Minggu, 16 Maret 2014

Melihat Taruna AAU, Melakukan Terjun Pertama

“Kaki rapat! Kaki rapaaat! Kaki rapaaa…tttt! Konsentrasi, lihat ke bawah. Perhatikan itu nomor 7, kakimu belum rapaattt.

Kendalikan parasut, kaki rapaaat…,” teriak pelatih melalui pengeras suara kepada para Taruna AAU yang tengah berhamburan terjun dari pesawat C-130 Hercules.

Melaksanakan terjun payung untuk pertama kali dari pesawat, bagi siapapun jelas merupakan pengalaman yang paling mendebarkan. Bagi Taruna Akademi Angkatan Udara (AAU) Tingkat II, kegiatan terjun payung merupakan materi wajib yang harus diikuti.

Mereka mengikuti pendidikan Susparadas (Kursus Para Dasar) selama satu bulan di Skadron Pendidikan (Skadik) 204 yang berada di Lanud Sulaiman, Bandung.

Komandan Skadik 204 Mayor Psk Ahmad Sunawan S. Qodri menjelaskan, Susparadas dilaksanakan selama satu bulan di Lanud Sulaiman dengan jumlah pelajaran mencapai 192 jam pelajaran.

Terbagi dalam 50 jam pelajaran teori (ground training) serta 142 jam latihan (drill) teknis. Pendidikan teori dilaksanakan di kelas dengan sedikit praktik. Sementara drill teknis dilakukan di luar kelas atau lapangan. Dalam latihan ini sebelum melaksanakan penerjunan para taruna belajar di simulator kemudi, simulator mock up untuk exit, dan lainnya.

Praktik terjun payung dari pesawat dilaksanakan pada minggu keempat pendidikan. Para taruna harus melaksanakan tujuh kali penerjunan :

▪ Pertama, terjun dari pintu pesawat sebelah kiri.
▪ Kedua, terjun dari pintu pesawat sebelah kanan.
▪ Ketiga, terjun cepat dari pintu sebelah kiri.
▪ Keempat terjun cepat dari pintu sebelah kanan.
▪ Kelima, terjun dengan membawa perlengkapan (ransel dan senjata).
▪ Keenam, terjun malam.
▪ Ketujuh, penerjunan dari dua pintu pesawat.

“Kiri-kanan, kiri-kanan, dengan interval sekira 3-4 detik,” ujar Qodri menerangkan. Penerjunan dilaksanakan menggunakan parasut statik MC-11C dari pesawat C-130 Hercules dengan ketinggian 1.500 kaki dan kecepatan 120 knot.

Tak terlupakan

Penerjunan pertama bagi semua Taruna AAU selain mendebarkan juga merupakan pengalaan yang tak terlupakan. “Kita misalnya selama ini naik pesawat yang pintunya selalu tertutup. Tapi ketika penerjunan pintu pesawatnya terbuka.

Apalagi kalau belum pernah naik pesawat Hercules, sekalinya naik langsung disuruh terjun, dan itu pun saya alami sendiri,” ujar Qodri, alumni AAU 1997 menjabarkan sambil tertawa.

Tidak heran, pada saat dilaksanakan penerjunan Paradas yang pertama, macam-macam ekspresi para taruna pun terlihat. Ada yang diam, pucat, atau komat-kamit. “Di sinilah pelatih berperan untuk membangkitkan semangat dan nyali para mereka. Misalnya dengan membuat yel-yel atau nyanyian agar siswa tidak terlalu ketakutan,” tambahnya.

Malam hari sebelum penerjunan pertama dilaksanakan, para taruna diberi pembekalan akhir dan setelah itu disuruh istirahat pada jam 21.00. Pada jam 03.00 mereka dibangunkan dan kemudian melakukan persiapan.

Setelah sholat subuh, sekira jam 05.00 pagi para taruna dibawa menuju ke Lanud Husein Sastranegara di mana pesawat Hercules sudah menunggu. Pesawat terbang dari Lanud Husein dan menerjunkan para taruna di atas landasan rumput Lanud Sulaiman.

Sebelum para taruna melaksanakan penerjunan, beberapa instruktur terjun lebih dahulu. Tujuannya, selain untuk memastikan kondisi cuaca bagus, juga untuk memberikan contoh kepada mereka.

Sebagai Komandan Skadik 204, Qodri bahkan selalu bertindak selaku drifter atau penerjun pertama, setelah itu diikuti para instruktur. Dalam waktu 1,5 menit mereka sudah mendarat di lapangan rumput. Setelah semua dirasa oke, barulah giliran para taruna melakukan penerjunan.

