Sabtu, 07 Juli 2012

Dua Prajurit Gugur dalam Latihan Evakuasi Kapal Selam

 Kadispenal: Dua Prajurit Gugur dalam Latihan Evakuasi Kapal Selam

Terjadi kecelakaan dalam latihan simulasi penyelamatan kapal selam yang digelar di Pasir Putih Situbondo. Akibat kecelakaan itu, dua prajurit TNI AL gugur dalam latihan.

"Kondisi terakhir gugur, penyebabnya belum diketahui, masih dalam penyidikan," kata Kadispenal Laksamana Pertama Untung Suropati saat berbincang dengan detikcom, Sabtu (7/7/2012).

"Kedua korban sekarang sudah dievakuasi ke rumah duka masing-masing," lanjutnya.

Untung menjelaskan dalam latihan yang digelar di Perairan Pasir Putih, Situbondo, Jawa Timur, hari ini, KRI Cakra 401 sengaja ditenggelamkan untuk kemudian dievakuasi bersama dua orang prajurit TNI AL yang berlaku menjadi korban. Simulasi yang dilakukan hari ini merupakan simulasi hari kedua setelah hari sebelumnya dilakukan simulasi tanpa ada kendala.

"Hari pertama sukses, hari kedua baru ada masalah tadi," tutur Untung.

Untung mengaku belum mengetahui penyebab dari kecelakaan tersebut. Ia masih menunggu hasil penyelidikan. Dia juga menegaskan bahwa seluruh prosedur sudah dilakukan.

"Seluruh prosedur mulai dari tahap pelaksanaan, latihan kering di chamber, di darat, sudah dilaksanakan semua. Semua prosedur sudah kita laksanakan, termasuk kita latihan penyelamatan. Begitu persiapan beres, lalu diadakan latihan basah. KRI Cakra sengaja menyelam dan duduk di perairan Situbondo. Satu persatu diselamatkan dari conning tower kapal selam. Hari pertama sukses," paparnya.

Saat ini kedua jenazah korban sudah dievakuasi ke rumah duka masing-masing. Belum diketahui kapan kedua jenazah akan disemayamkan.

Sumber : Detik

 Dua Perwira TNI AL di Simulasi Cakra

Mayor Laut (T) Eko Idang Prabowo Liting (46), warga Jl Brigjen Katamso IV Blok C- 9, Waru, Sidoarjo, dan Kolonel Laut (P) Jefri Sangel Liting (35), warga Jl Pulau Dewata Kavling D1 No 7, Kelapa Gading, Jakarta, dikabarkan tewas .

Keduanya diduga mengalami de kompresi Tipe I, saat latihan evakuasi penenggelaman awak kapal selam KRI Cakra 401 yang disimulasikan karam di perairan Situbondo, Sabtu (07/07) pagi tadi.

Belum diperoleh konfirmasi resmi dari pihak Koarmatim TNI AL terkait insiden tersebut. Informasin yang diperoleh keduanya mengalami kecelakaan di laut ketika proses penyelamatan berlangsung sekitar dua jam.

Namun, secara tiba-tiba, dua penyelam tersebut terlambat muncul ke permukaan.

Insiden itu berawal dari lepasnya tabung oksigen dan menelan banyak air. Mulut mengeluarkan busa, dan harus segera diberi nafas buatan.

Parahnya, hidung dan kedua telinga mereka juga mengeluarkan darah.

Kedua penyelam tersebut langsung dievakuasi ke kapal penyelamatan, Kapal Ponton Lumba-Lumba, sekitara pukul 11.00 WIB. Sementara simulasi penyelamatan KRI Cakra 401, langsung dihentikan.

“Karena terlalu lama di dalam air, serta oksigen yang dikenakan lepas, mereka sempat menelan air laut,” terang seorang penyelam singkat.

Karena tidak sadarkan diri, kedua penyelam tersebut di masukkan ke dalam sebuah alat bernama chamber, untuk menetralisir suhu badan mereka.

Namun, hingga satu jam berada di dalam alat berbentuk tabung raksasa tersebut, keduanya masih tidak sadarkan diri.

“Mereka akan dikeluarkan, kalau sudah siuman. Selama masih dalam keadaan pingsan, mereka masih tetap berada di dalam,” kata dia lagi.

Beredar kabar menyebut kedua anggota TNI AL itu meninggal dunia sekitar pukul 13.30 WIB.

Tidak satupun perwira laut yang berada di lokasi kejadian, bisa dimintai keterangan.

Sebelumnya, TNI-AL menggelar penyelamatan kapal Selam KRI Cakra 401 yang tenggelam di Perairan Pasir Putih.

Kegiatan ini merupakan pelatihan perdana oleh kesatuan TNI AL Indonesia.@panji

Sumber. : Lensa Indonesia

 Komandan Satuan Kapal Selam Meninggal dalam Latihan

Komandan Satuan Kapal Selam Armatim, Kolonel Laut (P) Jeffry Stanley Sanggel, yang meninggal dunia dalam kecelakaan saat latihan dengan kapal selam KRI Cakra 401 di Pasir Putih, Situbondo, akan disemayamkan di Kelapa Gading, Jakarta.

Sementara, Mayor Laut (T) Eko Idang Prabowo akan dimakamkan hari Minggu (8/7/2012) ini di Jakarta.

