Kamis, 31 Desember 2020

PTDI Serahkan 1 Helikopter Bell 412 kepada TNI AD

1 dari pengadaan 9 Unit Bell 412EPI pesanan TNI AD [PT DI]

PTDI lakukan delivery 1 unit helikopter Bell 412EPI untuk TNI AD pada hari Selasa 29/12.

Ini merupakan 1 unit pertama yang dikirimkan dari kontrak pengadaan 9 unit helikopter Bell 412EPI dengan Kementerian Pertahanan RI untuk TNI AD yang ditandatangani pada tanggal 28 Desember 2018.

PTDI selalu siap memenuhi pesanan berikutnya dari Kementerian Pertahanan RI, sebagai wujud komitmen PTDI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra udara negara Indonesia.

Apa Saja Capaian Menhan Prabowo Subianto dalam Memperkuat Industri Pertahanan Nasional

Infografis rantis Maung 4x4 produksi Pindad [sindonews} 

Sejumlah capaian terkait kebijakan pertahanan telah dilakukan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto selama 2020. Salah satunya tentang penguatan industri pertahanan nasional.

Juru Bicara Kementerian Pertahanan (Kemhan) Dahnil Anzar Simanjuntak menuturkan, penguatan itu sesuai dengan perintah dan amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar Kemhan turut fokus mengembangkan industri pertahanan nasional.

"Supaya dalam jangka panjang ketergantungan Indonesia terhadap impor alat utama sistem senjata (Alutsista) dapat diminimalisir," tuturnya dalam keterangan tertulis, Rabu (30/12/2020).

Oleh sebab itu untuk menuju penguatan Industri Pertahanan Nasional yang lebih mandiri, sambung Dahnil, Menhan Prabowo aktif menjajaki kerja sama industri pertahanan dengan berbagai negara-negara produsen yang potensial memiliki komitmen nyata melakukan alih teknologi dengan industri pertahanan nasional.

Ilustrasi Heli Bell 412 EPI TNI AD [Awais Lali]

"Selain itu, penguatan BUMN Pertahanan seperti Pindad, Dahana, PTDI, PTPAL dan lain sebagainya dilakukan semaksimal mungkin. BUMN-BUMN tersebut menjadi produsen utama alutsista-alutsista yang bisa dan mampu diproduksi di dalam negeri. Mulai dari produksi ranpur, randis, peluru dan lain sebagainya," ungkapnya.

Lebih jauh Dahnil menjelaskan, Prabowo sepanjang 2020 telah membuat peta jalan modernisasi alutsista. Dengan cara menempatkan industri pertahanan dalam negeri sebagai prioritas utama dan pertama untuk seluruh alutsista-alutsista yang bisa diproduksi oleh industri pertahanan dalam negeri.

Selain itu, sambung Dahnil, Prabowo rajin menjalin kerja sama dengan negara-negara produsen yang memiliki komitmen untuk alih teknologi untuk alutsista yang belum bisa diproduksi oleh indutsri pertahanan dalam negeri.

"Tentu upaya untuk mendapatkan alutsista yang terbaik dan sesuai dengan kebutuhan pertahanan Indonesia dilakukan oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto," ucapnya. (Riezky Maulana)

  sindonews  

KRI Sultan Hasanuddin-366 Latihan Bersama Kapal Perang Yunani

Di Laut MedteraniaKRI Sultan Hasanuddin (SHN) – 366 melaksanakan latihan Mailbag Transfer serial Miscex 805 dengan unsur MTF dari Yunani yakni HS Hydra F – 452 di Area of Maritime Operation (AMO), Laut Mediterania, Lebanon, Selasa (29/12) waktu setempat. Foto: Dispen Koarmada II

KRI Sultan Hasanuddin (SHN) – 366 dari jajaran Satkor Koarmada II yang tergabung dalam Satgas Maritime Task Force (MTF) TNI XXVIII-L/UNIFIL dengan Komandan Letkol Laut (P) Ludfy melaksanakan latihan Mailbag Transfer serial Miscex 805, dengan unsur MTF dari Yunani yakni HS Hydra F – 452 di Area of Maritime Operation (AMO), Laut Mediterania, Lebanon, Selasa (29/12) waktu setempat.

Kapal perang Hydra F-452 adalah kapal Angkatan Laut Yunani jenis Freegat yang dibangun tahun 1991 di Hellenic Shipyards Co, Scaramagas, Yunani.

Latihan ini diawali dengan HS Hydra F – 452 yang berperan sebagai kapal penerima melaksanakan approach ke KRI Sultan Hasanuddin – 366 hingga posisi sejajar, dilanjutkan dengan pengiriman tali pendahuluan, tali jarak serta high line.

Kemudian dilanjutkan dengan pengiriman barang (Mailbag Transfer). Selanjutnya pada run kedua, KRI Sultan Hasanuddin – 366 berganti peran menjadi kapal penerima, melaksanakan approach kepada kapal pemberi yaitu HS Hydra F – 452.

Usai melaksanakan latihan, kedua kapal perang bermanuver keluar formasi untuk selanjutnya kembali menuju daerah operasi masing-masing.

