Minggu, 13 September 2020

[Dunia] Sekilas Krisis Turki Dengan Yunani Hari ini

Eksplorasi minyak turki memanaskan Yunani [istimewa]

Berikut kumpulan berita dari Vivanews perihal Krisis Yunani - Turki.

Akal Bulus Presiden Prancis Kirim Pasukan Perangi Erdogan

Emmanuel Macron adalah salah satu pemimpin negara Eropa yang gencar menyuarakan sikap anti-Turki, di tengah krisis yang dialami dengan Yunani. Presiden Prancis itu menunjukkan sikapnya mendukung penuh Yunani, dengan pengerahan pasukan dan kendaraan tempur untuk memerangi negara yang dipimpin Recep Tayyip Erdogan itu.

Dalam laporan VIVA Militer 1 September 2020 disebutkan bahwa Prancis memastikan pengerahkan kapal induk bertenaga nuklir, Charles de Gaulle, untuk membantu Yunani seandainya terjadi perang dengan Turki.

Langkah yang diambil Prancis di bawah komando Macron, ternyata tak membuat nyali Erdogan ciut. Dengan tegas Presiden Turki itu mempersilahkan bagi siapa pun untuk datang membantu Yunani. Akan tetapi, negara mana pun yang ikut mendukung Yunani dipastikan Erdogan akan menjadi lawan Turki.

"Biarkan mereka datang menghadapi kami. Jika mereka tidak memiliki keberanian untuk itu, mereka harus menyingkir dari jalan kami," ucap Erdogan, dikutip VIVA Militer dari Greek City Times. Sepak terjang Turki dianggap Macron adalah penerapan kolonialisme gaya baru. Tak cuma itu, politisi Partai La Republique En Marche! berusia 42 tahun itu juga meyakini bahwa Turki mendapat dukungan dari Rusia, yang notabene adalah lawan negara-negara Barat. Macron juga melihat Erdogan menggunakan sejarah hegemoni Kekaisaran Ottoman untuk merealisasikan ambisinya.

"(Laut) Mediterania hari ini adalah teater konflik berkepanjangan, seperti di Suriah dan Libya. Permainan hegemoni kekuatan sejarah yang nerusaha untuk mengguncang seluruh wilayah, dan peran Rusia serta Turki menjadi perhatian kami," ucap Macron dikutip VIVA Militer dari Pentapostagma.

Ternyata, tindakan Macron mendukung Yunani dalam perlawanan terhadap Turki punya tujuan tersendiri. Dalam laporan lain yang dikutip VIVA Militer dari BulgarianMilitary.com, Macron memanfaatkan dua pasal Perjanjian Uni Eropa (UE) dan Pakta Atlantik Utara (NATO) terkait bantuan keamanan.

Prancis dan Macron memanfaatkan Pasal 42 Perjanjian Uni Eropa (UE), bahwa jika suatu Negara Anggota diserang, negara-negara lain harus membantu dengan segala cara. Kemudian Pasal 5 NATO yang menetapkan bahwa menyerang satu negara sekutu berarti menyerang semua negara sekutu.

Ada dugaan bahwa Macron memang sengaja mengambil celah dari kedua pasal itu untuk membantu Yunani dengan satu tujuan, terpilih lagi sebagai Presiden Prancis dalam Pemilu Presiden Prancis 2022. Macron berusaha untuk meyakinkan rakyat Prancis untuk memilihnya kembali, dengan menunjukkan dirinya sebagai pihak yang menjunjung tinggi perdamaian di kawasan Laut Mediterania.

Ilustrasi kapal induk bertenaga nuklir, Charles de Gaulle [istimewa]

Prancis, Diam Kalian!

Kecaman terhadap Yunani dan Prancis kembali muncul. Kali ini, giliran Menteri Pertahanan Turki, Jenderal Hulusi Akar, yang memberi pernyataan tegas kepada koalisi Yunani dan Prancis. Akar menganggap para pejabat Yunani dan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, terlalu banyak bicara.

VIVA Militer melaporkan dalam sejumlah berita, terkait konflik sengketa wilayah Laut Aegea antara Turki dan Yunani. Pengerahan kapal penelitian Turki, Oruc Reis, untuk melakukan eksplorasi minyak dan gas di wilayah tersebut, mendapat tentangan dari Yunani.

Yunani mengklaim bahwa tempat eksplorasi Turki adalah wilayahnya. Sementara, Turki juga merasa takkan melakukan riset di tempat yang tidak masuk dalam teritorialnya.

Respons keras yang dilontarkan Yunani, dibarengi dengan pengerahan armada perang Angkatan Bersenjata Hellenic untuk menjaga wilayah kedaulatannya. Turki tak mau kalah. Oruc Reis kembali berlayar dengan kawalan sejumlah kapal perang Angkatan Laut Turki (TDK).

Situasi di Laut Mediterania Timur semakin memanas, setelah Macron menyatakan dukungannya kepada Yunani. Tak main-main, pada awal September 2020, kapal induk bertenaga nuklir. Charles de Gaulle, dikirim ke Laut Mediterania untuk mendukung Yunani menghentikan aksi Turki yang dianggap agresi.

