Jakarta | Problem pengungsi eks pro integrasi yang tersebar di Atambua, NTT, tak kunjung usai. Bahkan, masalah tersebut kini melebar kepada sosok Rosalia Marshal atau yang tenar dengan sebutan Hercules yang sekarang menjadi warga negara Indonesia.
Panglima Angkatan Pertahanan Timor Leste, Mayor Jenderal Lere Anan Timur, tidak setuju dengan kembalinya Hercules yang merupakan bekas pro integrasi ke Timor Leste. "Saya mendengar bahwa warga di Atambua ingin kembali ke Timor Leste, saya tidak setuju dengan hal ini. Meskipun beberapa dari pemimpin kita (Timor Leste), ingin menciptakan persatuan nasional," kata Lere di Bidau, Dili, sebagaimana dikutip dari timorhauniandoben.com.
Ketidak setujuan sang Jendral, karena dikhawatirkan jika warga eks pro integrasi kembali, akan ada lagi sengketa tanah dan lain-lain, di antara orang-orang yang berada di pengungsian, mereka yang ingin kembali ke Timor Leste. Lere menegaskan, warga Atambua ketika mereka kembali ke Timor Leste, mereka tidak memiliki hak kekayaan (aset) saat mereka meninggalkan Timor Leste.
Selain daripada itu, Jenderal Lere juga menyesalkan atas kedatangan Hercules baru-baru ini. Warga negara Indonesia, seorang eks warga Timor Timur yang masuk ke Timor Leste melalui bandara internasional Comoro-Dili, dan polisi justru menyambut Hercules, layaknya seorang 'presiden'.
"Bagi saya, dia (Hercules) tidak akan pernah menjadi besar, ia menganjurkan kembali ke masa lalu. Ini terlalu merendahkan martabat Timor Leste," kata Lere.
Lere menyatakan, Jika Hercules kembali lagi, dia akan menangkapnya sebagai bagian dari tugas tanggung jawabnya. Lebih jauh Lere menegaskan, siapa pun tidak bisa datang kemudian mengintervensi Timor Leste, karena sudah menjadi negara, bukan provinsi Indonesia.
Seperti diketahui Hercules lahir di distrik Ainaro, Timor Leste. Dia kini menjabat Ketua Umum Gerakan Rakyat Indonesia Baru (GRIB) yang juga terafiliasi dengan Partai Gerindra.(awr)
● Wartanews | Tribunnews
Panglima Angkatan Pertahanan Timor Leste, Mayor Jenderal Lere Anan Timur, tidak setuju dengan kembalinya Hercules yang merupakan bekas pro integrasi ke Timor Leste. "Saya mendengar bahwa warga di Atambua ingin kembali ke Timor Leste, saya tidak setuju dengan hal ini. Meskipun beberapa dari pemimpin kita (Timor Leste), ingin menciptakan persatuan nasional," kata Lere di Bidau, Dili, sebagaimana dikutip dari timorhauniandoben.com.
Ketidak setujuan sang Jendral, karena dikhawatirkan jika warga eks pro integrasi kembali, akan ada lagi sengketa tanah dan lain-lain, di antara orang-orang yang berada di pengungsian, mereka yang ingin kembali ke Timor Leste. Lere menegaskan, warga Atambua ketika mereka kembali ke Timor Leste, mereka tidak memiliki hak kekayaan (aset) saat mereka meninggalkan Timor Leste.
Selain daripada itu, Jenderal Lere juga menyesalkan atas kedatangan Hercules baru-baru ini. Warga negara Indonesia, seorang eks warga Timor Timur yang masuk ke Timor Leste melalui bandara internasional Comoro-Dili, dan polisi justru menyambut Hercules, layaknya seorang 'presiden'.
"Bagi saya, dia (Hercules) tidak akan pernah menjadi besar, ia menganjurkan kembali ke masa lalu. Ini terlalu merendahkan martabat Timor Leste," kata Lere.
Lere menyatakan, Jika Hercules kembali lagi, dia akan menangkapnya sebagai bagian dari tugas tanggung jawabnya. Lebih jauh Lere menegaskan, siapa pun tidak bisa datang kemudian mengintervensi Timor Leste, karena sudah menjadi negara, bukan provinsi Indonesia.
Seperti diketahui Hercules lahir di distrik Ainaro, Timor Leste. Dia kini menjabat Ketua Umum Gerakan Rakyat Indonesia Baru (GRIB) yang juga terafiliasi dengan Partai Gerindra.(awr)
Anggota DPR RI: Timor Leste Tak Boleh Sembarangan Tangkap Hercules!
Rencana penangkapan tokoh pemuda Rosalia Marshal alias Hercules
disesalkan pihak Indonesia. Wakil Ketua Komisi I DPR, TB Hasanuddin
mengatakan tidak ada satupun negara berhak menangkap WNI, apalagi
dilakukan secara sembarangan.
"Tidak bisa sembarangan menangkap
warga negara lain, termasuk Hercules oleh tentara Timor Leste. Tentu
kita sayangkan itu," kata TB Hasanuddin di Jakarta, Sabtu(12/1/2013).
Menurut
TB Hasanuddin, untuk melakukan penangkapan terhadap seorang warga
negara, harus terlebih dahulu dilakukan sebuah kesepakatan politik antar
kedua negara yang berselisih.
"Harus ada keputusan politik kedua negara, Lagi pula kenapa Panglima Tentara Timor Leste yang bicara," kata TB Hasanuddin.
Sebagaiamana
dilansir dari situs timorhauniandoben.com, Panglima Angkatan Pertahanan
Timor Leste (F-FDTL)Mayor Jenderal, Lere Anan Timur, tidak setuju
dengan kembalinya mantan pro integrasi Hercules ke Timor Leste.
