Sabtu, 21 Juli 2018

Sudah Punya 10 Pilot Helikopter Apache

TNI AD Akan Tambah Lagi https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhSJgFTduhetO1utjyPXGumvXjZGKvYPRANA4RZmFfJRPKNhGPw0dGS2pqhygG7IPM_4l44DLR9J9qtXUowkR502E13A4V2sLoKfREDmJ1XNDljh8Cds1AJUx4MZwJsu_9VrgxVjdv_LXRn/s1600/18513271_Indonesian+Army+Aviation+new+AH-64E+Guardian+Attack+Helicopter.+Credit+to+Wayan+Agus.jpgApache TNI AD [Wayan Agus]

TNI Angkatan Darat (AD) sudah memiliki sepuluh pilot untuk menerbangkan delapan helikopter Apache AH 64E yang baru dibeli dari Amerika Serikat. Rencananya jumlahnya akan ditambah menjadi 20 pilot.

"Sekarang sudah 10 orang yang sudah menyelesaikan pendidikan," kata Komandan Skuadron 11/Serbu, Letnan Kolonel Cpn Cahyo Permono di markasnya di Pangkalan Udara TNI AD Ahmad Yani Semarang, Jawa Tengah, Jumat, 20 Juli 2018.

Sebelumnya, sebanyak delapan helikopter Apache resmi diserahterimakan dari Kementerian Pertahanan kepada Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto di Pangkalan Udara TNI Ahmad Yani Semarang, 16 Mei 2018. Pemerintah membeli Apache dari Amerika Serikat dengan harga sekitar Rp 500 miliar per unit. Helikopter ini diklaim menjadi helikopter paling canggih yang dimiliki TNI AD.

Pengadaan helikopter Apache merupakan hasil kerja sama dengan pemerintah AS melalui Program Manegement Office (PMO) menggunakan skema Government to Government. Pengadaan helikopter ini menjadi bagian dari program modernisasi Alutsista TNI sesuai Rencana Strategis Pertahanan Negara dan program Minimum Essential Force (MEF).

Helikopter Apache AH-64E punya teknologi canggih yang bisa dioperasikan dalam berbagai kondisi medan dan cuaca. Helikopter Apache menggunakan teknologi Avionics, seperti Radar Longbow dan Multi Target Acquisition and Designation System (MTADS).

Radar Longbow adalah sistem radar yang ada di baling-baling Apache. Sistem radar ini memiliki radar kendali tembak dan radar indentifikasi frekuensi. persenjataan yang digunakan adalah peluru kendali AGM-114 Hellfire, Roket Hydra 70, AIM-92 Stinger, Aim-9 Sidewinder, dan Kanon M 230.

Helikopter Apache juga memiliki perangkat yang dapat melihat dan mengetahui informasi objek dalam kondisi gelap. Helm pilot juga dapat mengatur arah senjata M 230 tanpa mengubah arah helikopter.

Cahyo mengatakan para pilotnya menghadapi tantangan mengendarai Apache. Dia bilang helikopter sebelumnya mempunyai sistem analog, sedangkan sistem heli Apache full digital. "Interface antara pilot dengan helikopter tadi yang perlu dilatih," kata dia.

Cahyo mengatakan pilot helikopter Apache dipilih dari pilot reguler yang sudah punya jam terbang tinggi. Mereka kemudian dikirim ke Amerika untuk mempelajari mengemudikan helikopter ini selama 8 - 10 bulan. Di Indonesia para pilot mesti berlatih lagi paling kurang 1-1,5 jam setiap hari. "Sepuluh pilot tadi kami adakan penambahan jam terbang agar lebih akrab dengan helikopter ini," kata dia.