Pemilihan siapa taruna pertama yang harus melakukan penerjunan, sepenuhnya berdasarkan penilaian dan pertimbangan para pelatih. Para taruna dinilai selama melakukan drill teknis, demikian juga faktor psikologisnya. “Walaupun, pada faktanya, taruna yang mahir melakukan drill teknis belum jaminan terjunnya paling baik.

Mahir di darat, belum tentu juga mahir di udara. Sebaliknya, ada yang saat di darat takut, tapi pas terjun malah bagus,” tambah Qodri. Pada penerjunan berikutnya, para pelatih pun mengacak susunan penerjunan, sehingga taruna yang sudah melakukan penerjuanan pertama, berikutnya diganti dengan yang lain. “Masalahnya ini kan terjun, kalau yang pertama loncat ketakutan, ini akan memengaruhi interval waktu. Sedangkan pesawat terus melaju.”

Qodri memaparkan, kemahiran taruna dinilai dari lima hal. Teknik melipat payung, teknik exit, teknik mengemudikan parasut, teknik mendarat, dan teknik mengepaskan pemakaian payung, ransel, dan senjata.

Mengingat panjang landasan rupmput Lanud Sulaiman yang 1.000 meter, satu sorti penerjunan biasanya dilaksanakan tiga atau empat run. Setiap run terdiri dari 12-14 taruna. Setelah itu pesawat berputar dan kemudian menerjunkan lagi run berikutnya. “Pada setiap run, terdapat satu instruktur pokok, biasanya perwira menenah, dan lima instruktur pembantu pelatih,” lanjutnya.

Faktor mental

Lalu bagaimana bila menjelang loncat taruna malah ketakutan? “Tetap diterjunkan, pelatih akan mendorongnya,” terang Qodri. “Ketakutan biasanya muncul karena faktor mental saja. Toh semua pelajaran dan drill teknis sudah diajarkan. Awalnya saja takut, setelah loncat dan parasut mengembang, besoknya dia sudah berani untuk terjun.”

Memang tidak dipungkiri, selama empat detik pertama penerjunan biasanya siswa Susparadas memang “blank”. Namun begitu payung statik yang sudah dirancang mengembang secara otomatis, siswa kemudian langsung sadar dan kemudian mengemudikan payungnya. “Teknik loncat yang kadang para taruna lupa walaupun sudah diajarkan,” kata seorang pelatih.

Pada saat loncat dari pintu kiri, maka siswa harus loncat dengan kaki kiri terlebih dahulu. Ini untuk menghindari twist atau putaran tubuh. “Sama seperti kalau kita turun dari bis yang sedang melaju, walaupun pelan tapi kalau kaki kanan duluan, maka kita akan terguling,” ujarnya.

Pada saat terjun, kaki harus dirapatkan mengingat ketinggian terjun yang rendah dan tumpuan kaki ke tanah yang harus sama. Usai menjejak tanah, siswa harus langsung menggulingkan tubuhnya dengan baik. Ini untuk menghindari tekanan yang keras yang dapat mengakibatkan kaki patah.

Susparadas bagi taruna AAU merupakan kurikulum wajib. Bila gagal, siswa harus mengulang lagi tahun berikutnya. Sebaliknya, mereka yang lulus di akhir pendidikan akan mengikuti upacara wingday dan mendapatkan brevet terjun Para Dasar.

Bulan lalu pendidikan Susparadas A-175 dilaksanakan oleh 113 siswa terdiri dari 97 siswa Taruna AAU dan 16 siswa PSDP Sekbang. Selain Taruna AAU, Taruna PSDP alias siswa penerbang militer jalur cepat ini juga wajib mengikuti Susparadas.

Ada satu yang unik setiap pelaksanaan terjun Susparadas, yaitu ada satu pelatih yang bertugas memberikan instruksi melalui pengeras suara kepada para taruna yang sedang terjun. Dibilang unik karena intonasinya instruksinya terdengar lucu dan kadang seperti reporter sepakbola.

Perintahnya tegas namun meliuk-liuk dan tidak menakutkan. “Kaki rapat, kaki rapaaat, kaki rapaaat.., tarik kemudi kanaaan,” ujar Serma Masdukin, sang pelatih yang meberikan instruksi. Semua yang menyaksikan, termasuk beberapa orang tua siswa, kadang berdebar kadang juga tertawa-tawa. Nyatanya, cara ini sudah dilakukan sejak dahulu dan itu menjadi semacam tradisi yang turun-temurun diteruskan. Seru dan menggelitik. ▪(Roni Sontani)▪


  ♞ Angkasa 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.