Sabtu, 25 Februari 2012

Operasi Alpha

A-4 Skyhawk

 
  • Pembelian 32 pesawat A-4 Skyhawk dari Israel
 
eninggalnya mantan Panglima Komando Pertahanan Udara Nasional (Pangkohanudnas) Marsda Djoko Poerwoko di Brazil tanggal 9 Agustus 2011 pukul 22.30 saat kunjungan ke Pabrik Super Tucano atas undangan pihak Embraer mengingatkan kita tentang banyak kisah.

Marsda Djoko merupakan salah satu penerbang tempur handal TNI AU. Berbagai jabatan pernah diembannya. Banyak pengalaman penerbang tempur yang satu ini. Dia pensiun pada 30 September 2006.

Salah satu kisahnya yang menjadi kontroversi adalah saat mengikuti operasi Alpha. Inilah operasi rahasia antara TNI dan Militer Israel untuk membeli 32 pesawat tempur A-4 Skyhawk, melatih pilot Indonesia di Israel dan menyamarkan pesawat tempur itu agar bisa dibawa pulang.

Setelah mengirimkan teknisi, 10 Pilot TNI AU diberangkatkan ke Israel. Bahkan 10 pilot itu tidak tahu mereka akan diberangkatkan ke mana. Dalam buku autobiografinya, Menari di Angkasa, Djoko Poerwoko menceritakan pengalamannya.

  • Operasi Alpha

Memasuki tahun 1979, isu tentang bakal dilakukannya pergantian kekuatan pesawat-pesawat tempur TNI AU sudah mulai bergulir. Hal ini sebenarnya wajar saja, mengingat kondisi pesawat tempur F-86 dan T-33 memang sudah tua. Sehingga, kemudian pemerintah harus mencari negara produsen yang bisa menjual pesawatnya dengan segera. Amerika Serikat ternyata bisa memberikan 16 pesawat F-5 E/F Tiger II. Tetapi ini masih belum cukup untuk mengisi kekosongan skadron - skadron tempur Indonesia.

Dari penggalian intelijen, Mabes ABRI ternyata kemudian mendapatkan berita, bahwa Israel bermaksud akan melepaskan armada A-4 Skyhawk yang mereka miliki. Indonesia dan Israel memang tidak memiliki hubungan diplomatik. Tetapi pada sisi lain, pembelian armada pesawat tersebut akhirnya terus diupayakan secara klandestin, oleh karena pasti akan menjadi polemik dalam masyarakat apabila tersiar di media massa.

Kerahasiaan tingkat tinggi sudah terlihat dari tata cara pemberangkatan personel. Saat kami semua sudah siap untuk berangkat, tidak seorang pun tahu, kemana mereka harus pergi. Operasi Alpha dimulai dengan memberangkatkan para teknisi Skadron Udara 11. Setelah tujuh gelombang teknisi, maka berangkatlah rombongan terakhir yang terdiri dari sepuluh penerbang untuk belajar mengoperasikan pesawat.


  • Berikut catatan pilot yang di latih terbang di udara israel.


Sebagai tim terakhir, kami mendapat pembekalan secara langsung di Mabes TNI AU. Awalnya hanya mengetahui bahwa para penerbang akan berangkat ke Amerika Serikat untuk belajar terbang disana. Informasi lain-lain masih sangat kabur.

Setelah mengurus segala macam surat-surat dan beragam kelengkapan berbau “Amerika”, akhirnya kami berangkat menuju Singapura, dengan menggunakan flight garuda dari Bandara Halim Perdanakusuma.

Kami mendarat pada senja hari di Bandara Paya Lebar, Singapura, langsung diantar menuju hotel Shangrila. Dihotel tersebut ternyata telah menunggu beberapa petugas intel dari Mabes ABRI, berikut sejumlah orang yang masih asing dan sama sekali tidak saling dikenalkan. Kami akhirnya mulai menemukan jawaban bahwa arah sebenarnya tujuan kami bukan ke Amerika Serikat melainkan ke Israel. Sebuah negara yang belum terbayangkan keadaannya dan mungkin paling dibenci oleh masyarakat Indonesia.

