Rabu, 13 Agustus 2025

Rudal Balistik Indonesia Ubah Keseimbangan Kekuatan Regional

  Pertama di Asia Tenggara Penampakan rudal Khan di pameran alutsista IDEF 2025 Turkiye, serupa dengan yang dikirim ke Kaltim (defenceurk)

Pengerahan diam-diam sistem rudal balistik jarak pendek buatan Turki di Kalimantan Timur oleh Indonesia merupakan langkah penting yang telah "secara signifikan" mengubah keseimbangan kekuatan regional. Perkembangan itu diungkap para pakar.

Dari kawasan di mana tidak ada negara Asia Tenggara yang memiliki kemampuan rudal balistik modern yang beroperasi, Indonesia kini memiliki opsi serangan berpresisi tinggi dan respons cepat yang dapat membentuk kembali dinamika pencegahan regional,” ungkap para pakar, dilansir Channel News Asia (CNA).

Berkaitan erat dengan pemindahan ibu kotanya dari Jakarta ke Ibu Kota Negara (IKN), dan terjadi di tengah ketegangan yang memanas di Laut China Selatan, langkah ini menandakan pergeseran yang terencana oleh Indonesia dari postur yang sebagian besar defensif menjadi postur pencegahan yang lebih lincah dan berorientasi ke depan, menurut para pengamat.

Secara geopolitik, hal ini menggarisbawahi peralihan Jakarta dari ketergantungan tradisional pada Barat menuju hubungan yang beragam dengan mitra seperti Turki yang memperkuat pengaruhnya dalam dinamika kekuatan global.

Para ahli mengatakan pilihan penempatan pertama mencerminkan pertimbangan geopolitik, geografis, dan simbolis.

Kalimantan Timur kemungkinan dipilih karena relatif aman dari serangan langsung, posisi strategisnya yang menghadap jalur laut utara yang penting, dan perannya sebagai lokasi ibu kota baru.

Hal ini menjadikannya ideal untuk menampung pasukan rudal yang tangguh guna melindungi wilayah nasional dan IKN.

Sistem rudal KHAN adalah platform dengan jangkauan 280 km yang dikembangkan oleh produsen senjata Turki, Roketsan.

Sistem senjata itu pertama kali ditemukan oleh para penggemar militer di Pangkalan Angkatan Darat Raipur A Yonarmed 18 di Tenggarong, Kalimantan Timur, provinsi yang akan menjadi lokasi ibu kota baru.

Foto-foto rudal KHAN, yang diproduksi produsen Turki, Roketsan, muncul di halaman Facebook Sahabat Keris pada 1 Agustus dan telah banyak dilaporkan blog-blog pertahanan, serta portal berita Indonesia.

Rudal balistik adalah rudal berpeluncur roket yang dapat membawa hulu ledak nuklir atau konvensional.

Jangkauan rudal KHAN memperluas radius serangan Indonesia ke koridor maritim yang disengketakan, menurut situs berita Defence Security Asia.

Indonesia telah memesan rudal KHAN pada November 2022 dan merupakan angkatan bersenjata pertama di luar Turki yang memiliki rudal tersebut dalam inventarisnya,” ungkap Wakil Manajer Umum Roketsan, Murat Kurtulus, saat itu.

Menanggapi pertanyaan dari CNA, Juru Bicara TNI Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana, mengonfirmasi pengiriman rudal balistik jarak pendek dari Turki ke Indonesia.

Ia mengatakan rudal tersebut merupakan bagian dari batch pertama yang diperoleh Kementerian Pertahanan Indonesia dan belum diserahkan secara resmi kepada TNI Angkatan Darat.

Oleh karena itu, ia tidak dapat berkomentar apakah sistem tersebut telah resmi dikerahkan di Kalimantan Timur.

Ia tidak memberikan detail tentang berapa banyak rudal KHAN yang telah diperoleh Indonesia dan di mana rudal tersebut akan ditempatkan.

