Senin, 03 September 2012

Pasca Baku Tembak di Solo

Berikut Berita Pasca Penembakan dan Baku Tembak di Solo (baca Penembakan Solo)

 Kapolri: Nanti akan Ada Penjelasan Resmi

Kapolri: Nanti akan Ada Penjelasan Resmi
Yogyakarta - Kapolri Jendral Polisi Timur Pradopo yang tiba di Mako Brimob Polda DIY sekitar pukul 07.00, memimpin pelepasan Jenasah Bripka Suherman anggota Densus 88 yang tewas dalam baku tembak saat penggerebekan terduga teroris, Sabtu (1/9).
 Sekitar pukul 09.00, jenasah diterbangkan melalui Bandara Adisutjipto, menuju ke Jakarta, dan dilanjutkan ke Sulawesi Tengah untuk pemakaman.

Ditemui wartawan sebelum meninggalkan Mako Brimob, Kapolri menyampaikan telah melakukan langkah penanganan teroris secara pre-entive, penyelidikan, sampai penegakan hukum.

Diupayakan, Kapolri menegaskan, agar tersangka tetap hidup. Namun ternyata tersangka melakukan perlawanan dan menyebabkan anggota Densus 88, Bripka Suherman gugur.

Gugurnya anggota terbaik itu, menurutnya, menunjukkan bahwa memang ancaman dari teroris demikian tinggi. Ancaman itu bukan hanya terhadap petugas namun juga masyarakat. Sebab itu, masyarakat harus waspada.

Jika mengetahui sesuatu yang bisa ditindaklanjuti, dia berharap segera diinformasikan kepada Polri. "Itu juga atas kerjasama dengan masyarakat," ungkap Kapolri.

Sementara, Kapolri mengaku masih melanjutkan penyelidikan. Tersangka yang diamankan akan dikembangkan. "Nanti akan ada penjelasan resmi," katanya.

 Ponpes Ngruki Benarkan ada Alumni Bernama Farhan

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Wahyudin, belum bisa memastikan apakah dua nama terduga teroris saat penggerebekan oleh Densus 88 di Desa Tipes Solo, Jumat (31/8) malam, Farhan dan Mukhsin adalah almunus pondok pesantren tersebut.
 Dikonfirmasi pada Sabtu (1/9) petang, dia hanya membenarkan bahwa ada alumnus bernama Farhan. Anak tersebut kelahiran Jakarta dan ayah kandungnya telah meninggal dunia.

Berdasarkan penelusurannya dalam data di ponpes, Farhan sejak lulus dari SD Nunukan di Kalimantan Timur lalu mengenyam pendidikan MTs di pondok yang diasuhnya itu.

Setelah menyelesaikan pendidikan setingkat SMP itu, jelasnya, Farhan pergi entah melanjutkan di mana. "Kami tidak tahu setelah itu," ujarnya.

Demikian juga nama Mukhsin, Wahyudin mengaku belum mengecek data di ponpesnya. Sebab itu dia tidak mengetahui apakah juga alumnus Ponpes Al Mukmin Ngruki. Yang jelas, menyikapi kabar tentang dua terduga teroris itu dia mengaku berpikir positif.

 Tiga Kejanggalan Dalam Penyergapan Teroris di Solo

Tiga Kejanggalan Dalam Penyergapan Teroris di SoloIndonesia Police Watch (IPW) mencium tiga kejanggalan dalam penyergapan terhadap orang-orang yang disebut teroris oleh polisi di Solo pada 31 Agustus lalu.
"Pertama, pistol yang disita dari tertuduh teroris yang terbunuh adalah Bareta dgn tulisan Property Philipines National Police. Padahal seblumnya Kapolresta Solo Kombes Asdjima'in menyebutkan, senjata yang digunakan menembak polisi di pospam Lebaran jenis FN kaliber 9 mm. Pertanyaannya, apakah orang yang ditembak polisi itu benar-benar orang yang menembak polisi di Pospam Lebaran atau ada pihak lain sebagai pelakunya?" tulis Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Minggu (2/9/2012).