Saat itu salah satu perwira BIA (Badan Intelejen ABRI, BAIS sekarang) yang telah menunggu segera mengambil semua paspor yang kami miliki dan mereka ganti dengan Surat Perintah Laksana Paspor (SPLP). Keterkejutanku semakin bertambah dengan kehadiran Mayjen Benny Moerdani, waktu itu kepala BIA, mengajak rombongan kami makan malam. Dalam kesempatan tersebut beliau dengan wajah dingin dan kalimat lugas, tanpa basa - basi langsung saja mengatakan, ” Misi ini adalah misi rahasia, maka yang merasa ragu-ragu, silahkan kembali sekarang juga. Kalau misi ini gagal, negara tidak akan pernah mengakui kewarganegaraan kalian. Namun, kami tetap akan mengusahakan kalian semua bisa kembali dengan jalan lain. Misi ini hanya akan dianggap berhasil apabila sang merpati telah hinggap…”

Mendengar ucapan beliau, perasaanku langsung bergetar. Wah, ini sudah menyangkut operasi rahasia beneran mirip James Bond. Bahkan sekalanya lebih besar. Bagaimana mungkin membawa satu armada pesawat tempur masuk ke Indonesia tanpa diketahui orang? Rasa terkejut semakin besar, oleh karena kami bersepuluh kemudian langsung berganti identitas yang mesti kuhapal diluar kepala saat itu juga.

Setelah acara makan malam, kami harus segera bergegas menuju Bandara Paya lebar dan terbang menuju Frankfurt dengan menggunakan Boeing 747 Lufthansa. Mulai detik itu, kami tidak boleh bertegur sapa, duduk saling terpisah, namun masih dalam batas jarak pandang.

Begitu mendarat di Bandara Frankfurt, kami harus berganti pesawat lagi untuk menuju Bandara Ben Gurion di Tel Aviv, Israel. Semakin aneh perjalanan, baru berdiri bengong karena masih jet lag, tiba-tiba seseorang langsung menyodorkan boarding pass untuk penerbangan ke Tel Aviv pada penerbangan berikutnya. Sampai di Bandara Ben Gurion, sesudah terbang sekitar empat jam, aku pun turun bersama para penumpang lain dan teman-temanku. Saling pandang dan cuma melirik saja, harus kemana jalan, mengikuti arus penumpang lain menuju pintu keluar.

Tetapi tanpa terduga, kami malah mendapat perlakuan tidak menyenangkan, sebagai bagian dari operasi intelijen. Kami langsung ditangkap dan digiring petugas keamanan bandara. hanya pasrah, oleh karena memang tidak tahu skenario apalagi yang harus dijalankan, yang ada hanya pasrah dengan hati berdebar.

Tamat riwayatku kini. Kubayangkan, betapa hebatnya agen rahasia Mossad yang dapat dengan cepat mengendus penumpang gelap tanpa paspor, berusaha menyelundup masuk ke negaranya. Meski dengan sopan si agen Mossad memperlakukan kita, tetap saja kami berpikir buruk.

Kami semua akan langsung dideportasi atau dihukum mati minimal dipenjara seumur hidup. Sebab tidak ada bukti, siapa memberi perintah datang ke Israel. Sampai diruang bawah tanah, perasaan kami tenang setelah melihat para perwira BIA yang dilibatkan dalam Operasi Alpha. Kemudian baru aku tahu, kami memang sengaja diskenariokan untuk ditangkap dan justru bisa lewat jalur khusus, guna menghindari public show apabila harus ke luar lewat jalur umum.

Kami langsung menerima brifing singkat mengenai berbagai hal yang harus diperhatikan selama berada di Israel. Yang tidak enak adalah kegiatan sesudahnya yaitu sweeping segala macam barang bawaan yang berlabel made in Indonesia. Kami juga diajarkan untuk menghapal sejumlah kalimat bahasa Ibrani, "Ani tayas mis Singapore" yang artinya aku penerbang dari Singapura. Ada sapaan "boken tof" berarti selamat pagi dan "shallom" sebagai sapaan saat bertemu dengan kawan.


  • Eliat, pangkalan udara rahasia

Semalam tidur dihotel, kami kemudian diangkut dalam satu mobil van menuju arah selatan menyusuri Laut Mati. Setelah dua hari perjalanan, kami sampai dikota Eliat. Perjalanan dilanjutkan kembali ditengah padang pasir, setelah melewati beberapa pos jaga, akhirnya van masuk ke sebuah pangkalan tempur besar diwilayah barat kota Eliat.

Di Israel, pangkalan tidak pernah memiliki nama pasti. Nama pangkalan hanya berupa angka dan bisa berubah. Bisa saja nama pangkalan itu adalah base number nine di hari tertentu, namun esoknya bisa diganti dengan angka lain. Sesuai kesepakatan bersama, kami menyebut tempat ini dengan Arizona, oleh karena dalam skenario awal kami memang disebutkan akan berlatih terbang di Amerika.