Kegiatan latihan Mailbag Transfer seperti ini sangat diperlukan dalam satu satuan tugas seperti MTF Unifil guna meningkatkan profesionalisme prajurit serta memperpanjang kehadiran unsur di laut dalam rangka melaksanakan misi Maritime Interdiction Operation UNIFIL sesuai dengan mandate UNSCR 1701,” kata Letkol Ludfy di sela latihan.

Ludfy juga menambahkan jika kegiatan latihan bersama yang mereka melaksanakan selama menjalankan misi perdamaian PBB adalah upaya mengimplementasikan program prioritas KSAL Laksamana TNI Yudo Margono di bidang Penyelarasan doktrin, Ops-lat dan sistem pelatihan yang fleksibel dan adaptif terhadap dinamika situasi terkini. (fri/jpnn)
 

  JPNN  

Rabu, 30 Desember 2020

Bakamla Dibolehkan Gunakan Senjata Kaliber Besar

Lampu Hijau Prabowo soal Senjata Bikin Bakamla Gembira KN 301 Tanjung Datu Bakamla

Badan Keamanan Laut (Bakamla) kini bakal lebih kuat dalam menjaga perairan Indonesia dari kapal-kapal asing pelanggar tapal batas. Menteri Pertahanan Prabowo Subianto membolehkan personel Bakamla memakai senjata lebih besar.

Tugas Bakamla, sebagaimana dilansir situs resminya, adalah melakukan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia dan wilayah yurisdiksi Indonesia. Berdasarkan catatan pemberitaan detikcom, wilayah laut Indonesia sering diterobos pencuri ikan hingga kapal-kapal China, Vietnam, dan negara-negara lainnya.

"Saya ingin tegaskan lagi di sini, bahwa pelanggaran wilayah tidak hanya terjadi dari satu negara, tapi beberapa negara lain juga melakukan pelanggaran wilayah ke wilayah kita," kata Prabowo seusai rapat di Komisi I DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, 20 Januari 2020.

Bakamla pernah menceritakan kekuatan armada lautnya masih minimalis. Tak aneh bila kapal-kapal asing kerap melanggar batas laut RI. Pada Desember 2019-Januari 2020, kapal-kapal China diketahui melanggar batas dan sempat menimbulkan kegaduhan. Pada September lalu, Bakamla disokong Angkatan Laut (TNI AL) dapat mengusir kapal pelanggar wilayah tanpa insiden berarti.

Setelah insiden Januari lalu, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Komisi I DPR-RI setuju mengucurkan anggaran untuk melengkapi kapal patroli Bakamla dengan senjata. Persenjataan dimaksud adalah 20 mitraliur 12,7 MM dari PT Pindad, yang dibeli pada awal September lalu. Padahal China Coast Guard dilengkapi dengan meriam berukuran 76 MM.

"Kita memang cuma 12,7 MM, kecil, nyempil, untuk pertahanan diri. Tapi masih lumayanlah. Kalau ada yang nembak, kita bisa balas, nggak seperti Januari lalu, kapal-kapal kita nggak ada senjatanya," kata Kepala Bakamla Laksamana Madya Aan Kurnia dalam program Blak-blakan yang tayang di detikcom, 18 September.

Kabar terbaru, Bakamla mendapat izin menggunakan senjata yang lebih besar dari 12,7 MM, yakni 30 MM. Izin menggunakan senjata itu disetujui pada pertengahan 2020 setelah bertemu dengan Menhan Prabowo Subianto.

Pertemuan Aan Kurnia dengan Prabowo Subianto dilakukan pada Agustus 2020. Menurutnya, berdasarkan aturan yang ada, Bakamla diperbolehkan menggunakan senjata.

"Yang menggembirakan juga tahun ini saya mendapat izin menggunakan senjata. Jadi saya menghadap Pak Menhan langsung bulan Agustus. Jadi selama ini coast guard China, coast guard Vietnam, meriamnya sudah gede-gede, sudah 75, 57, saya mau beli senjata saja nggak boleh. Kemarin saya menghadap Pak Menhan langsung, aturan-aturan kita lihat ternyata boleh, bisa, dan alhamdulillah bisa," ujar Aan dalam acara konferensi pers capaian kinerja Bakamla RI tahun 2020 secara virtual, Rabu (30/12/2020).

Aan menjelaskan, sebelumnya, Bakamla hanya dibekali senjata peluru karet. Pada tahun ini, petugas Bakamla sudah diizinkan menggunakan senjata berkaliber 30 MM dan senjata perorangan.

"Senjata kaliber diizinkan sementara hanya menggunakan 30 mm paling besar, kemudian ke bawahnya 12,7 sama senjata perorangan. Itu saja," ucapnya.

Aan menegaskan senjata tersebut tidak mematikan. Menurutnya, fungsi petugas Bakamla dipersenjatai itu untuk keamanan diri apabila sedang bertugas di laut.

"Ingat, senjata yang saya gunakan ini bukan untuk mematikan, tapi hanya untuk self defense, hanya untuk bertahan saja. Kita tidak perlu senjata besar, kaliber besar, seperti Angkatan Laut, tapi paling tidak untuk membela diri kalau memang ini diperlukan. Izinnya sudah secara resmi kita dapat bulan Agustus tahun 2020," ucapnya.

