Rabu, 26 September 2012

Indonesia Dorong Reformasi Dewan Keamanan PBB

http://www.jurnas.com/fototmp/detail/56134-72122-0-1121-0c2b3e9192f8059113012f2454b38700.jpg?1348612559INDONESIA mendorong reformasi di tubuh Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa (DK PBB). Reformasi DK PBB diharapkan bisa memaksimalkan upaya penanganan konflik yang belum berhasil ditangani seperti terjadi di Suriah. Hal

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pandangan ini pada sesi hari pertama debat umum (general debate) Sidang Majelis Umum PBB di markas besar PBB, New York, Amerika Serikat. Presiden SBY mendapatkan urutan ke-9 untuk berpidato setelah Bulgaria, sekitar pukul 13.00, Selasa (25/9) waktu setempat atau sekitar pukul 00.00 WIB, Rabu (26/9).

Menurut Presiden SBY, dalam beberapa dekade PBB telah berhasil mengembangkan berbagai instrumen untuk menangani konflik dalam seluruh manifestasi. Sejumlah konflik antarnegara dan intranegara telah berhasil diselesaikan PBB. Di antaranya konflik di Angola, Bosnia, Kamboja, dan Timor Leste. Hanya saja, menurut Presiden SBY, instrumen penanganan konflik yang dipakai PBB kini mulai dipertanyakan.

Tanda tanya ini muncul melihat krisis dan aksi kekerasan di Suriah yang terus berkepanjangan. "Hal ini sangat jelas terlihat pada krisis di Suriah. Masyarakat international menyaksikan memburuknya kekerasan dan bencana kemanusiaan yang terjadi di Suriah. Pada saat yang sama, PBB berada dalam posisi tersandera untuk mampu merespon situasi yang terjadi di lapangan. Terlihat bahwa konflik tidak dapat dihentikan dan nampaknya kita telah menyaksikan krisis semakin memburuk," papar Presiden SBY di hadapan perwakilan 193 negara anggota PBB.

Menurut Presiden SBY, saat ini situasi perdamaian dunia sifatnya relatif dan belum menyeluruh. Era Perang Dingin telah digantikan dengan "warm peace". Di era ini, konflik lama bisa muncul kembali dan berpotensi berlanjut kepada generasi baru. Di era ini, komunitas dunia masih harus berjuang dengan banyak urusan yang belum tuntas. Konflik Arab-Israel, sengketa wilayah di Laut China Selatan, ketegangan di Semenanjung Korea adalah beberapa di antaranya.

Presiden SBY mengingatkan, proses perdamaian yang telah diraih bisa mudah terkoyak. Pasalnya, salah perhitungan strategis di sejumlah wilayah sengketa dapat meningkatkan ketegangan dan bentrokan senjata. Selain itu kantong-kantong kebencian, rasisme, intoleransi dan ektremisme akan berlanjut dan menodai dunia.

Presiden SBY optimistis warga dunia bisa menurunkan temperatur warm peace dan menyelesaikan konflik. Presiden mengajak masyarakat dunia untuk menghilangkan sisa-sisa mentalitas Perang Dingin yang masih banyak dijumpai di berbagai belahan geopolitik termasuk di PBB.

"Dalam kaitan ini, kita harus terus bekerja menuju suatu Dewan Keamanan yang tereformasi. Dewan yang merefleksikan realita abad 21 yang strategis dan memberikan keamanan untuk semua," kata Presiden.

Indonesia juga merekomendasikan penyempurnaan instrumen-instrumen perdamaian dengan cara memperkuat kerjasama di kawasan regional. Presiden SBY menjelaskan, kekuatan kerjasama regional ini telah mewujudkan persatuan di Asia Tenggara yang pada masa lampau pernah dilanda sejumlah perang kawasan.

 Tolak Penistaan Agama

Dalam pidato berdurasi 15 menit, Presiden SBY menyinggung film "Innocence of Muslims" yang menyebabkan keresahan internasional karena dianggap bentuk penistaan agama. Menurut Presiden, aksi penistaan agama ini bertentangan dengan Deklarasi Hak Asasi Manusia sedunia yangg menjamin penerapan kebebasan berekspresi.

Oleh karenanya, Presiden SBY menyerukan pembentukan instrumen internasional yang dapat mencegah secara efektif upaya penghasutan yang menimbulkan permusuhan dan kekerasan mengatasnamakan agama. "Instrumen ini sebagai produk konsensus internasional yang harus berperan sebagai acuan yang harus ditaati oleh masyarakat internasional," ujar Presiden SBY.

Budaya perdamaian juga harus ditunjang dengan kemitraan global untuk mewujudkan pengentasan kemiskinan dan mencapai tujuan pembangunan sebagaimana ditetapkan dalam tujuan pembangunan millennium (MDGs). Pembangunan millenium ini juga harus dilanjutkan dengan pelaksanaan agenda pembangunan pasca MDGs.

"Harga kesenjangan antar negara dan di dalam negara dapat menimbulkan tekanan rasa ketidakadilan yang apabila tidak ditangani dengan baik dapat mengarah pada radikalisme dan kekerasan yang mengancam perdamaian dan keamanan dunia," terang Presiden. Di akhir pidatonya, Presiden SBY mengungkapkan pengalaman pemerintah Indonesia yang berhasil menyelesaikan intra-konflik di Provinsi Aceh. Presiden menekankan bahwa perdamaian akan terwujud selama dilakukan tindakan yang cukup. "Perdamaian yang diraih tidak hanya memberikan rasa lega yang bersifat sementara, namun akan langgeng selama bergenerasi."
© Jurnas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.