Selasa, 26 April 2016

[RIP] Uang Tebusan Tak Dipenuhi

Kelompok Abu Sayyaf Eksekusi Mati WN Kanada Warga negara asing yang menjadi sandera kelompok Abu Sayyaf (Foto: REUTERS) ★

W
arga Negara Kanada John Ridsdel dieksekusi mati oleh kelompok militan Filipina, Abu Sayyaf. Eksekusi itu dilakukan karena uang tebusan tak diserahkan tepat waktu.

Seperti dilansir Reuters, Selasa (26/4/2016), pihak militer Filipina mendapat informasi penemuan sebuah kepala manusia di sebuah pulau terpencil pada Minggu (24/4). Penemuan tersebut terjadi 5 jam setelah batas tenggat waktu pemberian tebusan berakhir.

Potongan kepala tersebut ditemukan oleh masyarakat setempat di pusat kota Jolo, Filipina. Juru bicara militer Filipina mengatakan saksi mata melihat dua orang pria mengendarai sepeda motor dan menjatuhkan sebuah kantong plastik berisi potongan kepala. Kelompok ekstremis tersebut sebelumnya memang mengancam akan mengeksekusi satu dari 4 orang sandera apabila uang tebusan tak dipenuhi.

Seperti diketahui, dari 4 orang sandera 2 di antaranya merupakan warga negara Kanada termasuk Ridsdel, bersama seorang warga negara Norwegia dan seorang wanita asal Filipina. Keempatnya pernah dimunculkan dalam sebuah video yang dibuat kelompok ekstremis tersebut untuk anggota keluarga dan pemerintah masing-masing untuk mengamankan pembebasan mereka.

Pihak militer memang tidak segera memberikan konfirmasi apakah potongan kepala tersebut milik satu dari 4 sandera kelompok Abu Sayyaf.

Jubir militer Filipina mengatakan kelompok Abu Sayyaf mengancam akan memenggal kepala satu dari 4 orang sandera apabila pemerintah tak memberikan uang tebusan sejumlah 300 juta peso (atau USD 6,4 juta) pada pukul 15.00 waktu setempat. Sebelumnya kelompok ini meminta 1 juta peso untuk masing-masing sandera, yang mereka tangkap di sebuah resor mewah di Pulau Samal pada 21 September 2015.

 PM Kanada Mengutuk Eksekusi Mati Warganya 
PM Kanada Mengutuk Eksekusi Mati Warganya oleh Abu SayyafPM Kanada Justin Trudeau (Foto: REUTERS/Chris Wattie)

Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengecam aksi kelompok ekstremis Abu Sayyaf yang mengeksekusi mati John Ridsdel. Trudeau menyebut eksekusi tersebut sebagai aksi pembunuhan berdarah dingin.

"Kanada mengutuk keras aksi brutal yang dilakukan kelompok tersebut kepada para sandera. Ini merupakan aksi pembunuh berdarah dingin. Pembunuhan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab para teroris tersebut," Trudeau kepada wartawan di sela-sela pertemuan kabinet, seperti dilansir Reuters, Selasa (26/4/2016).

Ridsdel (68) merupakan mantan eksekutif perusahaan pertambangan ditangkap kelompok ekstremis tersebut bersama 3 orang lainnya pada bulan September 2015 saat berlibur di sebuah pulau di Filipina. Pihak militer Filipina mengatakan potongan kepala ditemukan di sebuah pulau terpencil pada Minggu (24/4), 5 jam setelah batas waktu pemberian uang tebusan berakhir.

Sebelumnya kelompok ini memang mengancam akan mengeksekusi mati satu dari 4 sandera tersebut apabila uang tebusan tak diberikan tepat waktu.

"Pemerintah Kanada berkomitmen untuk bekerja sama dengan pemerintah Filipina serta dunia internasional untuk mengejar pihak yang bertanggung jawab atas pembunuhan kejam ini," tegas Trudeau.

Trudeau menolak berkomentar saat ditanyai apakah pemerintah Kanada sudah mencoba untuk bernegosiasi dengan kelompok penyandera atau membayar uang tebusan. Tak ada jawaban juga saat media menanyakan apakah Kanada akan berusaha menyelamatkan Robert Hall, WN Kanada lain yang ikut menjadi sandera. (rni/Hbb)

 Kita Tidak Kompromi dengan Uang Tebusan 
14 WNI Disandera, Jokowi: Kita Tidak Kompromi dengan Uang TebusanPresiden Jokowi bersama Menko Polhukam Luhut Pandjaitan/dok.detikcom (Foto: agung pambudhy)

Sebanyak 14 WNI masih disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di Filipina. Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah Indonesia tidak berkompromi dengan uang tebusan yang diminta penyandera.

"Kita tidak pernah berkompromi dengan hal-hal yang seperti itu. Tidak ada urusan dengan uang atau tebusan," ucap Presiden Jokowi di Istana Negara, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (26/4/2016).

Pernyataan itu sekaligus merespons soal uang tebusan yang kemungkinan dibayar oleh pihak perusahaan asal para WNI itu bekerja. Namun Jokowi tak merinci setuju atau tidak dengan upaya-upaya perusahaan dimaksud.

Jokowi hanya menegaskan pemerintah Indonesia juga ingin agar sandera segera dibebaskan, tapi situasinya tidak mudah. Terutama karena lokasinya berada di negara Filipina.

"Kalau kita kita mau masuk ke sana harus ada izin, kalau kita mau gunakan TNI kita juga harus izin. Pemerintah Filipina pun harus mendapat persetujuan dari parlemen. Ini yang memang sangat menyulitkan kita," ujar Jokowi.

"Sehingga ada dua (upaya) yang kita lakukan, (komunikasi) dengan pemerintah Filipina juga dengan jaringan yang kita punyai," imbuhnya.

Menurut Jokowi, upaya negosiasi masih terus dilakukan termasuk komunikasi pemerintah Indonesia dengan pihak penyandera. Namun sekali lagi Jokowi mengungkapkan situasinya tidak mudah.

"Ya kita kan sulit, kamu harus ngerti yang lain 6 bulan aja belum beres, ada yang 8 bulan juga belum beres, malah kemarin ada yang sudah dieksekusi. Tidak segampang itu, jangan memudahkan persoalan. Ini persoalan yang tidak mudah," ucap Jokowi. (miq/fdn)

  detik  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.