Senin, 20 Februari 2012

☆ SAS vs ABRI : Hampir matinya Benny Moerdani di Front Malaya

esulitan menangkal penyusupan pasukan lawan tidak hanya menimpa ABRI. Diseberang perbatasan Inggris juga mengalami hal serupa. Situasi tersebut menyebabkan pihak Inggris mendatangkan bantuan pasukan Gurkha dan tambahan pasukan dari Australia dan Selandia baru. Inggris tidak mungkin membangun pagar betis di sepanjang perbatasan yang panjangnya 1000 km. Mereka juga tak mampu menyebar pasukan hanya untuk menjaga wilayah berhutan lebat, penuh bukit dan lembah curam. Untuk mengatasi kesulitan alam tersebut kemudian dihadirkan satu skadron pasukan komando SAS ! 

Benny Moerdani (Alm)
SAS (Special Air Service) merupakan kesatuan komando elite Inggris. Dalam setiap gerakan, mereka selalu menggunakan empat anggota. Dengan kekuatan terbatas, SAS harus sanggup melakukan operasi militer, menyusup jauh di daerah lawan, tanpa perlu kembali ke pangkalan untuk jangkan waktu lama. SAS dikirim ke Kalimantan Utara setelah Mayor Jenderal Walter Walker, panglima pasukan Inggris, tidak mau menderita kerugian lebih besar. Walker berpendapat, hanya SAS yang mampu menangkal penysusupan gerilyawan Indonesia. Tugas SAS mengacau wilayah pertahanan lawan dengan menyusup jauh, masuk ke wilayah Indonesia.

Dalam posisi sama - sama menentang Malaysia, Indonesia mendukung gerilyawan TNKU (Tentara Nasional Kalimantan Utara). Pasukan untuk membantu TNKU memakai nama Detasemen Sukarelawan Malaya. Nantinya, mereka merupakan bagian Brigade Sukarelawan Bantuan Tempur Dwikora. Keanggotannya berbaur antara warga Malaya, sukarelawan Indonesia serta berbagai kesatuan ABRI. Pada bula - bulan pertama konfrontasi, keterlibatan ABRI masih selalu di samarkan. Tetapi ketika konflik semakin meningkat, tak ada lagi alasan untuk bersembunyi. Secara terbuka ABRI mulai melatih, membekali dan ikut menyeberang perbatasan.

Menghadap pasukan Inggris yang profesional dan terlatih baik, Indonesia mulai mengalami banyak korban, Buku Sejarah Operasi Operasi Gabungan dalam Rangka Dwikora menyebutkan: “Untuk mengurangi jumlah korban, Indonesia mulai memasukkan pasukan ABRI, sebab mereka lebih berpengalaman dalam bertempur. Sehingga pada pertempuran 10 Juli 1964 di kampung Sakilkilo dan Batugar di Sabah, TNKU meraih kemenangan pertama. Dalam pertempuran satu peleton TNKU melawan dua peleton tentara patroli Inggris dan Gurkha, TNKU berhasil menewaskan musuh 20 orang tanpa pihaknya menderita korban”.

Selama bertugas di perbatasan Kalimantan Utara, Benny harus menyamar. Dia bukan prajurit ABRI. Dia mendapat identitias baru sebagai sukarelawan. Seragammnya di ganti seragam TNKU yang berbeda warna dan modelnya dengan pakaian seragam ABRI. Dalam posisi sebagai anggota TNKU, namanya masih tetap Moerdani namun disamarkan sebagai warga Kalimantan Selatan, kelahiran Muarateweh, kota kecil ditepi Kapuas. Dengan jatidiri ini Benny memimpin pasukan gerilya menganggu pertahanan Inggris.

Pada saat melakukan penyusupan ke seberang perbatasan, Benny nyaris tewas. Peristiwanya di catat rinci dalam laporan SAS. Laporan tersebut nantinya diketahui Benny, ketika tahun 1976 berkunjung ke Inggris. Disana dia sempat bertemu muka dengan kedua orang prajurit Inggris yang nyaris menembaknya dirinya.

Insiden di atas terjadi pada sebuah sungai kecil di perbatasan Kalimantan Timur. Iring - iringan perahu gerilyawan Indonesia menyusuri sungai sementara anggota SAS telah siap menghadang. Benny, yang sedang berada di sampan paling depan, sudah muncul dalam sasaran tembak. Senapan telah diangkat, siap dibidikkan. Tetapi…. picu tidak jadi ditarik.

“Apa betul kamu bertugas disana waktu itu??” tanya Benny kepada kedua prajurit Inggris tersebut dalam pertemuan pribadi.
“Yes Sir,”
jawab mereka serentak.
“Why didn't you pull the trigger??”
desak Benny ingin tahu.

Salah seorang prajurit segera mengamit rekannya, yang langsung memberi jawaban, “He told me to wait for the Queen Elizabeth, Sir”. Queen Elizabeth nama kapal penumpang terbesar milik Inggris. Maksud prajurit Inggris tersebut, mereka belum jadi menembak karena merasa, masih harus menunggu dulu kapal besar lain, yang mungkin mengikuti iring iringan sampan.
Ternyata, tidak pernah ada perahu besar lewat. Dengan demikian, Benny justru bisa luput dari tembakan.

Mendengar pernyataan bekas lawannya, Benny berkomentar, "If you had pulled the trigger, you know, you would’ve caused the highest ranking casualty on our side….(Kau tahu, andaikan kau jadi menarik picu, waktu itu kamu akan berhasil membikin korban dengan pangkat tertinggi pada pasukan kami..)”.

Dan dalam sebuah operasi penyergapan di pedalaman Kalimantan Timur, para gerilyawan TNKU pernah mencegat pasukan SAS. Dalam pertempuran sengit, seorang pasukan SAS tertawan, satu tertembak mati dan dua lainnya lari ke wilayah Sabah. Keberhasilan meringkus anggota SAS oleh Benny segera disampaikan kepada Achmad Yani.

Peristiwa tersebut sangat penting, sebab Indonesia kemudian akan punya bukti, pasukan Inggris melakukan penyusupan ke wilayah Indonesia. Bukti hidup tersebut akan dipakai sebagai bahan propaganda. Sayang, jalur transportasi menuju lokasi tempat tawanan berliku liku. ketika pasukan penjemput tiba, anggota SAS tersebut telah terlanjur tewas, akibat luka luka yang dia derita. Insiden tersebut dicatat Thomas Geraghty dalam buku Who dares Wins, The Story of the SAS 1950-1980 :” Hanya seorang prajurit SAS pernah ditawan musuh. Seorang prajurit luka parah sesudah disergap dan tak pernah diketemukan. Tetapi, pimpinan resimen mengetahui, berdasar pengakuan masyarakat suku terasing, dia akhirnya meninggal, sebelum berhasil dikorek pengakuannya”.

Mayat anggota SAS yang tertawan akhirnya dikuburkan di tengah hutan Kalimantan, hanya dog-tags tali leher berisi nama dan nomor induk pemilik, berikut senjatanya di kirim ke Jakarta sebagai tanda bukti….


Sumber : 
  • Disadur dari Buku Benny, Tragedi Seorang Loyalis, Julius Pour

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.