Rabu, 07 September 2022

Sistem Pertahanan Udara Ibu Kota Negara

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4fVJCjFbc-iSqEtIaVWnamKWd38mYTuyxFXt0ZZrcdnayRv6sW7SZkipqoLSkdHVIBESAj71qxCUH0dldWPcn8yaCm46AYXkTFBVUQxXwfos-FHTVveI979UgFxibVes62WjVUso4L7ny/s400/11918926_471753012998525_1272835404896750984_pr1v4t33r.jpgIlustrasi Oerlikon Skyshield Mk II [Paskhas]

SAAT
berbicara tentang sistem dan strategi dalam membangun sebuah sistem pertahanan udara (sishanud) ibu kota negara, sebenarnya hal yang harus diketahui adalah bahwa sishanud ibu kota negara merupakan salah satu sub sistem dari sishanud nasional. Sishanud nasional pada hakikatnya adalah sebuah sistem yang dibangun dalam menghadapi ancaman yang datang dari udara dengan tujuan menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah negara di udara.

Dalam hal itu pertama kali harus dilihat bersama tentang apa itu kedaulatan negara di udara. Dalam konteks hukum udara internasional, kedaulatan negara di udara selalu akan merujuk kepada Konvensi Chicago 1944 yang merupakan kelanjutan dari Konvensi Paris 1919.

Kedaulatan negara di udara seperti yang tercantum dalam konvensi Chicago 1944 sangat jelas yaitu bahwa kedaulatan negara di udara adalah komplit dan ekslusif. Inilah yang memperlihatkan secara gamblang perbedaannya dengan hukum laut internasional.

  Wilayah udara bersifat tertutup 

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjGMEKmennU0y_1nkgNwsJvWA9D5xLGpaRM-ho4DzRTG1OWR_P_5la1V7ptVdIpHMawSjaYmdqToWxVQ-2zszsFp_VzEZX_DStHxmYb1C6_hrYx0O8S81sFnfywMs7A6fbRDU5_gZZWeEyn/s678/NASAMS_TNI_AU_78x381.jpgRudal Nasams TNI AU

Wilayah udara sebuah negara bersifat tertutup bagi semua penerbangan tanpa izin. Sementara hukum laut mengenal jalur lintas damai (innocent passage) di kawasan perairan wilayah kedaulatan sebuah negara.

Ada jalur lintas di perairan sebuah negara yang dapat digunakan tanpa izin. Wilayah udara kedaulatan sebuah negara tidak mengenal jalur lintas penerbangan tanpa izin.

Berikutnya, dalam hal sistem pertahanan udara nasional harus dipahami sebagai sebuah sub sistem atau merupakan bagian integral dari konsep pertahanan keamanan nasional. Artinya, sistem pertahanan udara nasional merupakan bagian dari sistem pertahanan nasional.

Dalam konteks inilah wilayah kedaulatan negara menjadi sangat penting untuk dicermati dalam hubungannya dengan sistem pertahanan nasional. Wilayah kedaulatan negara akan menentukan sejauh mana wilayah kedaulatan negara di udara.

Wilayah udara kedaulatan sebuah negara logikanya adalah kawasan udara di seluruh wilayah teritori negara. Dalam perspektif hukum, Indonesia masih belum menyatakan wilayah udara di atas teritorinya sebagai wilayah kedaulatan dalam kontitusinya.

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 hanya menyatakan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.

Wilayah udara tidak disebut di situ. Hal ini menjadi salah satu catatan penting dalam konteks pengelolaan sistem pertahanan negara, dalam hal ini pertahanan udara nasional.

Pada sisi lainnya, konsep pertahanan negara yang berkembang pasca Perang Dunia ke 2 telah membuat semua negara membangun sistem pertahanan negara yang total sifatnya atau total defence system. Hal ini tentu saja terutama sekali sebagai akibat dari kemajuan teknologi di bidang penerbangan, khususnya teknologi persenjataan.

  Azas pertahanan semesta 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTLO6zggeKy1dCc4DOJiIAriUg0j-Z0adlNZmbPTsYqpXjg3EYQy8O9EdPEcgIIFg2hRdy-jEyTCFdEtXgehOo1YNJ6Zs9aQLvL1FxvvgJYFuEvH2adYulvmD4ScoSlMhC8ueNJJr_lBJrm8EA8AuKy8LUZoq23kEbTTvzeVV8ooe5re0XW7oIucZL5Q/s1080/Yonarhanud%2016_Kostrad_8989_n.jpgYonarhanud 16 Kostrad

Semua negara di dunia dalam membangun kekuatan perangnya akan senantiasa bergantung kepada kemajuan teknologi dan azas pertahanan semesta atau total defence.

Pertahanan nasional yang total sifatnya merupakan kebutuhan mutlak setelah rangkaian perang yang terjadi sepanjang sejarah. Setidaknya pelajaran mahal telah diberikan dari serangan Jepang ke Pearl Harbor di tahun 1941, pengeboman oleh Amerika Serikat di Hiroshima dan Nagasaki yang menghentikan perang dunia ke dua, serta serangan 11 September 2001 yang dikenal dengan tragedi 9/11.

Tiga peristiwa tersebut memperlihatkan betapa kerawanan yang dihadapi dalam perspektif ancaman yang datang dari dan melalui wilayah udara kedaulatan sebuah negara. Peristiwa tragis serangan 11 September telah menjadikan penerbangan sipil komersial sebagai potensi ancaman serangan udara oleh teroris.

Pasca 9/11 Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya telah merestrukturisasi sistem pengendalian lalu lintas udara nasional. Mereka membangun ulang civil military air traffic flow management system demi keamanan nasional.

Sistem pertahanan udara nasional sangat terpengaruh oleh kemajuan teknologi penerbangan dan terutama teknologi persenjataan. Terlihat munculnya dunia siber yang ditandai dengan perkembangan penggunaan drone, sistem autonomous dan artificial inteligent sangat memengaruhi disain sistem pertahanan sebuah negara.

Cyber world dikenal sekarang sebagai sudah menjadi domain ke 5 setelah daratan, perairan, udara, dan ruang angkasa. Hal ini tampak dari betapa beberapa negara maju telah membangun angkatan angkasa luar.

Amerika Serikat telah membentuk space force dalam jajaran angkatan perangnya pada tahun 2019. Angkatan Perang Amerika Serikat kini terdiri dari US Army, US Marine, US Navy, US Air Force, Coast Guard, dan US Space Force.

Cyber world juga telah mengembangkan sistem komando dan pengendalian berteknologi tinggi seperti pesawat AWACS (Airborne Warning and Control System) dan gelar sistem komando berbasis satelit.

Dengan demikian maka strategi dalam menyusun disain sistem pertahanan ibu kota negara harus dimulai dari sistem pertahanan udara nasional. Dalam konteks ini harus jelas terlebih dahulu ketika menentukan wilayah udara nasional yang harus di awasi sesuai dengan lokasi dari tingkat kerawanan masing masing.

Penentuan itu akan berpengaruh langsung kepada gelar sistem senjata (rudal, pesawat terbang dan radar hanud) pendukungnya. Kesemua itulah yang kiranya harus menjadi pertimbangan yang mendasar dalam menyusun strategi dari gelar sistem pertahanan udara ibu kota negara.

  ★
Kompas  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.