 Penerbang TNI AD Punya Kualifikasi Terbangkan Helikopter Apache 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhQtx2961rv0J3y1omSbGFHeEZO7lujvt-Tvcsb3m1WbXGIfwCna3GNMx1Yk_gO4iSF9lwxDZd3d0XpFZorTypJvsCypI1mOxVcqcX1PS1Nv41gkCGJOu5EK_2MrPrLtLwzGTKUqAIHv6bl/s1600/Indonesia+Defence+Forum+nanang+2195.pngPenerbang TNI Angkatan Darat yang telah menjalani pelatihan di US Army Flank School selama delapan sampai 10 bulan sudah memiliki kualifikasi atau kemampuan untuk menerbangkan Helikopter Apache AH 64E.

"Kalau kita lihat kemampuan pilot, kemampuannya sudah standar sesuai dengan kemampuan yang distandarkan dari Amerika," kata Komandan Skuadron-11/Serbu Puspenerbad Letkol Cpn Cahyo Permono, di Hangar Helikopter Apache Skuadron-11/Serbu Puspenerbad, Semarang, Jawa Tengah, Jumat.

Menurut dia, ada 20 pilot reguler yang ikut pelatihan di US Army Flank School selama delapan sampai 10 bulan. Hanya saja, saat ini baru 10 pilot yang kembali ke Tanah Air dan mengoperasikan delapan Apache setiap harinya.

"Karena merupakan jenis helikopter baru maka Apache harus sering diuji coba agar pilot bisa mengawaki dengan baik dan paham seluk-beluknya," katanya.

Sehingga, lanjut Cahyo, para penerbang semakin paham karakter Apache sekaligus menambah pengalaman dalam menerbangkan helikopter di segala medan.

"Yang kita kerjakan setiap hari adalah menambah jam terbang, ini pesawat baru buat kita dan perlu familiar, tergantung kebutuhan bisa dua sampai tiga jam. Dalam sehari, setidaknya terbang satu sampai satu setengah jam," kata alumnus Akmil 1998 itu.

Kemampuan pilot sendiri sudah beradaptasi dengan sistem digital yang ada di Apache, termasuk penggunaan taktik, karena semua tergantung user-nya.

Di Pusdik Penerbad sendiri silabus untuk menerbangkan Apache sudah diadopsi untuk menjadi materi pelatihan khusus bagi penerbang TNI AD.

"Kita juga sudah punya silabus, di mana pendidikan pilot itu tidak berbeda jauh, tinggal menyesuaikan dengan tugas dan ancaman yang dihadapi," ujarnya.

Saat ini, delapan unit helikopter AH-64E Apache sudah resmi menjadi bagian keluarga besar Pusat Penerbad. Alat utama sistem senjata (alutsista) buatan negeri Paman Sam ini menjadi helikopter termodern yang dimiliki TNI AD.

Nilai kontrak delapan unit Apache seri terbaru lengkap dengan persenjataan ini mencapai 295 miliar dolar AS atau sekitar Rp 4,27 triliun dengan kurs saat ini, sebelumnya, Skadron 11/Serbu hanya diperkuat heli Bell 412 EP.

Cahyo menjelaskan, Apache yang datang pada awal tahun ini, merupakan proyek alat utama sistem senjata (alutsista) yang diteken pada 2013. Apache bertugas menggantikan helikopter Bolcow yang dikandangkan karena sudah uzur.

Menurut Cahyo, Apache merupakan helikopter tercanggih yang dimiliki TNI AD. Berbeda dengan semua jenis helikopter milik Pusat Penerbad yang digerakkan secara manual, khusus Apache semua operasinya dikerjakan oleh komputer.

"Ini menjadi helikopter digital pertama yang kita miliki, artinya bukan hanya displai saja melainkan juga semua proses untuk menggunakan senjata dan pengenaan target, semua diatur komputer," katanya.

Ia menambahkan, dengan adanya fasilitas gabungan optik dan elektronik yang menjadi satu kemampuan, maka Apache sangat siap digunakan untuk tugas operasi sepanjang hari, sehingga kalau ada misi rahasia, maka Helikopter Apache memiliki keunggulan bisa bertempur pada malam hari.