Penyebab meninggalnya kedua perwira kapal selam ini masih diselidiki. Peristiwa terjadi sekitar pukul 11.00 WIB. Saat itu Jeffry dan Eko dan empat personel lain berperan sebagai anak buah kapal yang terjebak di dalam kapal selam.

Skenario latihan, mereka harus dievakuasi. Rupanya terjadi kecelakaan, sehingga keduanya naik dalam kondisi darurat, diduga terjadi gas embolism.

"Masih diselidiki di RSAL, belum ada hasilnya," kata Kepala Dinas Penerangan Armatim Letkol Laut (P) Yayan Sugiana.

Jeffry Sanggel akan disemayamkan di Jalan Pulau Dewata Kav D1 Nomor 7, Kelapa Gading, Jakarta. Sementara Eko Idang Prabowo di Jalan Brigjen Katamso IV Blok J Nomor 90, Waru, Sidoarjo.

Pekan lalu, saat dihubungi, Jeffry menceritakan kalau latihan KRI Cakra 401 pada tanggal 7 dan 8 Juli itu terkait penyelamatan kapal selam. Beberapa rangkaian latihan telah dilakukan di Armatim.

Jenis latihan ini adalah yang pertama kali dilakukan oleh TNI AL sejak memiliki kapal selam. Menurut rencana, latihan yang dilaksanakan diantaranya prosedur pencarian kapal selam yang mengalami kedaruratan atau Distress Submarine Communication Exercise (Dissub Comex), Air Joining Procedure (AJP) yang dilaksanakan oleh Pesud Cassa TNI AL dengan KRI Diponegoro dan KRI Pulau Rupat, serta latihan Petunjuk Pelaksanaan SAR kapal selam Publication Exercise (PUBEX).

Selanjutnya melaksanakan latihan indikasi kapal selam sedang mengalami kedaruratan Distress Submarine Indication Exercise (Dissub Index), yaitu dengan menyalakan lampu puncak dan lampu pengenal, menembakkan lampu suar (pyrotechnic) berupa asap warna hijau, membuang oli dari dalam kapal (lensen) dan melaksanakan hull tapping serta membuang sampah lewat (TPS).

Sumber. : Kompas

 Armatim: Simulasi Kapal Selam di Situbondo Lewati Persiapan Panjang

Sidoarjo - Simulasi penyelamatan Kapal Selam KRI Cakra 401 di Perairan Pasir Putih -- yang menewaskan dua prajurit -- telah menempuh persiapan cukup lama. Armatim menegaskan bahwa simulasi yang digelar Sabtu (7/7/2012) lalu itu merupakan waktu yang tepat.

"Simulasi ini (penyelamatan kapal selam) memang sudah diagendakan. Para prajurit sebelumnya telah melalui persiapan yang lumayan panjang," kata Kadispen Armatim Letkol Yayan Sugiana usai menghadiri pemakaman Mayor Laut (T) Eko Idang Prabowo di pemakaman khusus warga TNI Angkatan Laut wilayah timur, Juanda, Sidoarjo, Minggu (8/7/2012).

Kabar yang berhembus, tentara angkatan laut luar negeri pun belum tentu berani melangsungkan simulasi penyelamatan kapal selam semacam ini. Lalu mengapa Komando Armada Timur (Koarmatim) TNI AL berani menggelar simulasi tersebut?

"Usaha ini justru untuk menemukan sikap profesionalisme prajurit. Yaitu satu-satunya dengan cara berlatih. Yang namanya prajurit harus tetap berlatih," jawabnya.

Menjelang hari simulasi, lanjut Yayan, para prajurit dan seluruh anggota TNI AL yang terlibat juga terus-menerus dilatih keterampilan. Termasuk keterampilan selam.

"Latihan sudah berkali-kali dilaksanakan, termasuk keterampilan selam. Salah satunya, latihan diving di dalam tangki selam milik Dislambair," jelas Yayan.

Namun, adanya kecelakaan yang menimpa Mayor Laut (T) Eko Idang Prabowo dan Kolonel Laut (P) Jeffri hingga tewas di luar prediksi. Yayan berharap semoga keluarga yang ditinggalkan tabah.

Diberitakan sebelumnya, simulasi penyelamatan Kapal Selam KRI Cakra 401 mengalami gangguan. Akibatnya, dua orang perwira tewas. Mayor Laut (T) Eko Idang Prabowo dan Kolonel Laut (P) Jeffri mengalami pendarahan pada hidung dan telinga saat muncul ke permukaan laut.

Simulasi yang digelar pada Sabtu pagi hingga siang ini melibatkan banyak kru. Selain 1 unit Kapal Selam KRI Cakra 401, juga ada tiga unit kapal atas air, 2 tim Satuan Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair), 1 unit Kapal Ponton Lumba-Lumba, 1 tim Satuan Komando Pasukan Katak (Satkopaska), 2 tim kesehatan dari Lakesla dan RSAL dr Ramelan Surabaya serta Pesawat Cassa dan 1 unit Helikopter BO-105.

Mayor Laut (T) Eko Idang Prabowo dimakamkan di pemakaman khusus warga TNI Angkatan Laut wilayah timur, Juanda. Tepatnya di Desa Gebang, Kecamatan Sedati, Sidoarjo.

Sumber : Detik

 Gugur Saat Latihan Kapal Selam, Mayor Laut Eko Idang Dinaikkan Pangkatnya
 
Sidoarjo - Untuk menghormati dan menghargai jasa almarhum Mayor Laut (T) Eko Idang Prabowo, Komando Armada Timur (Koarmatim) TNI AL memberikan kenaikan pangkat satu tingkat. Pangkat perwira yang meninggal dalam simulasi Kapal Selam KRI Cakra 401 ini menjadi Letkol Laut (T) Anumerta.

