Minggu, 20 Agustus 2023

Kisah Ratusan Tentara India Membelot Bela Indonesia

 Dalam Pertempuran SurabayaSebuah poster yang dipasang oleh para pejuang Indonesia di Surabaya yang meminta agar pasukan India tidak melawan mereka. Poster itu berbunyi: ?Pandit Jawaharlal Nehru, pemimpin Kongres Nasional India, memerintahkan hari ini (30 September 1945) bahwa pasukan India tidak boleh digunakan untuk menekan perjuangan Indonesia dan pihak nasionalis lainnya.(IWM SE 5979 via BBC INDONESIA)

Sebanyak 600 tentara India yang dikerahkan oleh militer Inggris ternyata membelot dan berpihak dengan pejuang kemerdekaan Indonesia pada Pertempuran Surabaya yang berlangsung sejak 27 Oktober hingga 20 November 1945.

Ketika Sanyog Srivastava Ji mengunjungi monumen nasional Tugu Pahlawan memperingati para prajurit yang gugur dari pertempuran, ia selalu mencari nama-nama tentara India yang tewas berjuang bersama pejuang kemerdekaan Indonesia.

"Ketika Anda pergi ke Monumen Pahlawan, Anda akan menemukan beberapa penjelasan. Dan para warga diaspora India di sini, mereka yang belajar di sekolah Indonesia, mereka sangat akrab (dengan peristiwa ini)," katanya.

Sanyog sudah tinggal di Surabaya hampir 25 tahun bersama keluarganya. Ia mengatakan, Pertempuran Surabaya memiliki makna mendalam bagi warga India maupun Indonesia.

"Keduanya tertekan oleh penjajah asing selama kurun waktu yang lama. Dan ketika tentara India datang ke sini di bawah perintah Inggris, mereka menyadari bahwa mereka menghadapi orang-orang yang senasib dengan mereka,” kata Sanyog dalam wawancara daring dengan BBC Indonesia dari rumahnya di Surabaya.

Dia merasa bahwa sebagian besar ekspatriat India di komunitasnya tidak sepenuhnya tahu tentang sejarah yang mengaitkan India dan Indonesia. Meski demikian, ia berharap lebih banyak orang akan mengetahui tentang cerita tersebut.

"Saya pikir itu akan menciptakan rasa kebersamaan, rasa kemanusiaan, rasa tanggung jawab terhadap kedua negara dalam diaspora India dan bercampur dengan budaya mereka, saling menghormati dan mengembangkan harmoni dan kerja sama," ujar Sanyog.

Sejarah keterlibatan India di Indonesia pada masa modern tak lepas dari peranan Inggris.

Pada awal abad ke-19, Inggris--yang menjajah India selama 89 tahun--kerap mengirim prajurit India, khususnya ke daerah-daerah Asia dan Timur Tengah (Mesir dan Suriah), untuk menyelesaikan konflik. Ada sekitar 250.000 prajurit India yang dapat dikerahkan militer Inggris.

Pengiriman prajurit India ke Indonesia dilakukan Inggris setidaknya dalam dua era.

Pertama, pada Agustus-September 1811, saat Inggris menginvasi Pulau Jawa dengan mengerahkan lebih dari 6.000 prajurit India.

Kedua, pada pengujung Perang Dunia II. Pengerahan brigade pasukan India berkekuatan 4.000 orang pimpinan Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern Mallaby (1899-1945) di Surabaya pada 25 Oktober 1945, memicu Pertempuran Surabaya.

Pada 10 November 1945, seluruh pasukan Divisi Kelima India, pimpinan Mayor Jenderal Sir Robert Mansergh (1900-70), mendarat di Surabaya dengan membawa tank dan pesawat tempur.

Pertempuran Surabaya pada 1945 itulah terakhir kalinya Inggris menggunakan pasukan India untuk menyelesaikan konflik kolonial. Sebab kehadiran pasukan India justru merugikan Inggris karena mereka memilih untuk membantu para pejuang Indonesia.

Tokoh nasionalis sekaligus mantan Menteri Luar Negeri Indonesia kelahiran Surabaya, Dr Roeslan Abdulgani, menyebut peristiwa itu sebagai “bencana yang menentukan jalannya sejarah Surabaya dan juga jalannya perjuangan kemerdekaan seluruh Indonesia”.

 Apa peran tentara India dalam Pertempuran Surabaya?
Para personel Divisi India Kelima militer Inggris mengisi ulang senjata mereka di pinggiran kota Gresik, sekitar 20 kilometer dari Surabaya.(IWM SE 6735 via BBC INDONESIA)

Pasukan Inggris pimpinan Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern Mallaby (1899-1945) tiba di Surabaya, pada 25 Oktober 1945.

Pihak Indonesia marah karena menganggap Belanda membonceng Inggris, guna merebut kembali kekuasaan atas Indonesia.