  ★
detik  

Benda Asing Mirip Drone di Selayar

Dibawa Kapal Perang ke Komando Armada II TNI ALhttps://pict.sindonews.net/dyn/620/pena/news/2020/12/30/174/285134/benda-asing-mirip-drone-di-selayar-dibawa-kapal-perang-ke-komando-armada-ii-tni-al-owp.jpgBenda berbentuk mirip drone yang ditemukan di Kabupaten Selayar, Sulawesi Selatan oleh nelayan setempat pada 26 Desember 2020 lalu. Kini tengah diteliti Surabaya. [Foto Ist]

Benda berbentuk mirip drone yang ditemukan di Kabupaten Kepulauan Selayar , Sulawesi Selatan oleh nelayan setempat pada 26 Desember 2020 lalu. Kini tengah diteliti Komando Armada II Surabaya.

Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) Lantamal VI Makassar Kapten Laut Suparman Sulo mengatakan benda asing yang ditemukan oleh nelayan setempat tersebut sempat dievakuasi di Kantornya.

"Sudah dibawa ke Surabaya untuk diteliti di Komando Armada II . Mabes TNI AL yang punya kewenangan langsung. Kemarin langsung dibawa, pakai kapal perang. Mau dicari tahu benda apa dan sebagainya. Kita tunggu hasilnya," paparnya kepada SINDOnews, Rabu (30/12/2020).

Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Ibrahim Tompo menjelaskan benda itu ditemukan nelayan bernama Saeruddin (60) saat memancing di perairan Selayar.

"Kemudian masyarakat itu melaporkan ke Kodim. Nanti Kodim yang jelaskan prosedur penanganannya. Dia bentuknya logam memanjang berbentuk seperti peluru tetapi mempunyai sayap. Benda itu terapung," jelas Ibrahim.

Meski begitu, Ibrahim belum bisa berkomentar lebih jauh, terkait kabar benda tersebut merupakan alat pengintai dari luar negeri. "Karena memang minim sekali data di alat itu. Nomor dan sebagainya. Tidak ada identitasnya," ungkapnya.

Dia menyampaikan belum ada indikasi benda tersebut membahayakan Kamtibmas. "Penilaian yang ada ketika anggota Kodim periksa tidak ada alat peledak maka tidak ada gegana yang kita turunkan," papar Ibrahim. (sms)

 ♖ Sindonews  

Kemenhub dan Provinsi Aceh Akan Beli N219

Untuk Menjangkau Daerah TerpencilPesawat N219 [PTDI]

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) berencana memesan pesawat N219 untuk tiga keperluan yakni kalibrasi fasilitas penerbangan, memenuhi kebutuhan untuk menjangkau daerah 3TP (Tertinggal, Terpencil, Terluar, dan Perbatasan), dan angkutan perintis.

"Selain untuk kalibrasi fasilitas penerbangan dan kebutuhan daerah 3TP, juga akan digunakan untuk angkutan perintis," kata Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi dalam keterangan tertulis dikutip dari Antara, Senin, 28 Desember 2020.

Hal tersebut disampaikan Menhub usai menyaksikan Kemenhub secara resmi menyerahkan sertifikat tipe Pesawat N219 kepada PT Dirgantara Indonesia (DI) di Kantor Kementerian Perhubungan Jakarta, hari ini.

Menhub mengapresiasi tersertifikasinya pesawat N219 yang merupakan karya anak bangsa. Selesainya proses sertifikasi tipe diharapkan menjadi tonggak bersejarah kebangkitan industri rancang bangun pesawat udara di Indonesia setelah era pengembangan pesawat buatan anak bangsa N250 sekitar 30 tahun lalu yang diprakarsai oleh Presiden Republik Indonesia ke-3 BJ Habibie.

"Saya berharap, pencapaian ini dapat menjadi motivasi PT Dirgantara Indonesia untuk terus berinovasi, karena masih diperlukan penyempurnaan teknis pada pesawat generasi selanjutnya sehingga bisa bersaing dengan pesawat buatan luar negeri dan mempunyai daya jual yang tinggi," jelasnya.

Pesawat N219 ini merupakan hasil kerja sama PT Dirgantara Indonesia dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) ini telah menyelesaikan seluruh rangkaian pengujian sertifikasi dan resmi memperoleh Type Certificate di akhir 2020.

Sertifikat yang menandakan bahwa pesawat sebentar lagi bisa diproduksi massal itu diberikan oleh otoritas kelaikudaraan sipil yang berwenang di Indonesia, yakni Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara/DKPPU Kementerian Perhubungan. (medcom)

Pemerintah Aceh bakal membeli pesawat N-219 dari PT Dirgantara Indonesia (PTDI) untuk menjangkau daerah kepulauan di Tanah Rencong. Artinya, Aceh menjadi provinsi pertama di Indonesia yang membeli pesawat buatan dalam negeri itu.

Sekretaris Daerah Aceh Taqwallah mengatakan rencana Pemerintah Aceh membeli pesawat tersebut demi memenuhi kebutuhan transportasi perintis.

"Karena masih ada daerah yang sulit dijangkau, seperti di pulau-pulau. Sehingga mempermudah hubungan lebih baik di Aceh," kata Taqwallah dalam keterangannya, Selasa (29/12).