Hal ini disampaikan Kepala Staf Koarmatim TNI AL Laksamana Pertama Darwanto usai menghadiri pemakaman Mayor Laut (T) Eko Idang Prabowo di pemakaman warga TNI Angkatan Laut Wilayah Timur Juanda, Sidoarjo, Minggu (8/7/2012).

Menurut Darwanto, kenaikan pangkat sebagai penghargaan dari pemerintah sudah sepantasnya diterima almarhum.

"Almarhum dinaikkan pangkat satu tingkat dari Mayor menjadi Letkol Laut Teknik Anumerta. Kenaikan pangkat ini merupakan penghargaan dari pemerintah," kata jelasnya.

Ia menjelaskan, almarhum Mayor Laut (T) Eko Idang Prabowo merupakan salah satu anggota TNI AL yang berprestasi. Pada Februari 2012 kemarin, pria kelahiran tahun 1978 ini berhasil menunaikan tugasnya selama 6 bulan berlayar ke Korea.

Saat ditanya soal perkembangan penyelidikan terhadap penyebab kecelakaan yang menimpa Mayor Laut (T) Eko Idang Prabowo dan Kolonel Laut (P) Jeffri, Darwanto enggan berkomentar karena harus menunggu hasil penyelidikan di lapangan.

Dua perwira TNI AL gugur dalam simulasi penyelamatan kapal selam KRI Cakra 401 di Perairan Pasir Putih, Situbondo Jawa Timur, Sabtu (7/7/2012) kemarin. Mereka adalah Mayor Laut (T) Eko Idang Prabowo dan Kolonel Laut (P) Jeffri. Keduanya mengalami pendarahan dari hidung dan telinga serta mulut yang berbusa.

Sumber : Detik
RIP

C-295, NC-295, atau CN-295?

C-295
Sejak awal kemerdekaan hingga 1977, Skadron 2 di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta menggunakan pesawat C-47 Skytrain Dakota. Pesawat ini merupakan pesawat angkut militer taktis, pengembangan dari pesawat angkut sipil Douglas DC-3 yang terkenal itu.

Begitu suksesnya desain dari pesawat ini, pabriknya telah membuat tidak kurang dari 10.000 pesawat yang tersebar ke seantero jagat ini. Pada 1977 pesawat Dakota diganti secara bertahap dengan pesawat Fokker F-27, dan tidak lama setelah itu secara berangsur pula diganti dengan pesawat buatan PTDI dan Spanyol,CN-235. Skadron 2 adalah sebuah skadron angkut militer taktis pertama yang menjalankan tugas terbang ke hampir seluruh pelosok Indonesia, mulai dari Sabang hingga Merauke.

Dulu Skadron 2 merupakan unsur angkut militer taktis yang berada di bawah Komando Paduan Tempur Angkatan Udara (Kopatdara) yangkinitelahberubah menjadi Koopsau 1.Skadron ini melaksanakan tugas atau misi penerbangan angkut militer mencakup tugas-tugas transportasi personel dan logistik berjadwal. Di samping itu juga melakukan tugas penerjunan pasukan tempur statik dan terjun bebas, misi pengintaian, dan pemotretan udara.

Sebagai alat utama sistem senjata bidang light/medium military transport jarak pendek, skadron ini berperan sebagai tempat menggodok para penerbang angkut lulusan sekolah penerbang sebelum mereka akan bertugas ke Skadron VIP dan ke Skadron Angkut Linud Berat C-130 Hercules. Skadron 2 memang sebuah skadron awal bagi pembinaan military transport pilot dalam konteks menuju “combat readiness” dari primary unit unsur angkut militer Angkatan Udara.

Dakota, F-27, dan CN-235 adalah pesawat yang sangat tepat untuk mengantar keterampilan penerbang transportasi militer selepas mereka menyelesaikan sekolah terbang dasar. Lompatan dari pesawat latih di sekolah penerbang ke pesawat operasional menjadi jenjang yang sangat ideal bagi pembinaan military transport pilot di Skadron 2 ini. Jenjang, sebelum mereka menerbangkan pesawat yang lebih besar, lebih modern dan lebih canggih dari aspek operasi militernya.

 Jahit dan Obras?

Kini tersiar kabar tentang akan digantikannya pesawat F- 27 dengan pesawat terbang EADS CASA C-295 buatan Airbus Military, Spanyol.Konon, upaya ini dilakukan dalam rangka membangun kembali kemampuan dari PTDI yang sudah cukup lama telantar alias membeku. C-295 buatan Spanyol ini pertama kali terbang pada November 1997 dan baru dapat diperkenalkan ke pasar dunia pada 2001.

Pengguna pertama tentu saja Angkatan Udara Spanyol, kemudian Brasil, Polandia, dan Portugis. Secara keseluruhan, pesawat ini baru dibuat sebanyak 86 buah.Walaupun pesawat C-295 merupakan pengembangan dari pesawat CN-235, PTDI sama sekali tidak terlibat dalam proses pembuatannya sejak awal. Sangat berbeda dengan proses pembuatan CN-235 yang IPTN waktu itu sudah duduk dan bekerja sejak proses desain awalnya.

