Senin, 26 Maret 2012

Sang Harimau Telah Mendarat

Monumen KRI Harimau di TMII
apal yang sudah 40 tahun berendam di air asin itu akhirnya mendarat. Kini ia menempati posisi baru: menjadi bagian dari sejarah, untuk diingat anak-cucu. Begitulah, sejak Selasa pekan lalu, KRI Harimau menjadi koleksi Museum Purna Bhakti Pertiwi, yang sedang dibangun di depan Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Museum ini akan berisi barang-barang yang berkaitan dengan perjuangan Presiden Soeharto. 

Sekarang, kapal tadi sudah berdiri di hamparan tanah yang masih merah. Ukurannya yang 42,5 x 7 meter terasa kecil di areal seluas 19,8 ha itu. Warna abu-abunya sudah memudar -- belum diperbarui. Hanya nomor lambung "655" warna putih, serta tulisan "Harimau" dan gambar Garuda berwarna kuning, yang masih jelas terbaca. KRI Harimau yang bertipe MTB (motor torpedo boat) ini memang punya nilai sejarah. Antara lain terlibat pada pertempuran Laut Aru tanggal 15 Januari 1962. Waktu itu Indonesia mengadakan Operasi Trikora untuk membebaskan Irian Barat yang masih dikuasai Belanda. Sejumlah kapal, termasuk Macan Tutul dan Macan Kumbang, yang buatan Jerman Barat, dikerahkan. 

Malang, kapal perang Belanda menenggelamkan Macan Tutul, dengan Komodor Jos Soedarso di atasnya. Harimau tak menjadi korban. Malahan terus berkeliaran di laut daerah timur. Kapal ini dipakai dalam Operasi Jayawijaya untuk mendaratkan pasukan RI di Irian Barat. Ia juga pernah digunakan oleh Panglima Mandala yang memimpin Operasi Pembebasan Irian Barat, Mayjen. Soeharto (kini Presiden), dalam inspeksi Pulau Peleng, Gorontalo. Resminya, Harimau pensiun mulai 1 Februari 1966. Tapi nasibnya baik. Kapal itu diberi tempat di museum. 

  • Mulailah perjalanan terakhir Harimau.

Menurut Kepala Dinas Penerangan TNI AL, Kolonel M.A. Supriyo Taram, "Sebenarnya kapal ini masih mampu hidup mesin dan berlayar." Namun, demi keamanan, Harimau ditarik kapal LST KRI Jayawijaya ke Jakarta pada Oktober lalu. Yang paling sulit justru perjalanan di Jakarta -- dari Tanjungpriok ke TMII. PT Citra Tranindo SHS Dua Tiga dan PT Usaha Arthamuat Pratama yang kebagian kerja. Rute perjalanan sejauh 26 km dipilih. Jalan Enggano, sepanjang Jalan A. Yani, Jalan Raya Bogor, menuju TMII. Petugas sibuk mengukur ketinggian jembatan yang kolongnya akan dilewati. Sebab, tinggi kapal di atas trailer mencapai 5,10 meter. "Perjalanan boleh dikata lancar," kata Haidar Amran, Direktur Komersial PT Usaha Arthamuat. Empat hari sebelumnya, mereka sudah mengadakan gladi resik. Trailer hidrolik 160 roda -- bermuatan kayu yang dipasang setinggi dan selebar kapal yang bakal diangkut ditarik dua traktor bertenaga 400 tenaga kuda menyusuri rute. 

Setelah sukses dengan uji coba, maka kapal Harimau diangkut. Bagian menara dan isinya telah dipreteli hingga bobotnya tinggal 80 ton. Putri Presiden saat itu, Siti Hardiyanti Rukmana, didampingi oleh Kepala Staf TNI-AL Laksamana M. Arifin, melepas pemberangkatan kapal itu. Petugas PLN harus meninggikan kabel listrik di jalan yang hendak dilalui konvoi. 

Perjalanan darat ini, memerlukan biaya Rp 120 juta. Tak semua kapal bekas operasi pembebasan Irian Barat ditampung di museum. KRI Macan Kumbang sudah menjadi besi tua. KRI Hiu tenggelam setelah dipakai uji coba penembakan. Nilai lebih KRI Harimau, menurut Hediyanto, Pimpinan Proyek Museum Purna Bhakti Pertiwi, "karena yang dipakai Presiden Soeharto." Tutut, sebutan Siti Hardiyanti, 


Sumber :
  • Tempo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.