Ia menyebutkan, Aceh membeli transportasi udara buatan lokal tersebut karena sangat menghargai karya cipta anak bangsa.

"Karena kalau bukan kita, siapa lagi yang akan menggunakan pesawat buatan negara kita sendiri," ujar Taqwallah.

Sebelumnya, model pesawat N-219 diterima oleh Sekda Aceh Taqwallah mewakili Gubernur Aceh Nova Iriansyah. Penyerahan model Pesawat N-219 kepada Pemerintah Aceh itu terkait kerangka kerja sama (framework agreement) rencana pembelian pesawat N-219, yang ditandatangani Gubernur Irwandi Yusuf di sela-sela Singapore Airshow, pada 7 Februari 2018 lalu.

Selanjutnya, framework agreement tersebut diperbaharui dan ditandatangani Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, bersama PTDI di Bandung, pada 9 Desember 2019.

PTDI sendiri dapat menyerahkan model N-219 kepada Pemerintah Aceh setelah menerima type certificate pesawat berkapasitas 19 tempat duduk dari Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan, pada 27 Desember 2020.

Sebagai informasi, pesawat N-219 yang diberi nama Nurtanio oleh Presiden Joko Widodo adalah pesawat hasil kolaborasi antara PTDI bekerja sama dengan Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan).
 

  CNN  

Pindad dan Solar Group India Tandatangani Nota Kesepahaman Multi-mode Hand Grenades (MMHG)

Mengenai Produk PertahananProduk granat tangan multi-mode [Indian Express]

Direktur Utama PT Pindad (Persero), Abraham Mose dan Direktur Executive Economic Explosives Limited, AK Jain (anak perusahaan Solar Industries India Limited, perusahaan bahan peledak dan aksesoris terbesar di India serta produsen produk-produk Pertahanan), menandatangani Nota Kesepahaman (NK) di bidang produk Pertahanan yang disebut granat tangan multi-mode. Penandatanganan NK dilakukan secara daring melalui video conference dari Jakarta, Indonesia dan Nagpur, India.

Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Chairman Solar Industries India Limited, Satyanarayan Nandlal Nuwal, Managing Director & CEO, Manish Nuwal, Direktur Bisnis Produk Industrial PT Pindad (Persero), Heri Heriswan, Direktur Strategi Bisnis PT Pindad (Persero), Rizka Putranto dan GM Mining Services, Tatang Sugiana.

Abraham Mose menyambut baik kerja sama di bidang produk pertahanan dan berharap bisa segera diimplementasikan.

Hari ini kita akan tandatangani kesepakatan, penandatanganan kerjasama antara Pindad dan India, MoU Granat Tangan. Penting untuk menandatangani MoU ini, kami berharap dapat segera mewujudkannya karena ini sangat diperlukan untuk menjalankan bisnis kita,” kata Abraham.

SN Nuwal mengapresiasi langkah cepat Pindad dalam mewujudkan kerja sama meski ditengah pandemi Covid-19.

“Akhirnya kita bisa merealisasikan kesepakatan dan menandatangani kesepakatan di tengah situasi sulit pandemi Covid-19. Penandatanganan ini merupakan batu loncatan sebagai langkah awal untuk membuka hubungan yang baik bagi kedua perusahaan. Semoga ini membuka terjalinnya hubungan baik. Pindad dan Solar punya banyak kesamaan ide terkait pemahaman dalam berbisnis ke depan,” ujar SN Nuwal.

Indonesia dan India memiliki hubungan baik yang sudah terjalin sejak lama, semoga kedepannya banyak peluang yang datang seiring dengan kemajuan hubungan ini,” ujar Manish Nuwal.

Semoga dengan penandatanganan MoU ini, Pindad dan mitra strategisnya, Solar Group dapat menjalin kerjasama yang baik dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
 

  Pindad  

Indonesia Disebut Mundur dari Proyek Jet Tempur KF-X Korsel

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj5wMWip6IzWqdBDXyMQWL2gRYNaQBrmXJdPrU0EtgIHCBF_PbilYnKpJTUEPuoO8O8Vjaj5WLguKAVl-KWirP9PVfmMj_K3xyuoPg8-qNI2JJWh5fGdIP2hA0alAnkxFb99tJByQTZULQ/s1600/AS+Ingkar+Untuk+Membantu+Pengembangan+Pesawat+Siluman+KFX+IFX.JPGIlustrasi KFX/IFX

Indonesia disebut berencana mundur dari proyek pengembangan jet tempur KF-X/IF-X bersama dengan Korea Selatan yang digarap sejak 2016 lalu.

Anggota Dewan Perwakilan Korsel dari Partai Kekuatan Rakyat, Shin Won-shik, mengatakan Indonesia terus mengulur waktu dalam memenuhi komitmennya terkait proyek militer termahal dalam sejarah Negeri Ginseng ini.

Shin menuturkan sejauh Indonesia baru membayar 227,2 miliar won Korsel dari total 831,6 miliar won yang harus dibayarkan untuk proyek tersebut tahun ini.

Sementara itu, pengembangan jet tempur Korea Fighter eXperimental tersebut diperkirakan menghabiskan biaya sekitar 8,5 triliun won atau US$ 7,8 miliar.