Belakangan ini sudah mulai menjadi rancu karena beberapa waktu lalu tiba-tiba muncul pesawat terbang dengan tulisan NC-295, tidak lama kemudian muncul lagi pesawat yang sama dengan tulisan besar berujud sebagai CN- 295. Nah,mengenai hal ini, mari kita coba membuat persoalan menjadi jernih dan tidak membingungkan. Konon, dahulu ada sebuah nomenklatur yang dianut oleh pabrik pesawat terbang IPTN yang kini bernama PTDI itu.

Patokannya, bila menggunakan nama NC-XXX, ini berarti bahwa pesawat tersebut adalah keluaran PTDI yang bukan didesain PTDI, tetapi hanya “dijahit” dan “diobras” oleh PTDI. Contohnya pesawat NC-212 yang diproduksi pada 1970-an, berikutnya CN-XXX.Ini berarti bahwa pesawat itu keluaran IPTN/ PTDI yang didesain, dites, dan diproduksi oleh Indonesia (Nurtanio) dan Spanyol (Casa) contohnya CN-235.

Selanjutnya pesawat dengan kode NXXX adalah pesawat yang di desain, dites, dan diproduksi oleh PTDI contohnya “almarhum” N-250 dan ren-cana regional jetN-2130. Bila kita melihat dalam buku Jane’s all the World Aircraft—salah satu referensi kredibel dari daftar produksi pesawat terbang dunia, kita tidak akan pernah menemukan di dalamnya mengenai pesawat CN-295 dan atau NC-295.

Masalahnya sederhana, yaitu memang kedua pesawat terbang tersebut sebenarnya tidak pernah ada. Yang ada adalah C-295, sebuah pesawat produksi “murni”Spanyol. Jadi nanti bila kita bekerja sama dengan Airbus Military untuk memproduksi pesawat C-295, sebenarnya kita kembali ke tahun 1970-an, yaitu dalam proses memproduksi NC-212. Sesuai nomenklatur, sebutannya tidak bisa lain, selain NC-295.

Kita menjadi agak sulit untuk memaksakan pesawat tersebut menjadi CN- 295 karena memang kita tidak memiliki bagian dari hak ciptanya. Sama sekali tidak ada keterlibatan kita dari sejak desain awal dan proses produksi lanjutannya. Kita tidak bisa menghindar dari status yang hanya akan melakukan kegiatan “jahit” dan “obras”belaka.

 Pilihan

Apa pun yang terjadi,upaya ini pun patut dihargai sebagai perhatian yang cukup serius terhadap “pembangunan kembali” industri pertahanan strategis ini. Konon, bila kita sudah sukses “menjahit”dan “obras” sebanyak lebih kurang 10 pesawat sekaligus “membelinya”, kita akan diberikan kepercayaan sebagai pabrik tunggal penghasil “C-295” untuk kawasan Asia-Pasifik.

Sayangnya, untuk bisa menghasilkan pesawat C-295 itu, kita harus mengimpor terlebih dahulu peralatan- peralatan canggih pembuat C-295 serta sumber daya manusia (SDM) ahli yang harus mendampingi terlebih dahulu dari Spanyol ke Indonesia. Ini semua “cost” yang tidak sedikit, untuk menghindar menggunakan istilah “sangat mahal” dan yang paling menyedihkan adalah produk tersebut belum tentu “laku” dijual.

Ini mengacu pada realita bahwa sampai detik ini tidak ada satu pun negara di Asia- Pasifik yang telah dan akan membeli C-295. Dengan memproduksi (“jahit” dan “obras” saja) C-295, langkah ini akan membunuh PTDI dalam membuat sendiri CN-235 yang sudah terbukti kemampuannya. Pertanyaan yang kemudian muncul,mengapa kita tidak memilih memproduksi kembali CN-235 saja?

Bicara tentang kemampuan, bukanlah masalah yang perlu dipertanyakan lagi, demikian pula dengan SDM berpengalaman dan peralatan yang memang sudah terpasang diBandung.Fakta berbicara,pesawat jenis ini sudah digunakan oleh kita sendiri dan banyak negara lain di sekitar kawasan sendiri seperti Malaysia,Korea Selatan,Filipina,Thailand,Uni Emirat Arab, Pakistan, Kamboja, Brunei, dan lain-lain.

Ke depan negara-negara tersebut tidak mustahil berniat untuk menambah armadanya, minimal masih akan memerlukan komponen dan spare parts dari CN-235. Dengan memproduksi lebih banyak lagi CN-235, tidak bisa dihindari kualitas dan keterampilan PTDI sebagai manufaktur akan berkembang dengan pesat. Beriringan dengan itu, lompatan para teknisi dan terutama para military transport pilot, pemula atau freshman pilot dari sekolah penerbang ke jenjang military operational mission menuju “combat readiness” dengan CN-235 ke jenjang yang lebih tinggi lagi akan dapat dipertahankan dalam pola yang standar.

Tidak terganggu dengan kelas C-295 yang serbatanggung dalam jajaran gugus angkut udara militer di Angkatan Udara Republik Indonesia.CN- 295 tidak masuk kelas angkut ringan, tetapi belum dapat mengemban misi lintas udara angkut berat seperti yang sekarang diperankan oleh Hercules. Apabila C-295 yang merupakan produk dari Airbus Military itu jadi dikerjakan di Bandung, dikhawatirkan akan beredar selorohan baru bagi PTDI, yaitu akan berubah nama menjadi PDAM alias Perwakilan Dagang Airbus Military.