Total waktu rencana pelatihan selama empat bulan. Selama itu para penerbang melaksanan kegiatan pelatihan, dari ground school hingga bina terbang, agar mampu mengendalikan pesawat A-4 Skyhawk. Latihan terbang diawali dengan general flying sebanyak dua jam, ditemani instruktur Israel. Setelah itu, kami semua sudah boleh terbang solo. latihan kemudian dilanjutkan dengan pelajaran yang lebih tinggi tingkat kesulitannya. kali ini kami harus mampu mengoperasikan pesawat A-4 Skyhawk sebagai alat perang.

Selama di Eliat, walau terjadi berbagai macam masalah, namun tidak sampai mengganggu kelancaran latihan. Masalah utama tentunya bahasa, sebab tidak semua penerbang Israeli Air Force (IAF) bisa berbahasa Inggris, sedangkan kami tidak diajari berbahasa Ibrani secara detail. Masalah lain adalah telalu ketatnya pengawasan yang diberlakukan kepada para penerbang. Bahkan kami semua selalu dikawani satu flight pesawat tempur selama berlatih.

Pelajaran terbang yang efektif. Misalnya terbang formasi tidak perlu jam khusus tetapi digabung latihan lain seperti saat terbang navigasi atau air to air. sehingga dengan jam yang hanya diberikan sebanyak 20 jam / 20 sorti, kami semua dapat mengoperasikan A-4 Skyhawk sebagai Alutsista. Dalam siklus ini pula, aku pernah menembus sistem radar Suriah dengan instruktur ku.

Latihan terbang kami berakhir tanggal 20 Mei 1980 dengan dihadiri oleh beberapa pejabat militer Indonesia yang semuanya hadir dengan berpakaian sipil. Kami mendapat brevet penerbang tempur A-4 Skyhawk dari IAF.

Rasanya bangga, oleh karena kami dididik penerbang paling jago didunia. Namun kegembiraaan selesai pendidikan segera berubah sedih, oleh karena brevet dan ijasah langsung dibakar didepan mata kami oleh para perwira BIA yang bertindak sebagai perwira penghubung. kami dikumpulkan di depan mess dan barang - barang kami disita dan segera dibakar. Termasuk brevet, peta navigasi, catatan pelajaran selama dipangkalan ini. Mereka hanya berpesan, tidak ada bekas atau bukti kalau kalian pernah kesini. Maka hapalkan saja dikepala, semua pelajaran yang pernah diperoleh.


  • Wing day di Amerika

Selesai pendidikan di Israel, kami tidak langsung pulang ke Indonesia, namun diterbangkan dulu ke New York. semalam di New York, kemudian diajak ke Buffalo Hill di dekat air terjun Niagara. Ternyata kami sengaja dikirim kesana untuk bisa melupakan kenangan tentang Israel.

Kami diberi uang saku yang cukup banyak menurut hitungan seorang Letnan Satu. Aku juga dibelikan kamera merek Olympus F-1 lengkap dengan filmnya dan diwajibkan mengambil foto-foto dan mengirim surat atau kartu pos ke Indonesia, untuk menguatkan alibi bahwa kami semua benar-benar menjalani pendidikan terbang di AS. Akhirnya selama ada objek yang menunjukkan tanda medan lokasi atau berbau AS, pasti langsung dipakai sebagai background foto. Tidak terkecuali pintu gerbang hotel, nama toko bahkan sampai tong sampah bila ada tulisan United State of America pasti dijadikan sasaran foto.

Aku dibawa lagi ke New York, para penerbang kemudian diberikan program tur keliling AS selama dua minggu, mencoba tidur di sepuluh hotel yang berbeda dan mencoba semua sarana transportasi dari pesawat terbang hingga kapal.

Di Yuma, Arizona, kami telah diskenariokan masuk latihan di pangkalan US Marine Corps (USMC), Yuma Air Station. Tiga hari dipangkalan tersebut, kami dibekali dengan pengetahuan penerbangan A-4 USMC, area latihan dan mengenal instrukturnya.

Kami juga wajib berfoto, seakan-akan baru diwisuda sebagai penerbang A-4, sekaligus menerima ijasah versi USMC. Ini sebagai penguat kamuflase intelijen, bahwa kami memang dididik di AS. Salah satu foto wajib adalah berfoto di depan pesawat - pesawat A-4 Skyhawk USMC.