Sebanyak 1,6 triliun won atau 20 persen dari total biaya pengembangan harus dibayar oleh Indonesia.

Hal itu berdasarkan kontrak kemitraan bersama Jakarta dan Seoul terkait pengembangan KF-X/IF-X yang ditandatangani pada 2016 lalu.

Dalam perjanjian itu, kedua negara berencana memproduksi 125 jet tempur untuk Korsel dan 15 jet untuk Indonesia pada 2026.

Sampai saat ini, proyek pengembangan KF-X/IF-X itu juga telah menelan biaya triliunan won. Sebuah prototipe pesawat sedang dalam perakitan sampai saat ini.

Padahal, jadwal penerbangan perdana KF-X/IF-X dijadwalkan berlangsung pada 2022.

Selain masalah uang, Shin menuturkan Indonesia juga tidak mengirimkan kembali 114 spesialis tekniknya dari PT Dirgantara Indonesia ke Korsel.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgJ-HwJxmO_pwLw1PrE0l01QRObW1_wedGsHHw3QxiqRSncPY1W-rZgWlcOSUBo4GR_WDSyLQ8YdsgYd4dtZMYQ7an88v8gs8fC5958A7O4F5JVltrtnryIkBGKRM4iVagFCjdBx6P22K8/s320/fb_IMG_15491765800801967817839363284403.jpgIlustrasi desain KFX/IFX

Ratusan ahli teknik itu dipulangkan ke Tanah Air pada Maret lalu akibat pandemi virus corona (Covid-19).

Dilansir Harian Korea JoongAng, negosiator dari badan pengadaan senjata Korsel (DAPA) disebut mengunjungi Indonesia pada September lalu untuk membujuk Jakarta agar mau melanjutkan proyek bersama itu.

Menurut salah satu sumber Korsel, pejabat Indonesia meminta negosiasi ulang kesepakatan awal KF-X/IF-X, salah satunya meminta lebih banyak transfer teknologi sebagai imbalan atas komitmennya.

Indonesia juga disebut memohon agar beban finansial yang harusnya dibayarkannya dikurangi dari 20 persen menjadi 15 persen dari total pembiayaan proyek.

Sumber pejabat Korsel itu mengatakan tidak ada kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan di Jakarta tersebut. Namun, negosiasi tetap berlangsung.

Indonesia juga dikabarkan kurang senang dengan proyek KF-X/IF-X yang dinilai berjalan lambat. Baru-baru ini, Jakarta santer melirik jet tempur dari sejumlah negara seperti jet Rafale asal Prancis dan Sukhoi dari Rusia.

"KF-X adalah jet tempur yang saat ini hanya baru berupa cetak biru, tapi jet Rafale sudah beroperasi. Untuk Indonesia, [melengkapi angkatan udaranya dengan jet Prancis] mungkin merupakan kesepakatan yang lebih menguntungkan meski itu berarti harus merelakan 227,2 miliar won yang sudah dibayarkan," kata sumber pejabat industri pertahanan Korsel.

Pada September lalu, Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto menuturkan proyek bersama pengembangan jet tempur itu masih terus berlanjut.

Prabowo mengatakan pemerintah memang tengah melakukan negosiasi ulang dengan Seoul terkait pembagian biaya proyek KF-X-IF-X ini. (rds/dea)

 ♖ CNN  

Selasa, 29 Desember 2020

[Dunia] Derivatsiya-PVO

♞ Senjata Baru Pemusnah Drone Buatan RusiaDerivatsiya-PVO

Rusia memiliki senjata anti-drone terbaru, dinamai Derivatsiya-PVO. Senjata ini mampu membuat perisai dari hujan proyektil yang kemudian meledak dan memuntahkan pecahan peluru di udara, yang tidak dapat ditembus oleh drone musuh.

Senjata yang mampu menembakkan 120 peluru artileri kaliber besar per menit ini dibuat berdasarkan kendaraan tempur infanteri BPM-3 dan stasiun senjata otomatis AU-220M.

"Perlengkapan amunisinya mencakup proyektil yang diledakkan dan dipandu dari jarak jauh, yang artinya senjata ini dapat menembakkan dan meledakkan peluru dengan sekali tekan, serta menyesuaikan arah peluru mengikuti pergerakan musuh," jelas seorang sumber di kompleks industri militer Rusia, seperti dilansir Russia Beyond The Headline.

Senjata ini dirancang untuk menghancurkan target berukuran kecil, yang terbang di ketinggian beberapa ratus meter. "Drone telah menjadi momok, tidak hanya bagi tentara kita, tetapi juga bagi tentara negara lain di Timur Tengah," ujarnya.

"Para militan membuat "helikopter" yang dikendalikan dari jarak jauh dengan berbagai improvisasi, menempelkan bom padanya dan menjadikannya pengebom bunuh diri untuk meledakkan sistem pertahanan udara, tank, dan helikopter mahal. Pada dasarnya, mereka mengincar semua peralatan berharga jutaan dollar," sambungnya.

Dengan kemampuan memuntahkan 120 peluru per menit, Derivatsiya dapat meluncurkan rentetan proyektil dan langsung meledakannya di udara, sehingga pecahan pelurunya dapat memusnahkan drone musuh yang tengah mengudara.