Namun, semua itu pilihan. Tetapi seyogianya pilihan yang paling ideal adalah pilihan yang mengacu pada “our national interest”, pilihan kepada apa yang kita inginkan, kita miliki, dan apa yang kita mampu. Theodore Roosevelt mengatakan: ”Do what you can,with what you have,where you are.“ 


CHAPPY HAKIM 
Pencinta Penerbangan
Sumber: Seputar Indonesia

Kapal Selam Tenggelam, Perwira AL Terjebak

 Sejumlah satuan dari Armatim diturunkan untuk memberi pertolongan.

Kapal Selam KRI Cakra bernomor lambung 401 tenggelam di Perairan Pasir Putih Situbondo, Jawa Timur, sekitar pukul 09.30 WIB, hari ini Sabtu, 7 Juli 2012. Sejumlah pejabat tinggi TNI-AL dan ABK dikabarkan terperangkap di dalamnya.

Untuk melakukan pertolongan sejumlah satuan TNI-AL dari Armada Timur diterjunkan. Di antaranya: satu kapal selam, 3 kapal atas air, 2 tim dari Satuan Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair), 1 unit Ponton Lumba-Lumba, 1 tim Satuan Komando Pasukan Katak (Satkopaska) dan 2 tim kesehatan dari Lakesla dan RSAL dr. Ramelan Surabaya, dan pesawat Cassa serta 1 helokopter BO-105.

Sebelumnya, kapal selam mengalami keadaan darurat sehingga tidak dapat mumbul ke permukaan dan perlu dilakukan operasi penyelamatan.

"Saat itu kapal-kapal yang ada di sekitar lokasi kejadian mendekat, melakukan pencarian. Dengan metode penyapuan daerah sekitar tempat kejadian," kata Kadispen Armatim Letkol Laut (KH) Yayan Sugiana, Sabtu, 7 Juli 2012.

Setelah posisi tenggelamnya kapal selam diketahui dengan pasti, sejumlah penyelam dari Dislambair menyebar melakukan tugas penyelamatan.

"Penyelamatan dilakukan selain kepada personel kapal selam yang tenggelam, juga material kapal yang masih dapat diselamatkan," ucapnya.

Namun, jangan kaget dulu, ini ternyata hanyalah simulasi operasi penyelamatan yang digelar Armada Timur TNI AL. Selain melacak lokasi kapal selam, simulasi juga dilakukan untuk lakukan evakuasi korban yang terjebak di kapal selam.
Sumber : Vivanews

Imparsial Pertanyakan Urgensi Pembelian Tank Leopard

RENCANA pembelian 100 Main Battle Tank (MBT) Leopard oleh Kementerian Pertahanan (Kemhan) kembali menuai kritik. Imparsial menilai rencana itu tidak tepat. Pembelian MBT dinilai tak memiliki urgensi yang signifikan.

"Sudah banyak penilaian dari berbagai kalangan baik itu, DPR, purnawirawan TNI, pengamat militer serta kelompok sipil yang menilai pembelian tank Leopard tidak urgen dan banyak kendala operasional yang harus dihadapi jika nanti digunakan di Indonesia, baik itu kendala geografis, kendala infrastruktur dan doktrin serta komponen pendukung lainnya yang belum siap," kata Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti di Jakarta, Kamis (5/7).

Poengky pun menilai, di tengah terbatasnya anggaran negara dan fakta krisis ekonomi global DPR harus lebih cermat dalam pengalokasian anggaran untuk pertahanan. "Membuat skala prioritas yang bertahap dan berjenjang dalam modernisasi alutsista menjadi keharusan," katanya.

Ia berharap, pembelian alutsista benar-benar didasarkan atas kebutuhan obyektif pertahanan. "Transparansi dan akuntabilitas di sektor pertahanan juga belum baik dan masih patut dipertanyakan," katanya. Untuk memerkuat kaveleri TNI, pemerintah lebih sebaik memenuhinya dengan pengadaan tank jenis medium dan light tank.

Penambahan tank jenis medium dan ringan akan jauh lebih efektif dan bermanfaat ketimbang 100 MBT yang kemungkinan besar akan sulit dioperasikan di Indonesia. "Ini sejalan dengan keinginan industri pertahanan di dalam negeri yang juga akan mengembangkan pembuatan tank jenis medium dan ringan bekerja sama dengan negara lain," ucapnya.

 Daripada Beli Leopard, Lebih Baik Beli Matra Laut dan Udara

IMPARSIAL menilai, daripada membeli Main Battle Tank (MBT) jenis Leopard, Indonesia lebih baik membeli alat utama sistem senjata (alutsista) matra laut dan udara. Hal ini dinilai penting mengingat kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dan maritim.

Soal efek gentar dibalik pembelian Leopard, Direktur Program Imparsial Al Araf mengatakan, Tank Leopard tak akan memberi dampak besar. “Kalau kita punya kapal selam dan pasukan udara yang kuat, negara-negara lain baru akan gentar,”ujar Al Araf di Jakarta, Kamis (5/7)..

Penguatan matra laut dan udara, papar Al Araf, juga sesuai dengan program kerja sama Indonesia-Autralia dalam mengantisipasi kejahatan di laut, sepeti penyelundupan manusia. Selain itu, konflik Laut China Selatan yang juga akan berimbas besar bagi Indonesia harus diantasipasi dengan penguatan dua matra ini. “Konflik Laut China Selatan terjadi di laut. Seharusnya ini jadi perhatian utama untuk mendorong pembangunan pertahanan Angkatan Laut dan Angkatan Udara,”ucapnya.

