👷 Produksi Kapal Induk Tahun 2027
Ilustrasi produk pengembangan PT PAL Indonesia. (Rayyan Farhansyah/kumparan)
PT PAL Indonesia menyatakan siap membangun kapal induk jenis landing helicopter dock pada 2027. Meski persenjataannya perlu kerja sama dengan luar negeri, desain kapalnya 100 persen dalam negeri. Proyek ambisius tersebut tinggal menunggu persetujuan dan komitmen pemerintah.
Wacana itu diungkapkan Direktur Teknologi PT PAL Indonesia Briljan Gazalba dalam kunjungan eksplorasi industri pertahanan nasional ke PT PAL Indonesia di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (25/6/2025). Kunjungan diikuti oleh Kepala Biro Informasi Pertahanan (Infohan) Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal Frega Wenas Inkiriwang, Staf Khusus Menteri Pertahanan Deddy Corbuzier, dan jajarannya.
Menurut Briljan, proyek-proyek terkini yang dikerjakan PT PAL membentuk kepercayaan diri industri pertahanan. Saat ini, rancangan hingga fasilitas pembuatan kapal induk tengah dipersiapkan.
”Sudah kami siapkan untuk membuat kapal aircraft carrier itu, 2027, kami siap jika mendapat penugasan dari pemerintah untuk membuat kapal induk. Sekali lagi jawabannya adalah kami mampu 100 persen,” katanya.
Meski tergolong kapal induk atau aircraft carrier, konsep yang dibangun PT PAL adalah landing helicopter dock (LHD). Artinya, kapal tersebut tidak memiliki katapel atau sejenis pelontar dan jalur lepas landas pesawat tempur seperti kapal induk Amerika Serikat.
Menurut rencana, rancangan LHD memiliki panjang 238 meter dengan total bobot angkutan maksimum 10.000 ton. Platform terbukanya bisa mengangkut 16 pesawat. Meski disebut pesawat, barang yang bisa diangkut LHD hanya drone, helikopter, dan pesawat berkemampuan VTOL (vertical take-off and landing).
Saat ini, lanjut Briljan, PT PAL belum memiliki fasilitas untuk membangun LHD tersebut karena ukurannya sepanjang 238 meter. Namun, secara perlahan fasilitas dibangun dan dipersiapkan. Inilah mengapa PT PAL menjadwalkan kesiapan pembuatan pada 2027.
”Tapi, secara kapasitas mungkin masih belum. Karena antrean pekerjaan, kan, sekarang penuh banget. Sehingga nanti ke depan, seperti tadi, kami akan menyiapkan schedule urutan produksinya. Sehingga begitu order kapal aircraft carrier datang, kami sudah siap,” tuturnya.
Di sisi lain, ia tak bisa menjamin tingkat komponen dalam negeri (TKDN) LHD akan langsung tinggi. Sebab, PT PAL ingin menguasai teknologinya dulu dengan cepat. Apabila produksi LHD kian meningkat, maka komponen lokalnya juga bertambah.
Adopsi teknologi luar negeri berlaku untuk sistem persenjataan kapal. Untuk platformnya, Briljan memastikan desainnya 100 persen dari PT PAL Indonesia. Pemilihan negara untuk kolaborasi pun tergantung keinginan pelanggan LHD mendatang, dalam konteks ini Kementerian Pertahanan.
”Untuk platformnya kita tidak melakukan kolaborasi dengan yang luar. Murni 100 persen dari PT PAL. Tapi, nanti untuk jika harus dipersenjatai, kami pasti harus melakukan kolaborasi,” ujarnya.
Kebutuhan operasi
Miniatur komposisi konvoi kapal perang milik TNI AL yang diproduksi PT PAL Indonesia dipajang di kompleks PT PAL Indonesia, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (25/6/2025). (Kompas)
Briljan berpandangan, LHD sesuai dengan kebutuhan dan kondisi geografis Indonesia yang unik. LHD juga bukan sekadar kapal serbu semata, melainkan markas yang bergerak.
”Di Indonesia kan kita punya ALKI ya, tiga alur laut kepulauan, dan kita juga punya area-area yang harus kita jaga,” tambahnya.
PT PAL melihat LHD adalah solusi paling ideal untuk mengamankan wilayah yang begitu luas. Kapal tersebut berfungsi untuk memproyeksikan kehadiran dan pengawasan secara intensif dengan cara memindahkan markas yang terapung itu ke tempat-tempat yang memang perlu penjagaan.
Kabiro Infohan Kemenhan Brigjen Frega Wenas Inkiriwang menyambut baik optimisme yang dibangun oleh industri pertahanan. Ia mengatakan, terobosan dari sisi industri, termasuk wacana kapal induk jenis LHD, sangat diperlukan.
Ia pun menegaskan, kapal induk yang dimaksud adalah LHD, bukan seperti kapal induk ala AS. Kapal tersebut pun fokus untuk mengangkut helikopter.
Meskipun demikian, jenderal bintang satu itu membenarkan adanya kebutuhan strategis akan kapal dengan mobilitas tinggi, terutama untuk menunjang misi-misi nonperang, seperti penanggulangan bencana alam. Pengalaman saat bencana tsunami di masa lalu menjadi salah satu rujukan utama pentingnya aset tersebut.
Di sisi lain, proses menuju pembuatan LHD tersebut masih panjang dan membutuhkan kajian mendalam. Dengan begitu, ketika pemerintah sudah membuat keputusan, industri pertahanan bisa menjawab kebutuhan itu.
”Kita berharap ini bisa terus dioptimalkan sehingga pada saat kita memutuskan untuk membeli atau membutuhkan alutsista, semuanya sudah siap secara infrastruktur maupun secara SDM,” ujarnya.