Dalam hal jangkauan tembak, senjata ini setara dengan rudal antitank UMTAS berpemandu laser milik NATO dan sistem amunisi pintar Roketsan MAM-C dan MAM-L yang digunakan Angkatan Udara Turki di Timur Tengah, yakni sekitar 8.000 meter.

Salah satu kelebihan senjata ini adalah modularisasinya. Sederhananya, senjata ini dapat dipasang, baik pada alat berat dalam bentuk platform roda rantai, kapal multi tonase, ranpur infanteri BRM-3 dan kendaraan pengintai BRM-3K.

Ada juga versi AU-220M untuk pesawat angkut. Senjata ini mengubah kekuatan tempur Il-76 atau An-12 menjadi setara dengan C-130 Hercules milik Amerika Serikat. Untuk kendaraan pengangkut militer, AU-200M dibuat dalam kaliber 30 dan 105 mm,” jelas sumber tersebut. (esn)
 

  sindonews  

Japan Wants to Sell the Frigates to Indonesia, the Italian Offer also Appears

Fincantieri FREMM frigate [marina difesa]

Among the priorities of the Tokyo government is the export of military equipment with particular attention to the area of Japanese influence.

Japan is allegedly pushing the sale of military ships to Indonesia in order to fuel the vision of a "free Indo-Pacific".

The units in question would be the "30FFM" classified as destroyers by Japan but frigates in all respects.

Tokyo has in fact chosen to launch this new class of ships to support the larger units and carry out the "minor" tasks.

A way to increase the operational capacity and the number of ships available to the Chief of Staff to face China more widely. The numbers are in fact very important: 8 units for the first batch and 22 for the second.

The price, including four units, should be 300 billion yen for the Indonesian tax payer.

Taking into account the exchange rate (1 yen = 0.0082 euros as of November 6, 2020), the expenditure is 2.45 billion euros, specifically 612 million euros per unit.

 30DX or 30FFM 
Komano frigate [Defense World]

The proposed Japanese units, which can give us a rough idea of what Jakarta wants, have a displacement of around 5,000 tons, a length of 130 meters and a width of 16 meters.

The armament consists of a Mk-45 cannon in the bow, two quadruple Type 17 anti-ship missile launchers, a SeaRAM launcher, Type 12 light torpedoes and 16 VLS Mk-41 cells.

Propulsion is ensured by a Rolls Royce MT30 gas turbine and two MAN diesel generators, in the CODAG (Combined Diesel and Gas) configuration, capable of propelling the Japanese frigate to more than 30 knots.

The radar is the AESA OPY-2 in X-band is derived from the FCS-3 already installed on several units of the Japanese Navy. To complete the suite of sensors, the OAX-3 for EO/IR, OQQ-25 consisting of the sonar in the bow and the trailed bulb and OQQ-11 for minesweeper operations. All managed by the OYQ-1 Combat Management System (CMS).

The frigates are also capable of carrying out "minesweepers" missions thanks to the use of remotely controlled means and to lay mines.

The diamond point of the ships is the innative bridge that uses virtual reality.

A total of 90 crew members can be found on board.

 The Italian offer 
Fincantieri PPA [Occar]

As reported by “The Japan News”, in addition to the Japanese offer, an “Italian shipyard” also shows the intention to participate when some important parameters such as price and participation of local industries are set.

It can be clearly understood that the “Italian shipyard” is Fincantieri.

The Trieste group could offer both a version of the FREMM "cut" for Indonesian needs, the Multipurpose Offshore Patrol/Pattugliatori Polivalenti d’Altura (PPA) or the "corvette" for Qatar Doha class.

The above figures are very high but it is not clear whether or not they include other costs such as logistical and training support.

However, taking the figures aseptically, it is consequent to make a comparison with the sale of the two FREMMs to Egypt for 1.2 billion euros.

Here too it is not known with certainty the list of expenses but we are at 600 million euros per unit.

On an order of four ships it is possible to make greater use of the economy of scale and to meet the needs of the customer.

The same Multipurpose Offshore Patrol boats have equipment and dimensions that do not differ much from the 30DX.

The graphic will appear clearer.


  ⚓️ Ares Difesa  

Alokasi Anggaran Pertahanan Terganjal Covid-19

Oleh Akhmad Hananhttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFUZm2AbcYvazgUmkQO7GlYvgiLaEPSB_95kkW9hyfKHmMV90AgSk3JreiLGVwirzVEkDMrHfwDI0Y2M1ofZR3pYnq2AKp6Ir4Vtwgsuqb-0onEFm2Tc6IlfAZiwpWdba1LKu_DkBEIa-d/s723/Indonesia+Looking+at+Iver+Huitfeldt-class+Frigate+to+Boost+TNI-AL%2527s+Blue+Water+Force+-+Naval+News.pngIver Huitfeldt frigate yang akan diakuisisi Indonesia [Naval News]

Tahun 2020 merupakan tahun yang berat bagi perekonomian Indonesia setelah sebelumnya pernah mengalami krisis tahun 1998. Pandemi COVID-19 melanda semua negara di dunia pada tahun 2020 telah mengakibatkan gangguan terutama kesehatan dan perekonomian global, tak terkecuali di Indonesia.