Menurut dia, pembelian tank Leopard bukanlah prioritas dalam jangka menengah ini. Dia justru menyarankan agar TNI melengkapi diri dengan kapal selam, pesawat angkut, pesawat tempur, rudal anti tank, rudal jarak jauh, serta medium dan light tank. “Untuk light dan medium tank, kan bisa minta PT Pindad yang juga sedang mengembangkannya, sehingga juga bisa menggerakkan industri pertahanan nasional yang juga menjadi program pemerintah saat ini,”jelas Al Araf.
Sumber :  Jurnas

Laut Cina Selatan dan Indonesia

 China Banjiri Bantuan, Indonesia dalam Konflik Laut China Selatan Harus Netral

SEBAGAI upaya menandingi pengaruh Amerika Serikat di Indonesia, China membanjiri Indonesia dengan berbagai program bantuan. Menurut Country Manager-Indonesia IHS Jane’s Defense, Risk & Security, Alman Helvas Ali, Indonesia tidak boleh memihak pada salah satu negara tersebut.

"Indonesia harus jadi kekuatan penyeimbang di antara dua kekuatan besar yang kini tengah bersaing dikawasan Asia Pasifik itu," kata Alman Helvas Ali di jakarta, Jumat (6/7).

Menurutnya, banjir bantuan yang ditawarkan oleh China kepada Indonesia di bidang pertahanan merupakan bagian dari upaya negeri tirai bambu untuk menandingi pengaruh Amerika Serikat di Indonesia. Bagi Alman, pandangan China yang strategis terhadap Indonesia tidak hanya karena faktor posisi geografis Indonesia di kawasan Asia Tenggara. Peran Indonesia di ASEAN dan kawasan Asia Pasifik pun menjadi alasan China merangkul Indonesia, apalagi jika mengingat kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas-aktif.

"Dengan kondisi ini, China ingin menjadikan Indonesia sebagai security bumper terhadap Amerika Serikat. Konstruksi seperti ini harus dipahami betul oleh Indonesia, khususnya dalam menjalin kerja sama pertahanan dengan China," ujarnya.

Namun begitu, menurut Kepala Seksi Amerika Subdit Bilateral Kerja sama Internasional Kemhan RI Letkol Laut (KH) Abdul Rivai Ras menilai, Indonesia pun dapat mengambil keuntungan dari kondisi ini. "Indonesia dapat memainkan peran di kawasan untuk mewujudkan dynamic equilibrium melalui kerja sama yang pragmatis dan realistik," kata Rivai. 

Rivai memaparkan, Indonesia dapat mendorong kerja sama keamanan dalam konteks ASEAN-Cina (Defence Diplomacy on SCS), memanfaatkan keunggulan Cina melalui Defence Industry for Navy, mengembangkan model kerja sama keamanan maritim yang berbasis pada konsep MDA, penegakan hukum dan MCS, serta membangun forum interaksi pertukaran informasi dan studi maritim dan mengefektifkan Navy to Navy Talk. Indonesia pun dapat melakukan latihan bersama dalam bidang HADR (non traditional security cooperation).

 Konflik Laut China Selatan Dinilai Rusak Stabilitas Kawasan

COUNTRY Manager-Indonesia, IHS Jane’s Defense, Risk & Security Alman Helvas Ali menyatakan, perkembangan lingkungan strategis di Laut China Selatan dewasa ini cenderung kurang kondusif bagi penciptaan stabilitas kawasan. Hal itu didasari sikap China yang tak bisa kompromi yang direspon oleh negara lawan.

Menurut Alman, klaim China atas Laut Cina Selatan yang berdasarkan pada alasan sejarah merupakan suatu hal yang sulit diterima oleh negara-negara lain di kawasan.

"Asertivitas China atas klaimnya tersebut dapat dikatakan tidak mengenal kompromi dan memaksakannya kepada negara-negara lain di sekitar perairan itu. Bahkan dalam perkembangan terakhir China menolak adanya suatu CoC (Code of Conduct) yang mengikat secara hukum karena dianggap sebagai suatu perjanjian internasional yang mengkompromikan klaim negeri itu atas seluruh Laut China Selatan,"kata Alman Helvas Ali di Jakarta, Jumat (6/7).

Menurutnya, sikap China ini menimbulkan kontribusi negatif terhadap stabilitas kawasan dan memunculkan skeptisme banyak kalangan terhadap efektivitas CoC nantinya.

Selain itu, sikap China ini membuat Filipina dan Vietnam menjadi lebih keras baik dalam tingkat operasional maupun diplomatik. Kedua negara ini juga aktif mengundang peran pihak ketiga guna memperkuat posisinya, baik pada aspek pertahanan maupun ekonomi.

Dia mencontohkan, Amerika Serikat telah memberikan dua fregat buatan 1967 eks cutter US Coast Guard kepada Angkatan Laut Filipina lewat program Excess Defense Article (EDA). Pada 2 Juli 2012 Filipina juga menandatangani kerjasama pertahanan dengan Jepang yang difokuskan pada keamanan maritim.

Menurut Alman, peran Amerika Serikat ini merupakan bagian dari upaya untuk menghadang kebangkitan China. Kebijakan pertahanan Amerika Serikat yang diumumkan oleh Presiden Obama pada 5 Januari 2012 menetapkan bahwa negara itu akan segera meningkatkan kehadiran militernya di kawasan ini.