Temuan kedua yakni anggota Densus 88 Bripda Suherman yang tewas akibat tertembak di bagian perut. Hal ini menunjukkan sebagai anggota Densus, dalam bertugas yang bersangkutan tidak sesuai dengan SOP yang harus memakai rompi anti peluru. "Pertanyaannya, apakah benar pada malam 31 Agustus itu ada operasi Densus, jika ada kenapa anggota Densus bisa teledor, bertugas tidak sesuai SOP?" Tambah Neta.

Ketiga, beberapa jam setelah penyergapan 31 Agustus, Presiden SBY memerintahkan Kapolri segera meninjau TKP. "Padahal dalam peristiwa-peristiwa sebelumnya, hal itu tidak pernah terjadi, bahkan saat tiga kali penyerangan terhadap Pospam Lebaran SBY tidak bersikap seperti itu. Pertanyaannya, apakah SBY ingin membangun citra dan menarik simpati publik dari peristiwa Solo yang sempat memojokkan Jokowi ini?" tegas Neta.

IPW menganalisa, meski Densus sudah melakukan penyergapan di Solo tapi teror dan penembakan terhadap polisi tetap menjadi ancaman. Sebab rasa kesal sebagai masyarakat terhadap polisi kian memuncak.

Catatan IPW, selama 5 bulan pertama 2012 saja ada 11 polisi yang dikeroyok masyarakat. "Untuk itu IPW mengimbau Polri agar mengubah sikap, perilaku dan kinerjanya. Anggotanya jangan arogan, represif, memeras dan memungli masyarakat. Tapi bekerja profesional dan proporsional," jelas Neta.

 Pengamat Intelijen: Stop Pemberian Label Teroris

Pengamat Intelijen: Stop Pemberian Label TerorisJakarta - Polisi diminta agar tidak mengklaim pelaku penembakan di Solo, Jawa Tengah adalah teroris. Demikian disampaikan pengamat intelijen Mardigu Wowiek Prasantyo.
Menurut Mardigu, pelaku yang melancarkan aksinya di Solo hanyalah kelompok individual kecil. ”Jangan berasumsi itu langsung teroris, stop memberikan label itu teroris, stampel atau cap bahwa itu teroris hanyalah asumsi-asumsi saja,“ kata Mardigu ketika dihubungi, Minggu (2/9/2012).

Sedangkan teroris, kata Mardigu, melancarkan aksinya secara terorganisi dan memiliki tujuan yang besar. Mardigu mengatakan kejadian beruntun di Solo tersebut terlihat pelaku tidak memiliki strategi perang.

”Ini hanyalah ulah segelintir individual baru, bisa dibilang ini macho man, si pelaku juga tidak menyatakan ini teroris islam, bayangkan si pelaku berumur 19 tahun," imbuhnya.

Seperti diketahui dalam aksi baku tembak di Jalan Veteran, Surakarta, Jumat (31/8/2012) malam. Dalam penyergapan tersebut anggota Densus 88 Anti Teror Polri Bripda Suherman tewas terkena tembakan teroris, sementara anggota terori Farhan dan Mukhlis pun tewas diterjang peluru petugas. Satu orang komplotan teroris berinisial B kini menjalani pemeriksaan setelah ditangkap tadi malam.


 Pengamat Intelijen: Remaja Dipilih Karena Tak Ada Tanggungan

Pengamat Intelijen: Remaja Dipilih Karena Tak Ada Tanggungan
Pengamat intelijen Wawan Purwanto menilai aksi teroris menyerang pos polisi karena minimnya petugas di tempat tersebut. Dengan menyerang pos polisi, mereka yakin tidak ada serangan balik.

"Kan aparat sedang berkonsentrasi pada pengamanan lebaran, sehingga petugas yang berjaga di pos polisi memang sedikit," kata Wawan ketika dihubungi, Minggu (1/9/2012).