Hal itu juga ditunjang dengan senjata automatic gun dan roket yang menunjang untuk menghancurkan musuh.

"Kita membeli (senjata), artinya yang kita beli 'basic US army', persis sama. Apache yang kita miliki tipe echo terakhir yang itu juga diproduksi oleh Boeing. Jadi sistem persenjataannya tidak berbeda jauh dengan standarnya Amerika," kata Cahyo.

 Mengintip Kandang 8 Helikopter Apache TNI AD di Semarang 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiRk9IAH3wXFgvrBlROna4Hd1VU-E-2EAE_cN4DwoVRIeOU6xkTFO7CJKGCS0QtEvvuupC889cSJZzXxI5ig9CmRB-VQN7Cr8mi9Xe75Lz5OscfngfrOsqw_phVYM-y2FK9Pr7WXoD2D2nm/s1600/Apache-defence.pk-2018-Indonesia+army+helikopter.pngTentara Nasional Indonesia Angkatan Darat atau TNI AD mengandangkan delapan Helikopter Apache AH-64E terbarunya di Skuadron 11/Serbu, Pangkalan Udara TNI AD Ahmad Yani Semarang, Jawa Tengah. Tempo berkesempatan menengok hanggar tempat delapan helikopter asal pabrikan Amerika Serikat itu pada Jumat, 20 Juli 2018.

Pangkalan Skuadron 11 berada bersebelahan dengan Bandara Ahmad Yani yang baru. Lokasinya persis ada di seberang landasan pacu bandara di bibir Laut Jawa itu. Komandan Skuadron 11 Letnan Kolonel Cahyo Permono mengatakan markasnya menempati lahan seluas 10 hektar. Lahan itu terbagi menjadi 3 hanggar dan apron tempat helikopter diparkir dan meluncur.

Cahyo menuturkan Skuadron 11 memiliki 32 helikopter dari jenis NBO 105, Nbell 412, Bell 412 dan Bell 205. Yang terbaru satuan yang berada di bawah Pusat Penerbang TNI Angkatan Darat ini kedatangan delapan helikopter Apache.

Helikopter Apache tiba di Indonesia pada 16 Mei 2018. Pemerintah membeli Apache dari Amerika Serikat dengan harga sekitar Rp 500 miliar per unit. Helikopter ini diklaim menjadi helikopter paling canggih yang dimiliki TNI AD.

Pengadaan helikopter Apache merupakan hasil kerja sama dengan pemerintah AS melalui Program Manegement Office (PMO) menggunakan skema Government to Government. Pengadaan helikopter ini menjadi bagian dari program modernisasi alat utama sistem persenjataan atau Alutsista TNI sesuai Rencana Strategis Pertahanan Negara dan program Minimum Essential Force (MEF).

Cahyo berujar khusus untuk helikopter ini TNI AD membangun hanggar khusus yang sesuai kebutuhan perawatan helikopter super mahal itu. Hanggar dibangun bersebelahan dengan dua hanggar lama. Hanggar Apache luasnya sekitar dua lapangan sepak bola.

Hanggar, kata dia, dibangun terintegrasi dengan bengkel dan gudang suku cadang. Hanggar juga dilengkapi peralatan untuk mengangkat beban berat. "Dengan fasilitas ini sudah cukup untuk kami memelihara sampai dengan tingkat berat," kata dia.

Cahyo menuturkan di hanggar itu Helikopter Apache dipelihara tiap hari. Pemeliharaan meliputi pengecekan sebelum terbang dan pembersihan mesin selesai latihan terbang. Karena pangkalan Ahmad Yani dekat laut, perawatan juga meliputi pencegahan korosi. "Itu perlu kami lakukan setiap hari supaya heli bisa dipakai untuk jangka panjang," kata dia.


  ★ Tempo  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.