"Salah satu implementasinya adalah rencana penempatan 60 persen kekuatan Angkatan Laut Amerika Serikat di kawasan pada 2020 sebagaimana dinyatakan oleh Menteri Pertahanan Leon Panetta pada 2 Juni 2012 di Singapura dalam The Shangri-La Dialogue,"jelasnya.

Selain itu, India juga ikut meningkatkan kehadirannya di kawasan Laut China Selatan baik secara militer maupun secara ekonomi. India setiap tahunnya secara rutin menyebarkan flotila Angkatan Laut ke perairan itu untuk melakukan kunjungan muhibah dan latihan bersama dengan Angkatan Laut di sekitar Laut China Selatan dan Asia Timur.

Alman mencontohkan, Angkatan Laut India bersama dengan Angkatan Laut Amerika Serikat setiap tahun menggelar Latihan Malabar di sekitar Laut Filipina yang berbatasan dengan Laut China Selatan.

Alman pun menilai, adanya perbedaan kepentingan daribeberapa negara ASEAN dalam merespon konflik Laut China Selatan membuat organisasi kawasan ini sulit untuk menyatukan sikap. "ASEAN terbelah sikap tentang apakah harus bersikap kooperatif atau konfrontatif menghadapi asertivitas China di Laut Cina Selatan,"ujarnya.

Menurutnya, ketidaksolidan ASEAN secara tidak langsung menjadi pintu masuk bagi aktor non ASEAN untuk masuk guna menyisipkan agenda kepentingan nasionalnya masing-masing.

 Pengamat: Klaim China dapat Ganggu Kedaulatan Indonesia

COUNTRY Manager-Indonesia, IHS Jane’s Defense, Risk & Security Alman Helvas Ali menyatakan, kerja sama pertahanan Indonesia-China dapat dinilai sebagai kerja sama pertahanan yang sangat signifikan bagi kepentingan Indonesia dibandingkan kerja sama serupa dengan negara-negara lain.

Namun begitu, klaim sepihak China mengganggu kedaulatan Indonesia. Indonesia pun memiliki kepentingan terhadap sengketa di Laut China Selatan.

Menurut Alman, Indonesia yang tidak turut mengklaim wilayah di perairan Laut China mulai terganggu oleh klaim sepihak China pada 1993 ketika menerbitkan peta unilateral Laut China Selatan. Peta berupa sembilan garis putus-putus di Laut China Selatan atau yang dikenal dengan Nine Dotes Lines, U Shape Lines atau Nine-Dash Line, mencaplok pula Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di utara Kepulauan Natuna.

"Padahal di wilayah perairan ZEE Indonesia itu ada kandungan gas yang kini dieksploitasi oleh Indonesia bersama dengan kontraktor beberapa negara maju,"kata Alman di Jakarta, Jumat (6/7).

Alman memaparkan kepentingan Indonesia terhadap sengketa Laut China Selatan mencakup atas keutuhan wilayah, stabilitas kawasan dan ekonomi.

Kepentingan atas keutuhan wilayah terkait dengan batas klaim China atas wilayah Laut China Selatan yang tidak dapat didefinisikan, sehingga dikhawatirkan akan menyentuh wilayah perairan teritorial Indonesia di Laut Natuna. "Menyangkut stabilitas kawasan, sengketa di perairan itu bila tidak dapat ditangani dengan baik akan berdampak terhadap stabilitas keamanan Indonesia dan kawasan,"ucap Alman.

Adapun kepentingan ekonomi Indonesia menyangkut hak berdaulat atas sumberdaya alam di ZEE Indonesia di Laut China Selatan, baik dari aspek energi maupun perikanan.

Dia mengatakan, tiga kepentingan tersebut tidak dapat dikompromikan oleh Indonesia. "Sebagian dari kepentingan Indonesia itu tergolong sebagai shared interest bersama negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik, khususnya kepentingan terhadap stabilitas kawasan,"ujarnya.

Bagi Alman, shared interest itu bukan saja telah menjadi kesadaran bersama bagi negara-negara kawasan, tetapi telah diimplementasi dalam berbagai bentuk khususnya pada ranah diplomatik. Dia mencontohkan, ASEAN bersama China untuk membahas Code of Conduct (CoC) di Laut Cina Selatan dan pertemuan rutin kawasan seperti AMM, ARF, ADMM dan lain sebagainya yang juga menjadikan isu Laut China Selatan sebagai bagian dari topik pembicaraan bersama.

Sumber : Jurnas

☆ Dr. Johannes Leimena

 Pahlawan Nasional

Foto: Dr Leimena di Kemayoran Jakarta, pada akhir tahun 1947 menyambut kedatangan Horace Merle Cochran dari Amerika Serikat, Cochran selaku ketua Komisi Tiga Negara (KTN). KTN dibentuk dalam rangka perundingan Indonesia-Belanda 1947-1948 (Renville dan Kalurang)

Dr. Johannes Leimena (lahir di Ambon, Maluku, 6 Maret 1905 – meninggal di Jakarta, 29 Maret 1977 pada umur 72 tahun). Dirinya, adalah salah satu pahlawan Indonesia. Ia merupakan tokoh politik yang paling sering menjabat sebagai menteri dalam kabinet Republik Indonesia dan satu-satunya Menteri Indonesia yang menjabat sebagai Menteri selama 21 tahun berturut-turut tanpa terputus.

