INDONESIA
mendorong reformasi di tubuh Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa (DK
PBB). Reformasi DK PBB diharapkan bisa memaksimalkan upaya penanganan
konflik yang belum berhasil ditangani seperti terjadi di Suriah. Hal
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pandangan ini pada sesi hari
pertama debat umum (general debate) Sidang Majelis Umum PBB di markas
besar PBB, New York, Amerika Serikat. Presiden SBY mendapatkan urutan
ke-9 untuk berpidato setelah Bulgaria, sekitar pukul 13.00, Selasa
(25/9) waktu setempat atau sekitar pukul 00.00 WIB, Rabu (26/9).
Menurut
Presiden SBY, dalam beberapa dekade PBB telah berhasil mengembangkan
berbagai instrumen untuk menangani konflik dalam seluruh manifestasi.
Sejumlah konflik antarnegara dan intranegara telah berhasil diselesaikan
PBB. Di antaranya konflik di Angola, Bosnia, Kamboja, dan Timor Leste.
Hanya saja, menurut Presiden SBY, instrumen penanganan konflik yang
dipakai PBB kini mulai dipertanyakan.
Tanda tanya ini
muncul melihat krisis dan aksi kekerasan di Suriah yang terus
berkepanjangan. "Hal ini sangat jelas terlihat pada krisis di Suriah.
Masyarakat international menyaksikan memburuknya kekerasan dan bencana
kemanusiaan yang terjadi di Suriah. Pada saat yang sama, PBB berada
dalam posisi tersandera untuk mampu merespon situasi yang terjadi di
lapangan. Terlihat bahwa konflik tidak dapat dihentikan dan nampaknya
kita telah menyaksikan krisis semakin memburuk," papar Presiden SBY di
hadapan perwakilan 193 negara anggota PBB.
Menurut
Presiden SBY, saat ini situasi perdamaian dunia sifatnya relatif dan
belum menyeluruh. Era Perang Dingin telah digantikan dengan "warm
peace". Di era ini, konflik lama bisa muncul kembali dan berpotensi
berlanjut kepada generasi baru. Di era ini, komunitas dunia masih harus
berjuang dengan banyak urusan yang belum tuntas. Konflik Arab-Israel,
sengketa wilayah di Laut China Selatan, ketegangan di Semenanjung Korea
adalah beberapa di antaranya.
Presiden SBY
mengingatkan, proses perdamaian yang telah diraih bisa mudah terkoyak.
Pasalnya, salah perhitungan strategis di sejumlah wilayah sengketa dapat
meningkatkan ketegangan dan bentrokan senjata. Selain itu
kantong-kantong kebencian, rasisme, intoleransi dan ektremisme akan
berlanjut dan menodai dunia.
Presiden SBY optimistis
warga dunia bisa menurunkan temperatur warm peace dan menyelesaikan
konflik. Presiden mengajak masyarakat dunia untuk menghilangkan
sisa-sisa mentalitas Perang Dingin yang masih banyak dijumpai di
berbagai belahan geopolitik termasuk di PBB.
"Dalam
kaitan ini, kita harus terus bekerja menuju suatu Dewan Keamanan yang
tereformasi. Dewan yang merefleksikan realita abad 21 yang strategis dan
memberikan keamanan untuk semua," kata Presiden.
Indonesia
juga merekomendasikan penyempurnaan instrumen-instrumen perdamaian
dengan cara memperkuat kerjasama di kawasan regional. Presiden SBY
menjelaskan, kekuatan kerjasama regional ini telah mewujudkan persatuan
di Asia Tenggara yang pada masa lampau pernah dilanda sejumlah perang
kawasan.
Tolak Penistaan Agama
Dalam
pidato berdurasi 15 menit, Presiden SBY menyinggung film "Innocence of
Muslims" yang menyebabkan keresahan internasional karena dianggap bentuk
penistaan agama. Menurut Presiden, aksi penistaan agama ini
bertentangan dengan Deklarasi Hak Asasi Manusia sedunia yangg menjamin
penerapan kebebasan berekspresi.
Oleh karenanya,
Presiden SBY menyerukan pembentukan instrumen internasional yang dapat
mencegah secara efektif upaya penghasutan yang menimbulkan permusuhan
dan kekerasan mengatasnamakan agama. "Instrumen ini sebagai produk
konsensus internasional yang harus berperan sebagai acuan yang harus
ditaati oleh masyarakat internasional," ujar Presiden SBY.
Budaya
perdamaian juga harus ditunjang dengan kemitraan global untuk
mewujudkan pengentasan kemiskinan dan mencapai tujuan pembangunan
sebagaimana ditetapkan dalam tujuan pembangunan millennium (MDGs).
Pembangunan millenium ini juga harus dilanjutkan dengan pelaksanaan
agenda pembangunan pasca MDGs.
"Harga kesenjangan antar
negara dan di dalam negara dapat menimbulkan tekanan rasa ketidakadilan
yang apabila tidak ditangani dengan baik dapat mengarah pada
radikalisme dan kekerasan yang mengancam perdamaian dan keamanan dunia,"
terang Presiden. Di akhir pidatonya, Presiden SBY mengungkapkan
pengalaman pemerintah Indonesia yang berhasil menyelesaikan
intra-konflik di Provinsi Aceh. Presiden menekankan bahwa perdamaian
akan terwujud selama dilakukan tindakan yang cukup. "Perdamaian yang
diraih tidak hanya memberikan rasa lega yang bersifat sementara, namun
akan langgeng selama bergenerasi."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.