Juru bicara Kementerian Pertahanan, Brigadir Jenderal Frega Ferdinand Wenas Inkiriwang, mengatakan kepada CNA Indonesia Kamis lalu (7 Agustus) bahwa kementerian belum memantau perkembangan terbaru terkait rudal tersebut.

 Pertama di Asia Tenggara, Tapi Bukan yang Terakhir? 
Indonesia menjadi negara Asia Tenggara pertama yang secara publik menyebarkan sistem rudal balistik taktis modern.

Kemampuan ini secara tradisional hanya dimiliki kekuatan militer besar di luar kawasan.

Perkembangan ini membawa potensi dimulainya perlombaan senjata di kawasan tersebut, menurut Ridzwan Rahmat, kepala analis pertahanan di Janes yang berbasis di Singapura.

Ia menunjukkan hingga saat ini, negara-negara Asia Tenggara umumnya menghindari pengadaan sistem balistik taktis karena "sifatnya yang inheren ofensif, bukan platform yang murni defensif".

Namun, norma tersebut kini dapat berubah.

Langkah Indonesia kemungkinan akan mendorong negara-negara Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) lainnya untuk menilai kembali kemampuan rudal dan pertahanan udara mereka sendiri.

Di kawasan tersebut, Vietnam diketahui memiliki rudal balistik kelas Scud era Soviet dan turunan Korea Utara seperti Hwasong-6, dengan jangkauan 300 hingga 500 km, tetapi sistem tersebut merupakan sistem era Perang Dingin dan bukan sistem yang baru diperoleh.

Sementara itu, Myanmar diyakini secara luas memiliki rudal balistik Hwasong-5 Korea Utara dan BP-12A China, yang kemungkinan terintegrasi melalui platform SY-400. Namun, belum ada konfirmasi resmi mengenai penggunaan operasional regulernya.

Akuisisi rudal KHAN oleh Indonesia telah mengubah keseimbangan kekuatan regional secara signifikan, menurut Ridzwan.

Saya tentu saja khawatir tentang kemungkinan perlombaan senjata,” ujarnya.

Dia menjelaskan, “Ini adalah rudal pertama dari jenisnya di kawasan ini dan, hingga saat ini, negara-negara masih enggan mengakuisisi rudal balistik taktis karena jangkauannya dan sifat senjatanya, yang lebih sulit dicegat mengingat jendela keterlibatannya yang terbatas.

Langkah Indonesia ini memiliki implikasi strategis ganda,” ungkap Beni Sukadis dari lembaga kajian Lembaga Studi Pertahanan dan Strategis Indonesia (Lesperssi) yang berbasis di Jakarta.

Meskipun hal ini meningkatkan postur pertahanan Indonesia, hal ini juga dapat menimbulkan kekhawatiran di antara negara-negara tetangga dan negara-negara besar yang memiliki kepentingan pribadi di kawasan tersebut, menurutnya.

Beberapa pihak mungkin menganggap langkah ini sebagai bentuk eskalasi militer, yang berpotensi memicu perlombaan senjata di Asia Tenggara,” ungkap dia.

Meskipun pengerahan KHAN sah dalam kerangka pertahanan nasional Indonesia, negara harus terus memprioritaskan transparansi dan diplomasi pertahanan, untuk menghindari persepsi ancaman yang tidak semestinya dan membantu menjaga stabilitas regional,” papar Beni.

Namun, penting untuk memahami perkembangan ini sebagai sesuatu yang berakar pada postur "aktif dan defensif" Indonesia, dan bukan sebagai alat untuk ekspansi atau provokasi, menurut Khairul Fahmi, pakar militer di Institut Studi Keamanan dan Strategis (ISESS) yang berbasis di Jakarta.

Dengan kata lain, penguatan ini merupakan respons yang terukur terhadap pergeseran keamanan regional dan global,” ujarnya.