Sebelum pulang ke tanah air, aku juga mendapat perintah untuk menghapalkan hasil-hasil pertandingan bulu tangkis All England. Tambahannya, aku juga diharapkan menghapal beberapa peristiwa penting yang terjadi di dunia, selama aku diisolasi di Israel. Pelajaran mengenai situasi dunia luar tersebut terus diberikan, meskipun kami sudah berada di perut pesawat Branif Airways dengan tujuan Singapura.


  • Sang Merpati Hinggap

Tanggal 4 Mei 1980, persis sehari sebelum pesawat C-5 Galaxy USAF mendarat di Lanud Iswahyudi, Madiun, mengangkut F-5 E/F Tiger II, paket A-4 Skyhawk gelombang pertama, terdiri dua pesawat single seater dan dua double seater tiba di Tanjung Priok. Pesawat-pesawat tersebut diangkut dengan kapal laut langsung dari Israel, dibalut memakai plastik pembungkus, cocoon berlabel F-5. Dengan demikian, seakan-akan satu paket proyek kiriman pesawat terbang namun diangkut dengan media transportasi berbeda.

Nantinya, ketika sudah kembali lagi di Madiun, kepada atasan pun kukatakan bahwa pelatihan A-4 di Amerika. Sebagai bukti kuperlihatkan setumpuk fotoku selama berada di Amerika. Ingin melihat foto New York, aku punya. Mau melihat foto Akademe AU di Colorado, aku punya. Karena percaya, atasanku di Wing-300 malah sempat berkata, “Saya kira tadinya kamu belajar A-4 di Israel, enggak tahunya malah di Amerika. Kalau begitu isu tersebut enggak benar ya?”
Last but not least, gelombang demi gelombang pesawat A-4 akhirnya datang ke Indonesia setiap lima minggu, lalu semuanya lengkap sekitar bulan September 1980.


  • Berprestasi Tapi Harus Menutup Diri

Saat F-5 datang ke Indonesia, ternyata masih belum dilengkapi dengan persenjataan. Sedangkan A-4 justru sudah dipersenjatai dan langsung bisa digunakan dalam tugas-tugas operasional. Sehingga apa saja kegiatan TNI AU baik operasi maupun latihan selalu identik dengan F-5, walau kadang-kadang yang melakukannya adalah pesawat A-4.

A-4 tetaplah A-4 dan samasekali bukan F-5. Kondisi serba rahasia bagi armada A-4 bertahan samapi perayaan HUT ABRI tanggal 5 Oktober 1980, dimana fly pass pesawat tempur ikut mewarnai acara tersebut. Pesawat A-4 tampil bersama - sama F-5 dimana untuk pertama kalinya pesawat A-4 dipublikasikan dalam event besar.

Setelah ini, sedikit demi demi sedikit mulailah keberadaan A-4 dibuka secara jelas. Tidak ada lagi tabir yang sengaja dipakai untuk menutupi keberadaan pesawat A-4 di mata rakyat Indonesia.

Sebagai informasi tambahan, hingga saat ini bahkan setelah A-4 digrounded pada tahun 2004, Mabes TNI AU tidak pernah mengakui operasi alpha pernah terjadi.


A-4 Skyhawk TNI-AU (Foto Kaskus Militer)


Saat itu Benny Moerdani yang mengatur langsung operasi Alpha. Tentu zamannya berbeda. Kalau dulu dengan kekuasaan tak terbatas yang dimiliki, ABRI bisa melakukan upaya semacam itu. Kalau sekarang tentu tidak bisa, karena menggunakan dana APBN, harus ada pertanggung jawabannya. Lagipula operasi semacam ini tentu melanggar prinsip keterbukaan. Belum lagi kerjasama dengan Israel, kalau dilakukan kini tentu Ormas - ormas Islam akan sangat keras menentang.


A-4E Skyhawk TNI Angkatan Udara (Foto Indoflyer)
TA-4 - pesawat latih Skyhawk (Foto Indoflyer)

Dua pesawat A-4 TNI AU sedang melaksanakan terbang patroli rutin. Jika diperhatikan warna cat dan logo TNI AU merupakan colour scheme model low visibility. Warna itu sengaja disamarkan agar tidak cepat terdeteksi oleh musuh. Warna low visibility juga tetap dipakai pada salah satu A-4 yang akan di grounded. 

Diberitakan bahwa TNI-AU pernah mengoperasikan sebanyak 37 Skyhawk II tipe A-4E dan TA-4E (ex Angkatan Udara Israel) hingga tahun 2003. 