"Jadi di satu sisi, Inggris membukakan pintu bagi Belanda untuk kembali (ke Indonesia) pada 1946 dan Inggris menjadi pemegang tanggung jawab antara September 1945 dan Maret 1946," kata sejarawan Universitas Oxford yang ahli ahli sejarah modern Indonesia, Profesor Peter Carey.

Saat itu, India masih berada di bawah kekuasaan Inggris dan belum merdeka. Oleh karenanya, ribuan tentara India--yang berasal dari Punjab, Madras, Mahratta dan daerah lainnya--dapat dikerahkan oleh Inggris untuk "menjaga perdamaian" di Surabaya.

"Jadi Divisi India Kelima mendarat di Surabaya di bawah Mayor Jenderal Robert Mansergh, dan di dalamnya terdapat divisi India berisi 6.000 orang lengkap dengan dukungan Angkatan Udara dan Angkatan Laut," kata Profesor Carey.

Namun, pasukan Inggris tak menyangka sekitar 600 tentara India akhirnya membelot dan memilih untuk berjuang bersama para pejuang kemerdekaan Indonesia guna memerangi Belanda dan Inggris.

Divisi India Kelima menerima perintah dari Mansergh untuk menindas keras orang-orang Indonesia yang berjuang untuk kemerdekaan mereka.

"Orang-orang India berkata, 'mengapa kita susah-susah berjuang untuk Inggris ketika kita sendiri menginginkan kemerdekaan dari Inggris?'" jelas Profesor Carey.

Selain semangat nasionalisme yang menyatukan mereka, faktor lain yang memicu kerja sama tak terduga antara sejumlah prajurit India dan pejuang kemerdekaan Indonesia adalah kesamaan agama.

Di tengah pertempuran, terdengar seruan dari pasukan dan warga sipil Indonesia yang membuat sejumlah prajurit India sadar bahwa mereka diminta untuk melawan orang-orang seagama.

Lebih lanjut, berdasarkan buku The Role of Pakistan During the Indonesia Struggle tulisan Zahir Khan yang diterbitkan pada 2004 lalu, tertulis bahwa komandan Divisi 32 Brigade 1, Ghulam Ali, dan tentara lainnya membagikan pakaian serta beras, gula, garam dan kebutuhan pokok lainnya kepada rakyat Indonesia di Surabaya.

Meski demikian, Profesor Peter Carey berargumen bahwa pembelotan ratusan prajurit India dalam Pertempuran Surabaya lebih berkaitan dengan rasa nasionalisme daripada agama.

"Itu bukan hanya faktor agama. Itu lebih merupakan faktor nasionalis yang jauh lebih penting dan disertai semangat anti-kolonialisme."

Seorang tentara India berdiri di depan tank bekas tentara Jepang yang digunakan oleh para pemuda Indonesia dalam Pertempuran Surabaya 1945.(IWM SE 5866 via BBC INDONESIA)

Pertempuran Surabaya menimbulkan ribuan korban jiwa. Sebanyak 27.000 orang tewas--sebagian besar dari mereka merupakan perempuan dan anak-anak. Pada akhirnya, 600 tentara India yang membelot kemudian menyusut dan menyisakan 75 tentara.

Profesor Carey mengatakan, Inggris kehilangan sekitar 800 tentara dan bahwa itu merupakan "pertarungan yang sangat sengit".

Dalam buku berjudul Jejak Revolusi 1945, Sebuah Kesaksian Sejarah yang ditulis oleh PRS Mani, seorang perwira India di Angkatan Darat Inggris yang belakangan menjadi koresponden asing untuk Free Press Journal of Bombay, ia menceritakan momen ketika seorang tentara Rajput asal India yang pernah diterjunkan ke Burma malah berada di ambang kematian ketika dikirim ke Surabaya.

"Seorang Rajput pahlawan di Burma yang sedang berbaring menghadapi maut dengan peluru tentara Indonesia di jantungnya bertanya kepada saya, 'Pak, mengapa kami harus mati untuk Belanda?'" tulis Mani (hlm. 107, 1989).

Dalam catatannya (p. 92-108), Mani mengatakan pasukan India yang membelot dihormati oleh para pemuda Indonesia yang berjuang bersama mereka.

Mani kemudian menulis bahwa ada tekanan nasional dari tokoh India, Jawaharlal Nehru, yang mendesak agar pasukan Inggris segera menarik kembali tentara India dari Indonesia dan mengirim mereka pulang.

Akhirnya, permohonan mereka dikabulkan ketika Angkatan Darat Inggris menarik diri 20 November 1945. Pasukan India secara bertahap dikirim kembali ke negeri asal mereka, kali ini mereka bersiap-siap untuk memperjuangkan kemerdekaan mereka sendiri.

Setelah perang berakhir, Pemerintah Indonesia menganugerahi mereka dengan penghargaan tertinggi negara.