Lewat jalur politik, Perdana Menteri Yunani, Kyriakos Mitsotakis, dan Macron, tak henti menyerukan pernyataan anti-Turki kepada dunia. Tak hanya Prancis, Yunani juga mendapat dukungan dari sejumlah negara yang tergabung dalam Uni Eropa (UE).

Menyikapi langkah yang diambil Mitsotakis dan Macron, Akar pun akhirnya angkat bicara. Dalam kacamatanya, untuk menyelesaikan konflik antara Yunani dan Turki, kedua negara perlu berpikir tenang. Hal ini juga berlaku untuk sejumlah negara yang terlibat, termasuk Prancis yang dianggap Akar terlalu mengintervensi masalah ini.

"Untuk meredakan ketegangan, beberapa orang hanya perlu diam. Mereka tidak pelu melakukan apa-apa," ucap Akar dikutip VIVA Militer dari Orthodox Times.

"Presiden Prancis, Emmanuel Macron, telah berulang kali berbicara mendukung Yunani dan menentang tindakan ilegal Ankara di (Laut) Mediterania Timur. Mereka juga menyerukan UE untuk melakukan hal yang sama dengan suara bulat," katanya.

Tak sampai di situ. Akar pun mengancam kepada negara-negara yang mencoba untuk melakukan konspirasi melawan Turki, akan mengalami kekalahan dan kehancuran. Oleh sebab itu, Akar mendesak Yunani untuk tidak banyak tingkah agar tidak dimanfaatkan oleh negara lain.

"Mereka yang terlibat dalam konspirasi melawan Turki, seperti yang terjadi di masa lalu. Mereka akan menderita kerusakan yang sama seperti yang mereka alami di masa lalu. (Yunani harus) bungkam, agar tidak dimanfaatkan untuk kepentingan orang lain," ujar Akar.

Ilustrasi

Amerika Siap Gunakan Pangkalan Militer di Yunani

Memburuknya hubungan Turki dan Amerika Serikat (AS) ternyata bisa berimbas pada konflik sengketa wilayah dengan Yunani. Senator AS, Ron Johnson, mengemukakan kekhawatiran Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, akan menutup Pangkalan Udara Militer Incirlik, Adana, Turki.

Menurut laporan Sputnik News yang dikutip VIVA Militer, Pangkalan Udara Militer Incirlik adalah salah satu fasilitas yang tak hanya digunakan oleh Angkatan Udara Turki (THK). Tetapi, sejumlah pasukan militer negara-negara anggota Pakta Atlantik Utara (NATO) juga ada di pangkalan itu.

Angkatan Udara Amerika Serikat (US Air Force), Angkatan Udara Kerajaan Arab Saudi (RSAF), dan Angkatan Darat Kerajaan Spanyol (EDT), juga menempatkan sejumlah pasukannya di Incirlik.

Memburuknya hubugan Turki dan AS membuat Johnson khawatir Erdogan akan menutup pangkalan militer itu. Pasalnya, Pangkalan Udara Militer Incirlik adalah salah satu pusat logistik militer untuk NATO di wilayah itu selama beberapa dekade.

Sementara, Turki yang tengah berseteru dengan Yunani justru mendapat kecaman pula dari sejumlah anggota NATO. Kecaman negara-negara NATO terhadap Turki bukan cuma lantaran pertikaian dengan Yunani. Akan tetapi, keputusan Erdogan membeli rudal sistem pertahanan udara S-400 Triumf juga membuat NATO geram. Puncaknya, Amerika secara resmi menangguhkan posisi Turki dalam program jet tempur siluman F-35 Lightning II.

"Kami tidak tahu apa yang akan terjadi dengan (Pangkalan Udara Militer) Incirlik. Kami berharap yang terbaik, tetapi kami juga harus merencanakan untuk menghadapi yang terburuk," ucap Johnson dikutip VIVA Militer dari Washington Examiner.

Oleh sebab itu, Johnson menyerukan bahwa AS harus mengambil langkah untuk mengantisipasi penutupan Pangkalan Udara Militer Incirlik. Andai pangkalan itu benar-benar ditutup, maka AS dihimbau Johnson untuk menjadikan Pangkalan Angkatan Laut Pulau Kreta, Yunani, sebagai alternatif.

"Kami ingin mempertahankan kehadiran dan kerjasama penuh kami di Turki. Saya tidak berpikir kami ingin melakukan perubahan strategis. Tetapi saya pikir dari postur pertahanan, kami harus melihat kenyataan dari situasi di mana jalan yang ditempuh Erdogan tidak baik. Kami melihat Yunani sebagai alternatif," kata Johnson melanjutkan.

Andai AS sampai memindahkan pasukannya ke Pangkalan Angkatan Laut Pulau Kreta, maka Turki dan Erdogan dipastikan dalam situasi berbahaya. Pasalnya, negara-negara anggota NATO lainnya akan terus melancarkan gelombang kecaman kepada Turki dan Erdogan. Dan bukan tak mungkin, Amerika akan berbalik menjadi lawan bagi Turki.

"Sangat disayangkan jalan yang diambil Erdogan menempatkan Turki di posisi itu. Ini sangat mengganggu dan memprihatinkan. Ini adalah salah satu alasan kami meningkatkan kerjasama militer kami dengan Yunani. (Langkah) memperkuat kehadiran kami di Teluk Souda karena kehadiran kami di Turki pasti terancam," ucap Johnson.
 

  Vivanews  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.