"Saya
mendengar bahwa warga di Atambua ingin kembali ke Timor, saya tidak
setuju dengan hal ini. Meskipun beberapa dari pemimpin kita (Timor
Leste), ingin menciptakan persatuan nasional," kata Lere.
Kedatangan
Hercules ke Timor Leste melalui bandara Comoro-Dili dinilai akan
menganggu stabilitas negara eks jajahan Portugis tersebut.
Hercules akan Ditangkap, Indonesia-Timor Leste Bisa Memanas
Rencana penangkapan tokoh pemuda Rosalia Marshal alias Hercules
berpotensi besar menganggu stabilitas hubungan antara Indonesia dan
Timor Leste.
Karena itu, pemerintah melalui Duta Besar Timor Leste
untuk Indonesia harus bisa membuka dialog terutama mengenai pernyataan
Panglima Angkatan Pertahanan Timor Leste (F-FDTL) Mayor Jenderal, Lere
Anan Timur, yang ingin menangkap Hercules.
"Apa alasan
ditangkapnya Hercules, dia kan WNI. Apa dasar hukumnya. Kalau tanpa
dasar hukum yang jelas, itu akan melanggar HAM," kata Anggota Komisi I
DPR, Lily Wahid di Jakarta, Sabtu(12/1/2013).
Adik mantan Presiden
RI, KH Abdurahman Wahid atau Gus Dur ini menambahkan, bila tak segera
diselesaikan, maka bisa merusak hubungan kedua negara. Ia juga
mempertanyakan, apakah pernyataan Lere itu merupakan pernyataan resmi
pemerintah atau sebatas penyataan pribadi.
"Kalau pernyataan itu bukan resmi pemerintah Timor Leste, tak perlu ditanggapi," kata Lili Wahid.
Adik
mantan Presiden RI, KH Abdurahman Wahid atau Gus Dur itu menambahkan,
bila tak segera diselesaikan, maka bisa merusak hubungan kedua negara.
Ia juga mempertanyakan, apakah pernyataan Lere itu merupakan pernyataan resmi pemerintah atau sebatas penyataan pribadi.
"Kalau pernyataan itu bukan resmi pemerintah Timor Leste, tak perlu ditanggapi," kata Lily Wahid.
Gerindra: Pemerintah Secepatnya Berunding dengan Timor Leste
Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra, Martin Hutabarat meminta
pemerintah Indonesia secepatnya melakukan perundingan dengan pemerintah
Timor Leste terkait rencana penangkapan tokoh pemuda Rosalia Marshal
alias Hercules oleh militer.
"Pemerintah kita minta secepatnya berunding dengan pemerintah Timor
Leste mengenai hubungan kedua negara sesudh Timor Timur berpisah dari
NKRI 13 tahun lalu," kata Martin kepada Tribunnews.com,
Sabtu(12/1/2013).
Martin mengatakan, sejak Timor Leste berdiri menjadi negara sendiri
banyak persoalan penting yang harus dituntaskan. Seperti masalah
penduduk eks Timor Timur yang sekarang bermukim di wilayah Indonesia.
Sesudah berpisah lanjut Martin, ada ratusan ribu warga Timor Timur yang dengan sukarela ikut pindah ke Indonesia.
"Tapi banyak dari mereka nasibnya menyedihkan hidupnya sengsara,
tinggal di perbatasan Timtim dan NTT. Ada ratusan tentara Brimob yang
berasal dari pejuang Timor Timur di Kabupaten Belu tidak memiliki rumah
kecil pun. Selama ini hanya tinggal di barak sempit yang kumuh tanpa
dibantu pemerintah,"jelasnya.
Hal itulah, kata Martin yang saat ini menimpa orang-orang seperti Hercules dan Enrico Guiterez.
"Salah satu dari ribuan nama itu mungkin Hercules, Enrico Guiterez
dan sebagainya. Tapi ribuan nama-nama lain adalah para petani yang
tinggal di perbatasan. Sering para petani tersebut berkunjung ke daerah
Timtim di perbatasan dan orang Timtim berkunjung ke wilayah kita melalui
jalan setapak," katanya.
Rencana Penangkapan Hercules Karena Perundingan Belum Tuntas
Munculnya nama tokoh pemuda Rosalia Marshal alias Hercules yang kini
menjadi incaran operasi militer Timor Leste disebabkan belum selesainya
perundingan antara Indonesia dan Timor Leste terutama soal penduduk
serta wilayah perbatasan.
"Saya kira tercantumnya nama Hercules adalah karena belum tuntasnya
perundingan soal ini," kata Anggota Dewan Pembina Partai Gerindra,
Martin Hutabarat kepada Tribunnews.com, Sabtu(12/1/2013).
Martin mengatakan berdasarkan kunjungannya bersama MPR ke Atambua
tiga bulan lalu, dirinya mendapatkan fakta bahwa kerap terjadi tentara
PBB yang berkuasa di Timor Leste menangkap para petani Indonesia karena
tidak jelasnya batas-batas antara kedua negara.
"Karena pembatas wilayah Indonesia dan Timtim adalah sebuah sungai
kecil yang kering karena jarang ada airnya. Kerap terjadi tentara PBB
yang berkuasa di Timor Leste sekarang menangkap para petani tersebut dan
menahannya di Dili,"kata Martin.
Nasib mereka yang banyak ditangkap tentara PBB tersebut lanjut Martin
baru jelas sesudah pemerintah turun tangan,baru petani-petani tersebut
dilepas.
"Tapi kalau tentara-tentaranya orang Timtim, biasanya tidak
mempermasalahkannya. Begitu juga TNI tidak mempermasalahkan orang Timtim
yang berkunjung di Atambua," jelas Martin.