Meskipun demikian, ia mengakui hal ini dapat menjadi katalis psikologis bagi negara-negara tertentu di kawasan untuk mempertimbangkan opsi serupa.

Vietnam atau Thailand, misalnya, mungkin mulai mengevaluasi persyaratan dan implikasi pengembangan kemampuan rudal yang sebanding, terutama jika ketegangan di Laut China Selatan meningkat atau persaingan regional semakin intensif,” ujarnya.

Khairul mengatakan ia memperkirakan respons semacam itu lebih mungkin terjadi dalam jangka menengah tiga hingga tujuh tahun, karena tidak semua negara ASEAN memiliki kapasitas fiskal, basis industri pertahanan, atau justifikasi strategis untuk adopsi cepat.

Mengenai mengapa Indonesia sejauh ini belum mengungkapkan jumlah unit rudal KHAN yang dibeli, Khairul mengatakan hal itu dapat dimengerti karena informasi tersebut biasanya dibatasi atau dirahasiakan.

Transparansi penuh mengenai jumlah, spesifikasi, dan lokasi penempatan dapat mengungkap kerentanan dan melemahkan kepentingan pertahanan nasional,” ujarnya.

 Mengapa Kalimantan Timur? 
Prnampakan rudal Khan di Kaltim (KERIS reborn)
Penempatan rudal KHAN di dekat ibu kota masa depan Indonesia juga signifikan, menurut para analis.

Ini mengirimkan sinyal yang jelas bahwa Indonesia serius membangun arsitektur pertahanan yang kuat untuk melindungi pusat pemerintahan baru dari berbagai skenario ancaman – termasuk potensi serangan rudal presisi jarak jauh,” ujar Khairul.

Benih-benih pengerahan rudal sudah terlihat sejak Januari 2024, ketika Komandan Artileri Lapangan TNI Angkatan Darat, Mayor Jenderal Mohammad Naudi Nurdika, menginspeksi fasilitas Raipur A TNI Angkatan Darat di Provinsi Kalimantan Timur.

Saat itu, beliau mengonfirmasi persiapan untuk menampung unit tempur berbasis rudal baru di Nusantara, yang juga dikenal sebagai Ibu Kota Negara (IKN), menurut unggahan di Instagram oleh Pusat Artileri Lapangan TNI Angkatan Darat.

Pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke IKN bukan sekadar urusan administratif atau politik, Beni sepakat.

Pemindahan ini membawa implikasi signifikan bagi reposisi infrastruktur militer Indonesia, termasuk markas komando dan sistem pertahanan strategis,” ujarnya.

Mengingat Kalimantan Timur akan menjadi pusat pemerintahan baru, keberadaan sistem pertahanan yang andal dan terpadu sangat penting untuk menjaga wilayah dan pusat kekuatan negara,” jelas Beni.

Posisi ini menempatkan Kalimantan dalam lapisan pertahanan inti dan menengah Indonesia untuk ibu kota masa depan.

Salah satu faktor yang mungkin menjadi pertimbangan pemilihan Kalimantan Timur untuk penempatan, Khairul mencatat, adalah letak geografis provinsi ini yang terisolasi dari ancaman langsung, sehingga menjadikannya lokasi ideal untuk pangkalan logistik dan peluncuran sistem persenjataan strategis dengan tingkat survivabilitas yang tinggi.

Kalimantan Timur juga memiliki nilai strategis karena kedekatannya dengan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II, salah satu dari tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia yang ditetapkan, yang sering dilalui oleh kapal perang dan pesawat militer asing sebagai bagian dari navigasi internasional.

ALKI II membentang melalui Selat Makassar, yang memisahkan Kalimantan dan Sulawesi, Laut Flores, dan Selat Lombok.

ALKI II memungkinkan kapal-kapal internasional untuk transit antara Samudra Hindia dan Pasifik berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang memberikan hak lintas melalui Alur Laut Kepulauan yang ditetapkan.

