Sabtu, 23 Februari 2013

Kisah DH-115 Vampire TNI AU

Tepat 57 tahun lalu, Angkatan Udara yang masih berusia remaja telah menggunakan pesawat jet mendahului banyak negara berkembang lainnya yang masih berkutat dengan pesawat bermesin piston. 

Delapan unit pesawat latih jet buatan de Havilland ini dibawa melalui laut yang kemudian merapat sampai Tanjung Priok, Jakarta. Kemudian dibawa ke Lanud Andir (Hussein Sastranegara) untuk dirakit oleh teknisi lokal yang sebelumnya telah belajar di Inggris.

Untuk menampung pesawat yang diberi nomer regristasi J-701 hingga J-708 tersebut, maka dibentuklah Kesatuan Pancar Gas (KPG) yang diresmikan langsung oleh KSAU Laksamana Udara Suryadi Suryadarma pada tanggal 20 Februari 1956.

Sebelum kedatangan pesawat ini, terlebih dulu dikirim pilot dan teknisi untuk belajar ke Inggris pada tahun 1955. Sebagai pemimpin kadet penerbang ditunjuk Kapten Roesmin Noerjadin dan sejarah mencatat dialah orang Indonesia pertama yang menerbangkan pesawat jet. Pilot lainnya adalah Letnan Udara Sumitro, Letnan Udara Ignatius Dewanto, Letnan Udara Loely Wardiman, Letnan Udara Leo Wattimena, Letnan Udara Rusman, dan Letnan Udara Musidjan. Sedangkan rombongan personel teknisi dipimpin oleh Letnan Udara Satu Kamarudin.

Bagi AURI, kedatangan de Havilland bagaikan lompatan kuantum. Bagaimana tidak, sejak didirikan TNI AU hanya mengoperasikan pesawat piston peninggalan Jepang maupun hibah dari Belanda. Suatu pemikiran, visi dan strategi yang hebat dari para pimpinan TNI AU terdahulu. Sebagai negara berkembang Indonesia termasuk pionir dalam memiliki dan mengoperasikan pesawat jet untuk Angkatan Udaranya di saat banyak negara dunia masih mengandalkan pesawat tempur dan latih bermesin piston.

KPG hanya bertahan satu tahun karena berdasarkan Surat Keputusan KSAU:  Skep/56/III/1957 tanggal 20 Maret 1957, KPG diubah menjadi Skadron Udara 11. Tiga bulan berikutnya, Skadron Udara 11 diresmikan pada tanggal 1 Juni 1957 di Lanud Andir dan ditunjuklah Kapten Udara Leo Wattimena sebagai komandannya. Pesawat Vampire secara resmi menjadi pesawat pertama yang digunakan oleh Skadron Udara 11 tersebut. Dan penamaan Skadron Udara 11 ini juga terbilang spesial karena bertepatan dengan usia TNI AU yang ke-11. Pada waktu itu TNI AU baru memilik lima skadron udara saja.

 Pengabdian Singkat  

Skadron Udara 11 kemudian kedatangan anggota baru yakni 30 pesawat latih jet MiG-15 UTI. Pesawat tiba di Lanud Kemayoran dari Cekoslovakia tanggal 14 Agustus 1958. Awal tahun 1959 kembali berdatangan 49 unit pesawat tempur MiG-17 dari Polandia.  Kedatangan pesawat jet buatan Blok Timur tersebut setidaknya menimbulkan masalah baru, yakni diperlukannya jumlah pilot yang lebih banyak. Untuk itu pilot-pilot Vampire dialihkan untuk menerbangkan MiG.

Pada akhirnya untuk memudahkan operasional dan perawatan agar lebih terkonsentrasi terutama untuk pesawat Blok Timur yang banyak tersebut, maka DH-115 Vampire akhirnya harus tergeser dan dijual ke Angkatan Udara India pada tahun 1963.

Meski pengabdian Vampire hanya tujuh tahun saja, namun setidaknya pesawat ini telah mengukir kenangan tersendiri di kalangan AURI. Pesawat yang didatangkan dari Inggris ini adalah versi latih dengan kode T.55 dengan tempat duduk model side by side.

DH-115 Vampire tak pernah dilibatkan dalam operasi militer, karena versi T.55 ini tidak dipersenjatai sama sekali. Boleh dibilang pesawat jet pertama TNI AU ini bagai kelelawar vampir tanpa taring. Pesawat T.55 murni digunakan sebagai pencentak penerbang baru di Tanah Air termasuk menghasilkan kadet wanita penerbang.

 Mendunia 

Prototipe pertama jet tempur buatan de Havilland yang berkode DH.100 terbang perdana 20 September 1943 dengan mengusung mesin jet Goblin 3 yang juga dibuat de Havilland. Versi produksi berdinas di RAF (AU Inggris) hingga tahun 1955 dan versi latih hingga tahun 1966. Lebih dari 15 varian utama dihasilkan dengan total produksi mencapai 3.268 unit yang seperempatnya dibuat di bawah lisensi oleh negara lain. Digunakan oleh 31 negara di seluruh belahan dunia dan Vampire terakhir yang masih mengudara adalah milik Angkatan Udara Rodhesia  hingga tahun 1979.

Selain sebagai penumpur bertempat duduk tunggal, de Havilland juga mengembangkan versi latih dengan kode Mk-10 atau DH-113 yang hanya di buat dua unit prototipe yang terbang perdana 15 November 1950. Versi ini kemudian dikembangkan menjadi versi produksi berkode Mk.11 atau dikenal juga dengan DH-115 yang murni dikembangkan sebagai pesawat latih dan private venture.

Versi militer yang digunakan RAF diberi kode T.11 bermesin turbojet Goblin 35 yang diproduksi sebanyak 731 unit. Versi ekspornya diberi kode T.55 dengan total 216 unit dengan penggunanya di Kawasan Selatan adalah Selandia Baru dan Indonesia.(Rangga Baswara Sawiyya)


  ● Angkasa  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.