatahillah terdengar pelan. Jarak KRI Ahmad Yani dan KRI Fatahillah sekitar 500 yard. Jadi, suara meriam dari kapal kelas corvette itu tidak terlalu terdengar keras.

Setelah semua kapal menembakkan meriam, kami kembali ke kamar tidur bintara untuk bersiap salat Jumat. Sayangnya, kondisi perut tidak bersahabat. Rasa mual tidak bisa ditahan lagi. Sudah terlalu mual karena guncangan ombak.

Akhirnya saya berlari ke toilet. Semua sarapan tadi pagi keluar dari dalam perut. Badan terasa lemas. Setelah kembali ke kamar bintara, tubuh hanya bisa berbaring di atas bed. Sampai melewatkan salat Jumat.

BPkyh_IAJ4F.jpgKapal selam KRI Nanggala-402 buatan tahun 1952 saat latihan Pratugas Satgas Operasi Pengamanan Perbatasan (Pamtas) Maphilindo 2017 di Laut Jawa, Jumat (20/1/2017). (yery wahyudi)

Pukul 14.00, saya terjaga. Rasa mual sudah hilang. Tubuh sudah mulai beradaptasi dengan struktur kapal. Persiapan sesi foto udara kembali dilakukan. Kali ini, objek yang diambil adalah kapal selam KRI Nanggala.

Selesai sesi foto, kami menikmati keindahan sunset di perairan Karimunjawa sambil hunting foto kapal perang yang membelah ombak di belakang KRI Ahmad Yani.

Setelah puas hunting, kami membersihkan diri. Kami diperbolehkan mandi di kamar mandi perwira. Berbeda dengan kamar mandi anggota. Kamar mandi perwira memiliki sekat. Jadi, tidak bisa mengintip teman di sebelah. Hehehe…

Pada malam hari ada skenario anti air rapid open fire (AAROF) sebagai bentuk pertahanan dari serangan musuh di udara. Sebanyak 50 amunisi kaliber 12,7 milimeter dilayangkan dari bibir senjata mitraliur.

Lalu, kami mengobrol santai sambil menikmati kopi pada malam hari di atas dek buritan bersama para prajurit matra laut, Komando Pasukan Katak (Kopaska), dan beberapa perwira.

[​IMG]Latihan RAS - Prajurit KRI Fatahilla-361 menembakan tali kearah KRI Ahmad Yani-351 saat menggelar latihan RAS (Replenishment at Sea) Latihan Pratugas Satgas Operasi Pengamanan Perbatasan (Pamtas) Maphilindo 2017 di Laut Jawa, Sabtu (21/1/2017). Latihan RAS tersebut merupakan bagian penting langkah antisipasi melaksanakan bekal ulang di laut sebagi pendoman prajurit Koarmatim sebelum melakukan operasi perbatasan laut Indonesia-Malaysia dan Philipina. (ANTARA FOTO/Syaiful Arif)

Keesokan harinya, Sabtu (21/1), seluruh armada berlayar menuju Dermaga Ujung, Makoarmatim Surabaya. Di tengah perjalanan, aksi helikopter kembali dilakukan. Ada pengambilan foto formasi kapal dari udara.

Formasi yang dibentuk adalah Replenishment at Sea (RAS). Yaitu, formasi untuk mendistribusikan logistik antarkapal. Posisi kapal harus sejajar dengan kapal lain. Haluan dan kecepatan disesuaikan dengan akurat.

[​IMG]Latihan Tim VBSS - Tim VBSS (Visit Boarding Search And Saeizure) KRI Ahmad Yani-351 mengamankan awak kapal saat melakukan simulasi penyergapan kapal asing ilegal Latihan Pratugas Satgas Operasi Pengamanan Perbatasan (Pamtas) Maphilindo 2017 di Laut Jawa, Sabtu (21/1/2017). Latihan VBSS itu untuk meningkatkan naluri tempur prajurit Koarmatim dalam kerjasama dan ketanggapsiagaan dalam mengantisipasi situasi saat melakukan pemeriksaan di laut. (ANTARA FOTO/Syaiful Arif)

Setelah sesi foto berakhir, KRI Ahmad Yani sudah sampai di APBS. Tiba-tiba ada delapan prajurit bersenjata AK 47 yang naik ke KRI Ahmad Yani. Sejumlah anak buah kapal (ABK) diamankan. Nakhoda kapal menyerang prajurit dengan menggunakan senjata tajam. Sayangnya, serangan nakhoda bisa dilumpuhkan dalam hitungan detik.

Itu merupakan kegiatan pemeriksaan kapal atau visit board search and seizure (VBSS), yang menjadi skenario latihan terakhir sebelum kapal tiba di Dermaga Ujung, Makoarmatim Surabaya. Setelah tiga hari dua malam berlayar, rasanya berat meninggalkan KRI Ahmad Yani. Keakraban bersama para prajurit hingga perwira TNI-AL membuat kaki terasa berat melangkah.

Setelah KRI Ahmad Yani bersandar, perjalanan resmi berakhir.

Jalesveva Jayamahe…!!!

  Jawapos  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.