Lahan Kalimantan Timur yang lebih kering dan lebih padat juga menyediakan kondisi ideal untuk menampung unit-unit rudal bergerak.

Dipasang pada platform mobilitas tinggi Tatra 8x8, KHAN dirancang untuk operasi "tembak-dan-lari" yang cepat, menembak, berpindah lokasi, dan menghindari serangan balasan, menurut Ridzwan dari Janes.

"Dibandingkan dengan Jawa, di mana medan lunak membatasi mobilitas, Kalimantan menawarkan geografi peluncuran yang ideal karena memiliki dataran tinggi yang meningkatkan jangkauan rudal," ungkap Ridzwan.

Dia menjelaskan, "Ini juga memberi Indonesia pengawasan langsung atas rute maritim vital seperti Selat Makassar dan Laut Sulawesi."

Ridzwan mengatakan kepada CNA bahwa hal ini memposisikan Indonesia untuk merespons lebih cepat perkembangan dari timur laut, khususnya Laut China Selatan, wilayah dengan aktivitas angkatan laut dan ketegangan diplomatik yang meningkat.

Meskipun Indonesia bukan pengklaim Laut China Selatan, "Sembilan garis putus-putus" China yang mengklaim sebagian besar jalur perairan tersebut tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia di dekat Kepulauan Natuna yang kaya minyak dan gas.

 Diversifikasi dengan Transfer Teknologi 
Pembelian KHAN menandakan pergeseran lain dalam orientasi pertahanan Indonesia, catat para analis.

Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, negara adidaya Asia Tenggara ini beralih dari ketergantungan semata-mata pada mitra tradisional Barat dan membangun keselarasan strategis baru dengan negara-negara seperti Turki, India, dan kekuatan-kekuatan baru lainnya,” ungkap Khairul.

Hal ini tercermin dalam akuisisi-akuisisi besar baru-baru ini — mulai dari pesanan 42 jet Rafale dari Prancis pada tahun 2022 dan persetujuan AS pada tahun 2023 untuk hingga 36 pesawat tempur F-15EX Eagle II, hingga kontrak Jakarta pada tahun 2025 untuk 48 jet tempur siluman KAAN buatan Turki, dan partisipasinya yang berkelanjutan dalam program pengembangan jet tempur KF-21 Boramae Korea Selatan.

Indonesia juga sedang mengevaluasi jet tempur J-10C China dan sedang dalam pembicaraan mengenai rudal jelajah supersonik BrahMos dengan India.

Diversifikasi ini krusial untuk mengurangi ketergantungan dan meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam dinamika kekuatan global,” ujarnya.

Ini juga merupakan deklarasi strategis bahwa kapabilitas rudal bukan lagi domain eksklusif negara-negara besar,” ujar Khairul.

Dia menegaskan, “Indonesia menegaskan perannya sebagai aktor regional yang kredibel dan berkomitmen untuk menjaga keseimbangan melalui modernisasi yang bertanggung jawab.

Langkah ini sejalan dengan upaya Indonesia yang lebih luas untuk memodernisasi persenjataan militernya dan meningkatkan interoperabilitas sistem pertahanannya dalam menghadapi ancaman kontemporer, baik serangan rudal konvensional maupun intervensi asing non-konvensional,” papar Beni.

Akuisisi rudal ini juga merupakan bagian dari kemitraan strategis yang lebih luas antara Indonesia dan Turki yang mencakup peluang transfer teknologi dan potensi produksi lokal di masa depan, catat Khairul.

Pada bulan Juni di pameran Indo Defence 2025, salah satu dari dua kontrak yang ditandatangani Indonesia dengan produsen KHAN, Roketsan, adalah untuk perjanjian usaha patungan yang direncanakan untuk mengembangkan kemampuan lokal untuk "perakitan, produksi dalam negeri, dan keberlanjutan teknologi rudal", menurut Roketsan. (sya)

  🚀 
sindonews  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.