Wawan mengatakan misi tersebut sudah dipersiapkan dengan matang. Walaupun orang-orang baru sebagai pelaku. Wawan mengungkapkan pelaku tergabung dalam jaringan teroris yang sudah lama.

Ia mengungkapkan telah terjadi pola terorisme dari menggunakan bahan peledak ke penembakan dengan sasaran terarah. "Sasaran mereka memang aparat kepolisian dan langsung menembak mati sasarannya," katanya.

Sementara mengenai umur pelaku yang masih tergolong remaja atau ABG, Wawan mengatakan pola terorisme itu sudah terjadi sejak tahun 2006. Remaja dipilih karena mereka tidak ada tanggungan keluarga sehingga bisa melancarkan aksinya dengan baik. Sementara, kelompok tua bertugas merekrut pelaku-pelaku baru.

"Anak muda direkrut karena mereka tidak punya tanggungan sehingga bisa all out untuk melakukan aksinya," katanya.

Seperti diketahui dalam aksi baku tembak di Jalan Veteran, Surakarta, Jumat (31/8/2012) malam. Dalam penyergapan tersebut anggota Densus 88 Anti Teror Polri Bripda Suherman tewas terkena tembakan teroris, sementara anggota teroris Farhan dan Mukhlis pun tewas diterjang peluru petugas. Satu orang komplotan teroris berinisial B kini menjalani pemeriksaan setelah ditangkap tadi malam.

Pelaku teror yang dibekuk tersebut terlibat dalam sejumlah aksi teror di Solo. Sebelumnya menjelang lebaran, Solo dua kali mendapatkan teror secara berturut-turut.

Peristiwa pertama, Jumat (17/8/2012) dini hari terjadi aksi tembakan membabi buta. Dua orang dengan menunggangi satu sepeda motor melakukan penembakan ke arah Pospam 05 yang digunakan untuk Operasi Candi Ketupat (OCK) 2012 yang terletak di Serengan, Solo. Akibat penembakan tersebut dua polisi mengalami luka tembak.

Kemudian pada Sabtu (18/8/2012) pukul 23.32 WIB terjadi pelemparan granat terhadap Pos Pengamanan Lebaran di Pos Gladag, Solo. Aksi teror tersebut dilakukan dua orang tak dikenal dengan berboncengan melempar granat ke arah pos pengamanan Lebaran yang berlokasi di bundaran Gladag, di Jalan Jenderal Sudirman, Solo.

Belum juga terungkap dua kasus teror tersebut, Kamis (30/8/2012) malam, sekitar pukul 21.00 WIB kembali terjadi aksi penembakan terhadap anggota kepolisian yang sedang berjaga di Pos Polisi Singosaren akibat satu anggota polisi terluka dan satu tewas akibat diterjang peluru pelaku penembakan.

 Identitas Terduga Teroris Belum Bisa Dipublikasikan

Identitas Terduga Teroris Belum Bisa Dipublikasikan
Kepala Rumah Sakit Bhayangkari Tingkat I Raden Said Sukanto atau RS Polri, Brigadir Jenderal Agus Prayitno, mengungkapkan bahwa hasil otopsi dua terduga teroris Solo selesai, Sabtu (1/9/2012) malam, dan diserahkan ke Datasemen Khusus 88 Polri.

"Pemeriksaan telah selesai tengah malam tadi dan data saat ini berada di Densus 88," kata Agus saat dihubungi wartawan, Minggu (2/9/2012).

Sayang ia enggan mengungkapkan hasil pemeriksaan tersebut dan identitas para terduga teroris. Menurut Agus hasil identitas belum dapat dipublikasi karena belum ada data pembanding.

"Saat ini jenasah masih di ruang mayat rumah sakit," kata Agus. Ia menjelaskan, belum diketahui apakah akan ada pemeriksaan keluarga jenazah untuk mengumpulkan data pembanding atau tidak.