Berikut nomor Pesawat :
  • 149978 = TT-0401
  • 149979 = TT-0402
  • 149986 = TT-0403
  • 149987 = TT-0404
  • 149998 = TT-0405
  • 150010 = TT-0406
  • 150025 = TT-0407
  • 150042 = TT-0408
  • unknown = TT-0409
  • 150120 = TT-0410
  • 150125 = TT-0411
  • 152007 = TT-0412
  • 152017 = TT-0413
  • 152089 = TT-0414

     Jenis TA-4H Skyhawk :
  • 157429 Constuct NO. 14078 in 1969 for IDF AF
  • 157430 Constuct NO. 14079 in 1969 for IDF AF

    Pesawat ini beroperasi dan termasuk Skadron 11 (SkU-11) di Lanud Hasanuddin, Ujung Pandang
    .
    Tahun 1981 A-4E 152013 = TT-0417, dikirim dari Israel menggantikan TT-0407. Tahun 1982, Tambahan pembelian 16 pesawat A-4E Skyhawks dari Israel :
  • 149664 = TT-0431
  • 150003 = TT-0432
  • 150015 = TT-0433
  • 150087 = TT-0434
  • 150027 = TT-0435
  • 151028 = TT-0436
  • 151072 = TT-0437
  • 151079 = TT-0438
  • 151098 = TT-0439
  • 151110 = TT-0440
  • 151189 = TT-0441
  • 151989 = TT-0442
  • unknown = TT-0443
  • 152062 = TT-0444
  • 152064 = TT-0445
  • unknown = TT-0446

    Pesawat  jenis ini beroperasi pada awal tahun 1985 dan termasuk Skadron 12 (Sku 12) di Lanud Pekanbaru, Propinsi Riau.
    Pada Bulan November 1992, TNI AU mengoperasikan 28 A-4E Skyhawks dalam 2 Skadron. Dua pesawat yang dibeli dari Amerika type TA-4Js, No 154315 and 158454, tahun 1999 setelah diupgare di New Zealand, beroperasi di bulan Oktober.
  • TA-4J BuNo 154315 (AMARC 3A0708) = TL-0418
  • TA-4J BuNo 158454 (AMARC 3A0754) = TL-0419

    Pesawat Skyhawk tetap beroperasi di Skadron 11 sampai tahun 2004, yang akhirnya digantikan dengan pesawat tempur dari Rusia Su-27SK / Su-30MK “Flanker”, tetapi sampai tahun 2007 tetap digunakan sebagai pesawat latih.
Karakteristik umum :
  • Kru : 1 (2 in TA-4J, TA-4F, OA-4F) 
  • Panjang : 40 ft 3 in 
  • Lebar sayap : 26 ft 6 in 
  • Tinggi : 15 ft 
  • Luas sayap : 259 ft² 
  • Airfoil : NACA 0008-1.1-25 root, NACA 0005-0.825-50 tip 
  • Bobot kosong : 10,450 lb 
  • Bobot tempur : 18,300 lb 
  • Bobot maksimum lepas landas : 24,500 lb 
  • Mesin : 1× Pratt & Whitney J52-P8A turbojet, 9,300 lbf (10,000+ USMC A-4M and OA-4M)
Kinerja :
  • Kec. maksimum : 585 kn (673 mph, 1,077 km/h) 
  • Jarak jelajah : 1,700 nmi 
  • Batas tertinggi servis : 42,250 ft 
  • Laju panjat : 8,440 ft/min 
  • Beban sayap : 70.7 lb/ft² 
  • Dorongan / berat : 0.51 
  • G - limit : -3/+8 g
Persenjataan :
  • Senjata : 2 × 20 mm (0.79 in) Colt Mk 12 cannon, 100 rounds/gun
  • Rudal : 4 × AIM-9 Sidewinder, AGM-45 Shrike ARM (anti-radiation misssiles), MBDA Exocet, AGM-65 Maverick ASM (air-to-surface missiles), AGM-62 Walleye glide bomb, AGM-12 Bullpup ASM (air-to-surface missiles)
  • Bom : 9,900 lb (4,490 kg) on five external hardpoints, Rockeye Mk.20 Cluster Bomb Unit, Rockeye Mk.7/APAM-59 Cluster Bomb Unit, Mk.81 (250 lb/113 kg) and Mk.82 (500 lb/227 kg) general-purpose bombs, various tactical nuclear missiles and bombs, Mk.76 practice bombs 




Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.