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), hingga kuartal III (Q3) tahun 2020 pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia mengalami kontraksi minus sebesar 3,49% (y-on-y).

Hal ini membuat berbagai agenda kebijakan pembangunan nasional termasuk kebijakan pembangunan kekuatan pertahanan yang telah ditetapkan di awal periode pemerintahan menjadi mundur dan macet.

Pemerintah telah menetapkan alokasi anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat COVID-19 sebesar Rp. 695,2 triliun. Anggaran PEN ada yang berasal dari realokasi anggaran di tingkat kementerian dan/atau lembaga negara.

Kementerian Pertahanan (Kemhan) adalah kementerian yang memiliki anggaran paling besar dari semua kementerian dan lembaga negara di Indonesia, yaitu sebesar Rp. 131 triliun pada APBN 2020. Anggaran Kemhan digunakan untuk tiga komponen yaitu belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal.

Anggaran belanja pegawai untuk lima unit lembaga (Kemhan, Mabes TNI, Mabes TNI AL, Mabes TNI AU dan Mabes TNI AD) memiliki persentase lebih besar dibandingkan dua komponen lainnya. Setelah dilakukan realokasi berdasarkan Perpres No. 54 Tahun 2020 maka anggaran Kemhan berkurang menjadi sebesar Rp. 122 triliun.

Kemhan sebelumnya telah memiliki rencana strategis pembangunan kekuatan pokok pertahanan (Bangkuatpokhan) atau lebih dikenal dengan Minimum Essential Forces (MEF) yang terdiri dari tiga renstra. Renstra I dimulai tahun 2010 - 2014, Renstra II tahun 2015 - 2019 dan Renstra III tahun 2020 - 2024. Program strategis ini dimaksudkan untuk modernisasi alat utama sistem pertahanan (Alutsista) Indonesia menjadi kekuatan yang disegani di kawasan regional ASEAN terutama dan dunia pada umumnya.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIU5pl2jUr42_2TobqfJ3PSFI71zcJvQ56vIFB7ii1LUahdUY3fhH_Mb4G6wcWS5KhxxaVASRcIPv41N0Y9wS-VGZI5zUPAhj9xzN63b2EFogQINXyqI2ZK99XvGmftvNnBUWzEcJ_ufmA/s846/SBR+Mer+et+Marine_ita5.jpgIndonesia melirik kapal selam S-BR Perancis [mer et marine]

Tidak hanya itu, Renstra juga meliputi pembangunan SDM, organisasi dan infrastruktur pertahanan. Dengan adanya pandemi COVID-19 ini, agenda pembangunan sektor pertahanan terganjal karena sebagian anggaran dialokasikan ke program PEN.

Berdasarkan data dari Kemhan, pencapaian Rentra II baru mencapai 63,19% dari target Renstra II seharusnya sebesar 75,54%. Hingga tahun 2020, masih terdapat selisih cukup banyak sekitar 12,35% untuk dikejar sesuai target Renstra II. Hal ini menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi Kemhan di tahun 2021 untuk mengejar target disamping perekonomian nasional masih dalam tahap pemulihan akibat dampak COVID-19.

Dibutuhkan alokasi anggaran yang sangat besar untuk mencapai target Renstra.

Apabila pandemi masih berlangsung berkepanjangan, maka Kemhan harus menyiapkan langkah khusus untuk merampungkan seluruh target Renstra pembangunan. Salah satunya apakah terdapat opsi untuk memperpanjang jangka waktu capaian Renstra mundur ke beberapa tahun ke depan.

Kepentingan Sektor Pertahanan Tidak bisa dipungkiri pembangunan sektor pertahanan adalah hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan secara geopolitik Indonesia terletak di posisi yang sangat strategis akan dinamika peperangan di dunia. Dalam sudut pandang internasional, Indonesia merupakan titik pusat dari Asia Pasifik.

Dimana saat ini sedang terjadi perebutan hegemoni antara Cina dan Amerika Serikat. Tidak usah jauh-jauh, Laut Cina Selatan saat ini menjadi medan laga unjuk kekuatan militer. Kawasan tersebut meningkat tensi ketegangannya dibanding beberapa dekade sebelumnya. Kabar terakhir, Amerika Serikat mengirimkan pesawat bomber B-52 ke wilayah Laut Cina Selatan sebagai aksi unjuk kekuatan militer kepada Cina.

Pihak Cina pun membalas dengan memamerkan empat pesawat bomber jenis baru H6-K ketika patrol di Laut Cina Selatan bersama Rusia jelang natal tahun ini. Mau tidak mau dan suka tidak suka, Indonesia harus mewaspadai kondisi ini. Indonesia harus mempersiapkan kekuatan pertahanan yang mumpuni untuk mencegah apabila terjadi sesuatu kelak di Laut Cina Selatan.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhk7g5ZtF7FkvphpgKIGRy88-yFipF9nO6eW3N0UuCTNvWMetBh0MNwbcWGnmhdQp8MuCRTE3heCfAnJLYZ3g0Ez3vONq2RdMyTUTwT-Hmp07VliT_jYffZpXjWIUW8H3lisgCue1nMHv5U/s925/Ukraine_Successfully_tests_the_Neptune_land-based_cruise_missile_system_Ukraine+Army+General+Staff.jpgIndonesia telah tandatangani MOU pengadaan rudal pertahanan Neptune [Ukraine Army General Staff]

Minimal peningkatan kekuatan pertahanan di wilayah Natuna yang berhadapan langsung dengan wilayah Laut Cina Selatan. Hingga saat ini, kekuatan pertahanan Indonesia masih jauh tertinggal dibanding kekuatan Amerika Serikat dan Cina di Laut Cina Selatan.