"Semua tergantung Densus 88, jika diminta, baru akan keluarga jenasah dibawa ke sini untuk diperiksa," jelasnya.

Sebelumnya, Dua terduga teroris berinisial F (19) dan M (19) tewas setelah terlibat baku tembak dengan personel Densus 88 di Jalan Veteran, Solo, Jawa Tengah, pada Jumat (31/8/2012) malam lalu.

Selain kedua terduga, seorang anggota Densus 88 Anti Teror Mabes Polri, Bripda Suherman, juga tewas tertembak. Jenazahnya sudah tiba di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu malam, 1 September 2012.

Jenazah kedua terduga teroris tersebut tiba di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur kemarin siang sekitar pukul 12.00 WIB.

 Polri Tampik Kejanggalan Penangkapan Teroris Solo

Jakarta - Mabes Polri membantah kejanggalan seputar penangkapan teroris yang diungkap Indonesia Police Watch (IPW).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar mengatakan, jenis pistol antara FN dan Bareta memang mirip. Saat kejadian malam hari sehingga diperlukan pemeriksaan lebih lanjut.

"Jenis pistol itu bentuknya hampir sama, saat itu juga malam hari," kata Boy ketika dihubungi, Minggu (2/9/2012).

Mengenai tewasnya Bripda Suherman yang tertembak di bagian perut, Boy mengatakan seharusnya persoalan tersebut tidak perlu diperdebatkan.

Pasalnya, Bripda Suherman telah gugur dalam tugasnya. Densus pun telah menggunakan kelengkapan sesuai standar. Sebelumnya, IPW mengatakan, sebagai anggota Densus, dalam bertugas yang bersangkutan tidak sesuai dengan SOP yang harus memakai rompi anti peluru.

"Ia berusaha menangkap pelaku, jadi tidak perlu diungkit lagi," kata Boy.

Sementara terkait Presiden SBY yang memerintahkan Kapolri segera meninjau TKP, Boy mengatakan tidak ada kejanggalan dalam hal tersebut. Menurut Boy, Kapolri datang ke Solo juga untuk menyampaikan rasa bela sungkawa.

"Sebagai pimpinan Polri, Pak Kapolri datang untuk berbela sungkawa dan memberikan penghormatan kepada anak buahnya," ujarnya.

 Kronologis Penyergapan Teroris Solo

OPERASI penyergapan terduga teroris di Solo, Jawa Tengah, pada Jumat malam (31/8) diwarnai dengan aksi baku tembak. Baku tembak itu tak terhindarkan karena terduga teroris melepaskan tembakan saat akan ditangkap.

Menurut Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Anang Iskandar, operasi penyergapan oleh Satgas Khusus Densus 88 berlangsung sekitar pukul 21.30 WIB. Penyergapan dilakukan di Jalan Veteran, di samping pusat perbelanjaan Lottemart. Saat akan ditangkap, salah satu terduga teroris lantas melepaskan tembakan kepada anggota Densus, Bripda Suherman. "Anggota kami gugur dalam tugas sesampainya di rumah sakit," kata Anang lewat pesan singkat kepada wartawan, Sabtu (1/9).

Baku tembak tersebut menewaskan dua terduga teroris, yakni MD alias Farhan dan Mukhsin. Sementara satu tersangka teroris lainnya berhasil diamankan dan sedang diperiksa secara intensif di Jateng.

Polri menyita sejumlah barang bukti di lokasi penyergapan. Adapun barang bukti itu, antara lain satu pistol pietro berreta buatan Italia bertuliskan "Property Philipines National Police (PNP)", tiga magazen, 43 peluru kal 9 mm merek Luger, dan 9 holopoint CBC.

Pelaku teroris di Solo diduga bertanggung jawab atas serangkaian perbuatan teror yang terjadi di Solo selama Agustus 2012, di antaranya penembakan Bripka Dwi Data Subekti yang terjadi Kamis kemarin (30/8).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.