Beberapa prajurit terkenal yang ikut serta selama Pertempuran Surabaya termasuk Mayor Zia ul-Haq, yang kelak menjadi Presiden Pakistan.

 Dampak Pertempuran Surabaya terhadap India dan Indonesia
Sanyog Srivastava Ji dan istrinya berdiri di depan monumen nasional memperingati para pahlawan yang gugur dalam Pertempuran Surabaya.(SANYOG SRIVASTAVA JI via BBC INDONESIA)

Terkait Pertempuran Surabaya pada 1945, Manojit Das selaku Presiden Asosiasi India di Surabaya (IAS) percaya bahwa orang India-Indonesia harus banyak belajar dari sejarah dan memperkuat hubungan antara kedua negara dan rakyatnya.

"India dan Indonesia memiliki beberapa kesamaan budaya. Serta banyak hal lainnya. Budayanya hampir mirip, dan kita dapat membayangkan bagaimana keduanya adalah dua negara dengan populasi terpadat di dunia," katanya kepada BBC News Indonesia.

Menurut catatan IAS, mereka memiliki sekitar 180 anggota dari 55 keluarga India yang tinggal di Surabaya. Banyak dari mereka adalah ekspatriat yang pindah dari India tetapi ada juga sebagian yang telah tinggal di Indonesia selama tiga hingga empat generasi.

Padahal, ia mengeklaim bahwa keluarga keturunan prajurit Divisi Kelima dan divisi Inggris-India lainnya telah lama meninggalkan Surabaya untuk menetap di negara-negara Asia Tenggara lainnya atau kembali ke India atau Pakistan.

Dia berharap lebih banyak orang dapat mengetahui lebih banyak tentang pasukan India yang ditempatkan di Indonesia dan bagaimana kedua negara itu saling membantu dalam perjuangan kemerdekaan.

Ketika India mengalami krisis pangan, Indonesia mengekspor 10.000 ton beras untuk mengatasi bencana kelaparan di Benggala Barat pada 1947.

"India membantu dalam hal logistik dan bantuan Palang Merah. Mereka membantu menjalankan blokade. India membantu di PBB dalam hal memberi suara di PBB setelah kemerdekaan mereka pada tengah malam Agustus 1947," jelas Profesor Peter Carey.

"India adalah teman dan merupakan salah satu negara yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia pasca 27 Desember 1949. India adalah sekutu dan teman (bagi Indonesia)," sambungnya.

Salah satu contoh penting adalah kerja sama antara Nehru dan Soekarno selama Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955.

"Nehru menulis kepada Edwina Mounbatten dan mengatakan, 'Saya sangat terkesan dengan cara orang Indonesia menangani ini dan menjadi tuan rumah. Saya berani mengatakan bahwa kami tidak dapat melakukannya sebaik mereka," kata Prof. Carey.

Sanyog Srivastava Ji berdiri di samping Duta Besar untuk India Gurjeet Singh pada festival Diwali yang diadakan oleh IAS pada tahun 2015.(SANYOG SRIVASTAVA JI via BBC INDONESIA)

Sanyog Srivastava Ji, yang sempat menjabat sebagai presiden Asosiasi India dari 2012 hingga 2014, mengatakan bahwa Asosiasi India di Surabaya telah ada sejak lama, bahkan sebelum Indonesia memperoleh kemerdekaannya.

Dalam catatan PRS Mani tentang peristiwa yang terjadi sebelum pertempuran, ketika Jenderal AWS Mallaby ditembak, Kundan--presiden Asosiasi India di Surabaya pada waktu itu--berada tepat di sebelahnya. Dia menderita luka-luka ringan (p. 17, 1989).

Sanyog merasa bahwa kaum diaspora India seringkali memiliki rasa kewajiban dan tanggung jawab kuat terhadap komunitas di daerah tempat mereka tinggal.

"Saya pikir, kita semua yang tinggal jauh dari India di negara-negara asing turut serta berkontribusi pada negara yang kita tempati. Dan itu membantu kita untuk berkontribusi.

"Khususnya Indonesia, saya tidak pernah merasa tinggal jauh dari India. Secara budaya kita sangat dekat. Gaya pemikiran kami, rasa hormat kami kepada leluhur kami dan orang lebih tua, tekad kami dan keinginan kami untuk menumbuhkan generasi masa depan sangat mirip,
" ungkap Sanyog.

Dia berharap lebih banyak diaspora India akan belajar tentang kisah pasukan India di Indonesia dan terinspirasi untuk berkontribusi pada masyarakat tempat mereka tinggal dengan cara yang positif.

"Anda memiliki tanggung jawab moral untuk mendukung dan menjaga negara tempat Anda tinggal. Untuk membantu mengembangkan negara dan membantu orang-orang di negara itu. Dengan begitu, Anda juga membantu bangsa Anda sendiri," kata Sanyog.

  💂 Kompas  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.