Selain faktor eksternal tersebut, Indonesia saat ini juga masih menghadapi ancaman dari dalam negeri (internal) yaitu separatisme dan terorisme. Peran sektor pertahanan sangat penting untuk membasmi gerakan separatisme dan terorisme dan dalam rangka menjaga kedaulatan negara. Gerakan separatisme dan terorisme menjadi ancaman nyata bagi persatuan dan kesatuan bangsa, seringkali itu juga menghambat pembangunan nasional.

Kepentingan peningkatan kekuatan pertahanan juga untuk mendukung pengamanan sumber daya alam dan energi di perbatasan wilayah Indonesia. Ada tiga wilayah perbatasan di Indonesia yang kaya akan sumber daya energi.

Pertama laut lepas Natuna memiliki blok D-Alpha Natuna yang terletak berbatasan langsung dengan Laut Cina Selatan dan berbagai negara, memiliki cadangan gas yang sangat besar sekitar 49,87 TCF.

Kedua Blok Masela di Maluku yang berbatasan langsung dengan Australia memiliki cadangan gas terbukti sebesar 10,7 TCF. Ketiga kawasan perairan Ambalat yang berbatasan langsung dengan Malaysia menyimpan kandungan minyak dan gas bumi yang sangat besar. Blok Ambalat menurut data Kementerian ESDM, menyimpan cadangan potensial 764 juta barel minyak dan 1,4 TCF gas.

Ketiga wilayah ini selain mendesak untuk dilakukan eksporasi oleh pemerintah melalui Kementerian ESDM, juga memerlukan pengamanan oleh sektor pertahanan. Hal agar tidak terjadi klaim wilayah secara langsung maupun tidak langsung oleh negara lainnya karena ketiga wilayah tersebut memiliki nilai ekonomi yang sangat besar.

Berkaca dari kejadian lepasnya wilayah Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia pada tahun 2002, maka peran sektor pertahanan untuk mengamankan sumber daya energi di perbatasan sangatlah penting.

 Strategi Pembangunan di Masa COVID-19 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6I_5dBzLAXz1wMwmzjpVm96sgXJqZOmRpWJb3mJkp_9LvsvRmt6s7Wb_zB3FFOuvWioZ7eySYgjLZQRsJMAo2XF6L292apmvFqigjmv32jY4DeMq9q1VvRbBi4D1Qy-mQnR0ph6ESh3Dx/s800/typhoon-e-rafale+foto-via-md-reino-unido.jpgPesawat Rafale dan Typhoon yang dilirik Kemhan [md reino unido]

Beberapa waktu lalu, Menhan RI Prabowo Subianto berkunjung ke berbagai negara di dunia untuk survei hingga melobi Alutsista untuk memperkuat pertahanan Indonesia. Dikabarkan Menhan akan membeli puluhan hingga ratusan pesawat tempur, kapal perang dan kapal selam untuk modernisasi Alutsista.

Mulai dari isu akan membeli jet temput Eurofighter Typoon, Rafale, Sukhoi Su-35, F-15 dan kapal selam kelas Riachuelo. Namun hingga saat ini belum terealisasi semuanya. Ini kemungkinan karena kondisi perekonomian nasional masih belum stabil dan alokasi anggaran pemerintah masih fokus ke program PEN akibat COVID-19.

Pada masa pandemi COVID-19 saat ini, pemerintah harus tetap memprioritaskan pembangunan kekuatan pertahanan. Jika tidak ingin jauh tertinggal dari target Renstra dan negara lainnya, pemerintah harus membuat skala prioritas kebutuhan modernisasi Alutsista sesuai dengan ancaman internal dan eksternal yang terjadi saat ini. Salah satu strateginya adalah mengurangi beban belanja pegawai yang saat ini porsinya 50% lebih. Pembiayaan harus ditekan agar efektif dan efisien dan dilakukan realokasi ke komponen belanja modal untuk pembelian Alutsista.

Kebijakan pemerintah untuk menekan belanja pegawai adalah dengan mengoptimalkan kebijakan Zero Growth Policy yang telah ada sejak tahun 2012. Kebijakan ini merupakan reformasi birokrasi di bidang SDM pertahanan yang bertujuan lebih memaksimalkan kualitas dibanding kuantitas agar terjadi keseimbangan jumlah personel dan jabatan. Kebijakan ini dirasa sangat relevan di masa pandemi COVID-19 karena dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas anggaran pertahanan.

Jadi yang selama ini mayoritas digunakan untuk biaya rutin pegawai bisa dialokasikan untuk pembangunan Alutsista.

Sembari jalan kebijakannya, penguatan riset Industri Pertahanan juga harus didukung penuh sehingga Indonesia bisa memiliki tingkat kemandirian tanpa tergantung dari impor Alutsista dari negara lainnya. (dru)

 ♖
CNBC