PT PAL Indonesia menyatakan siap membangun kapal induk jenis landing helicopter dock pada 2027. Meski persenjataannya perlu kerja sama dengan luar negeri, desain kapalnya 100 persen dalam negeri. Proyek ambisius tersebut tinggal menunggu persetujuan dan komitmen pemerintah.
Wacana itu diungkapkan Direktur Teknologi PT PAL Indonesia Briljan Gazalba dalam kunjungan eksplorasi industri pertahanan nasional ke PT PAL Indonesia di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (25/6/2025). Kunjungan diikuti oleh Kepala Biro Informasi Pertahanan (Infohan) Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal Frega Wenas Inkiriwang, Staf Khusus Menteri Pertahanan Deddy Corbuzier, dan jajarannya.
Menurut Briljan, proyek-proyek terkini yang dikerjakan PT PAL membentuk kepercayaan diri industri pertahanan. Saat ini, rancangan hingga fasilitas pembuatan kapal induk tengah dipersiapkan.
”Sudah kami siapkan untuk membuat kapal aircraft carrier itu, 2027, kami siap jika mendapat penugasan dari pemerintah untuk membuat kapal induk. Sekali lagi jawabannya adalah kami mampu 100 persen,” katanya.
Meski tergolong kapal induk atau aircraft carrier, konsep yang dibangun PT PAL adalah landing helicopter dock (LHD). Artinya, kapal tersebut tidak memiliki katapel atau sejenis pelontar dan jalur lepas landas pesawat tempur seperti kapal induk Amerika Serikat.
Menurut rencana, rancangan LHD memiliki panjang 238 meter dengan total bobot angkutan maksimum 10.000 ton. Platform terbukanya bisa mengangkut 16 pesawat. Meski disebut pesawat, barang yang bisa diangkut LHD hanya drone, helikopter, dan pesawat berkemampuan VTOL (vertical take-off and landing).
Saat ini, lanjut Briljan, PT PAL belum memiliki fasilitas untuk membangun LHD tersebut karena ukurannya sepanjang 238 meter. Namun, secara perlahan fasilitas dibangun dan dipersiapkan. Inilah mengapa PT PAL menjadwalkan kesiapan pembuatan pada 2027.
”Tapi, secara kapasitas mungkin masih belum. Karena antrean pekerjaan, kan, sekarang penuh banget. Sehingga nanti ke depan, seperti tadi, kami akan menyiapkan schedule urutan produksinya. Sehingga begitu order kapal aircraft carrier datang, kami sudah siap,” tuturnya.
Di sisi lain, ia tak bisa menjamin tingkat komponen dalam negeri (TKDN) LHD akan langsung tinggi. Sebab, PT PAL ingin menguasai teknologinya dulu dengan cepat. Apabila produksi LHD kian meningkat, maka komponen lokalnya juga bertambah.
Adopsi teknologi luar negeri berlaku untuk sistem persenjataan kapal. Untuk platformnya, Briljan memastikan desainnya 100 persen dari PT PAL Indonesia. Pemilihan negara untuk kolaborasi pun tergantung keinginan pelanggan LHD mendatang, dalam konteks ini Kementerian Pertahanan.
”Untuk platformnya kita tidak melakukan kolaborasi dengan yang luar. Murni 100 persen dari PT PAL. Tapi, nanti untuk jika harus dipersenjatai, kami pasti harus melakukan kolaborasi,” ujarnya.
Kebutuhan operasi
:quality(80):watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https://cdn-dam.kompas.id/images/2025/06/25/806467d039b42267843aa0bb86a67c86-IMG20250625125909.jpg)
Briljan berpandangan, LHD sesuai dengan kebutuhan dan kondisi geografis Indonesia yang unik. LHD juga bukan sekadar kapal serbu semata, melainkan markas yang bergerak.
”Di Indonesia kan kita punya ALKI ya, tiga alur laut kepulauan, dan kita juga punya area-area yang harus kita jaga,” tambahnya.
PT PAL melihat LHD adalah solusi paling ideal untuk mengamankan wilayah yang begitu luas. Kapal tersebut berfungsi untuk memproyeksikan kehadiran dan pengawasan secara intensif dengan cara memindahkan markas yang terapung itu ke tempat-tempat yang memang perlu penjagaan.
Kabiro Infohan Kemenhan Brigjen Frega Wenas Inkiriwang menyambut baik optimisme yang dibangun oleh industri pertahanan. Ia mengatakan, terobosan dari sisi industri, termasuk wacana kapal induk jenis LHD, sangat diperlukan.
Ia pun menegaskan, kapal induk yang dimaksud adalah LHD, bukan seperti kapal induk ala AS. Kapal tersebut pun fokus untuk mengangkut helikopter.
Meskipun demikian, jenderal bintang satu itu membenarkan adanya kebutuhan strategis akan kapal dengan mobilitas tinggi, terutama untuk menunjang misi-misi nonperang, seperti penanggulangan bencana alam. Pengalaman saat bencana tsunami di masa lalu menjadi salah satu rujukan utama pentingnya aset tersebut.
Di sisi lain, proses menuju pembuatan LHD tersebut masih panjang dan membutuhkan kajian mendalam. Dengan begitu, ketika pemerintah sudah membuat keputusan, industri pertahanan bisa menjawab kebutuhan itu.
”Kita berharap ini bisa terus dioptimalkan sehingga pada saat kita memutuskan untuk membeli atau membutuhkan alutsista, semuanya sudah siap secara infrastruktur maupun secara SDM,” ujarnya.
👷 Kompas