Komisi I Membenarkan Rendahnya Alutsista Milik TNI
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin membenarkan pernyataan Presiden SBY bahwa kualitas militer Indonesia di bawah standar. "Benar pernyataan itu," kata Hasanuddin kepada Republika, Kamis (9/8).
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin membenarkan pernyataan Presiden SBY bahwa kualitas militer Indonesia di bawah standar. "Benar pernyataan itu," kata Hasanuddin kepada Republika, Kamis (9/8).
Hasannudin
mengatakan persoalan terbesar militer Indonesia ada pada kualitas alat
utama sistem persenjataan (Alutsista). Dia mengungkapkan sampai saat ini
masih ada kesatuan militer yang menggunakan senjata peninggalan perang
kemerdekaan. "Senjata tahun 1943 masih digunakan," ujar Hasanuddin.
Rendahnya
kualitas alutsista militer Indonesia menurut Hasannudin tak lepas dari
keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah. Saat ini anggaran
pertahanan hanya sebesar Rp 70 triliun. Padahal idealnya, anggaran
militer berkisar di angka Rp 300 triliun. Namun demikian Hasanuddin
mengakui bila anggaran militer Indonesia mengalami peningkatan tiga kali
lipat dibandingkan tahun 2004.
Di bandingkan kualitas
alutsista, jumlah personil militer (infantri) Indonesia tidaklah terlalu
memprihatinkan. Hasanuddin mengatakan kuota personil tentara Indonesia
saat ini relatif cukup untuk menjaga keamanan Indonesia.
Hasanuddin
berharap pemerintah bisa memenuhi program Minimum Esensial Force.
Program ini merupakan upaya meningkatkan standar kualitas militer
Indonesia. Tanpa ini, Hasanuddin menyakini militer Indonesia akan
kewalahan menjaga kedaulatan NKRI dari serangan asing. Pasalnya meskipun
militer Indonesia menang jumlah personil tapi secara kecanggihan alat
perang Indonesia masih di bawah standar.
"Kalau perang person to person mungkin kita menang. Tapikan sekarang semua sudah pakai teknologi," ujar Hasanuddin.
Kemhan : Kami Akui Alutsista Indonesia Lemah
Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mengakui bahwa keberadaan alat
utama sistem persenjataan (alutsista) Indonesia masih rendah dan lemah.
Hal ini sesuai seperti yang dinyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) saat berkunjung ke Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis
(9/8).
Kepala Pusat Komunikasi Publik (Kapuskom Publik)
Kemhan, Brigjen TNI Hartind Asrin, menjelaskan hal tersebut terjadi,
karena Indonesia sebelum tahun 2010 belum mulai membangun alutsita.
Menurut dia, baru pada rencana strategis (renstra) 2010-2014, Indonesia
melalui Kementerian Pertahanan mulai membangun dan memodernisasi
alutsita.
"Memang masih lemah karena belum mulai
membangun. Tapi sejak 2010 kita sudah mulai membangun," ungkap Hartind,
Kamis (9/8). Tak main-main, dalam penganggaran yang dilakukan,
pelaksanaan pembangunan sistem persenjataan itu menelan biaya yang tidak
sedikit, yakni berjumlah Rp 156 triliun.
Hingga saat
ini, ungkap Hartind, belum banyak alutsita yang sudah bisa ditunjukkan
ke masyarakat. Tapi memasuki akhir 2012, sejumlah alutsita sudah mulai
berdatangan, seperti pesawat militer CN-295. Pesawat yang dibeli dari
Airbus Military itu menelan anggaran sebesar 325 juta US Dolar.
Nantinya,
pesawat yang dalam kontraknya juga mencakup penyediaan suku cadang dan
pelatihan itu akan dioperasikan oleh TNI AUA untuk kepentingan militer,
logistik, kemanusiaan, maupun misi evakuasi medis. "2013 ada F-16. Kapal
selam kita baru masuk 2015," ungkap Hartind.
(Republika)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.