Leimena masuk ke dalam 18 kabinet yang berbeda, sejak Kabinet Sjahrir II (1946) sampai Kabinet Dwikora II (1966), baik sebagai Menteri Kesehatan, Wakil Perdana Menteri, Wakil Menteri Pertama maupun Menteri Sosial. Selain itu Leimena juga menyandang pangkat Laksamana Madya (Tituler) di TNI-AL ketika ia menjadi anggota dari KOTI (Komando Operasi Tertinggi) dalam rangka Trikora.

Pada tahun 1914, Leimena hijrah ke Batavia (Jakarta) dimana ia meneruskan studinya di ELS (Europeesch Lagere School), namun hanya untuk beberapa bulan saja lalu pindah ke sekolah menengah Paul Krugerschool (kini PSKD Kwitang). Dari sini ia melanjutkan pendidikannya ke MULO Kristen, kemudian melanjutkan pendidikan kedokterannya STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Artsen), Batavia.

Keprihatinan Leimena atas kurangnya kepedulian sosial umat Kristen terhadap nasib bangsa, merupakan hal utama yang mendorong niatnya untuk aktif pada "Gerakan Oikumene". Pada tahun 1926, Leimena ditugaskan untuk mempersiapkan Konferensi Pemuda Kristen di Bandung. Konferensi ini adalah perwujudan pertama Organisasi Oikumene di kalangan pemuda Kristen. Setelah lulus studi kedokteran, Leimena terus mengikuti perkembangan CSV yang didirikannya saat ia duduk pada tahun ke 4 di bangku kuliah. CSV merupakan cikal bakal berdirinya GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) tahun 1950. Ia juga dikenal sebagai salah satu pendiri Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).

Dengan keaktifannya di Jong Ambon, ia ikut mempersiapkan Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928, yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Perhatian Leimena pada pergerakan nasional kebangsaan semakin berkembang sejak saat itu. Karena adanya perubahan sistim pendidikan kedokteran di Hindia Belanda pada tahun 1927 yaitu STOVIA ditutup dan didirikan GHS (Geneeskunde Hogeschool atau Sekolah Tinggi Kedokteran), maka setelah menempuh setengah pendidikan kedokterannya di STOVIA, ia sempat melanjutkan pendidikan sebagai dokter di GHS itu di Jakarta yang diselesaikannya pada tahun 1930.

Leimena mulai bekerja sebagai dokter sejak tahun 1930 . Pertama kali diangkat sebagai dokter pemerintah di "CBZ Batavia" (kini RS Cipto Mangunkusumo). Tak lama ia dipindahtugaskan di Karesidenan Kedu saat Gunung Merapi meletus. Setelah itu dipindahkan ke Rumah Sakit Zending Immanuel Bandung. Di rumah sakit ini ia bertugas dari tahun 1931 sampai 1941. Dizaman Jepang dan Revolusi (1942-1945) bertugas di Rumah Sakit Tanggerang. Pada tahun 1945, Partai Kristen Indonesia (Parkindo) terbentuk dan pada tahun 1950, ia terpilih sebagai ketua umum dan memegang jabatan ini hingga tahun 1957.

Selain di Parkindo, Leimena juga berperan dalam pembentukan DGI (Dewan Gereja-gereja di Indonesia, kini PGI), juga pada tahun 1950. Di lembaga ini Leimena terpilih sebagai wakil ketua yang membidangi komisi gereja dan negara. Ketika Orde Baru berkuasa, Leimena mengundurkan diri dari tugasnya sebagai menteri, namun ia masih dipercaya Presiden Soeharto sebagai anggota DPA (Dewan Pertimbangan Agung) hingga tahun 1973.

Usai aktif di DPA, ia kembali melibatkan diri di lembaga-lembaga Kristen yang pernah ikut dibesarkannya seperti Parkindo, DGI, UKI, STT, dan lain-lain. Ketika Parkindo berfusi dalam PDI (Partai Demokrasi Indonesia, kini PDI-P), Leimena diangkat menjadi anggota DEPERPU (Dewan Pertimbangan Pusat) PDI, dan pernah pula menjabat Direktur Rumah Sakit DGI Cikini. Pada tanggal 29 Maret 1977, J. Leimena meninggal dunia di Jakarta. Sebagai penghargaan kepada jasa-jasanya, pemerintah Indonesia melalui Keputusan Presiden No 52 TK/2010 pada tahun 2010 memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Dr. Leimena.
(Sumber Wikipedia)

Soekarno hingga Tank Leopard Belanda

Berurusan dengan negeri kincir angin Belanda benar-benar susah. Parlemen Belanda terus menghalangi rencana pembelian tank Leopard 2A6 oleh Indonesia. Menurut mereka, Indonesia banyak melakukan pelanggaran HAM dan khawatir tank itu digunakan untuk mengusir demonstran. Belanda lupa, bahwa merekalah yang melakukan pelanggarann HAM ke penduduk Indonesia selama 350 tahun, di masa penjajahan silam.

Negara penjajah biasanya menginginkan eks-jajahannya maju, karena merasa bersalah atau berhutang moral. Hal ini terlihat dengan cara Inggris membantu negara-negara eks-jajahannya yang terkumpul dalam negara Persemakmuran. Demikian pula dengan Perancis terhadap negara bekas jajahannya: Maroko, Aljazair, Mauritania, Mali, Senegal,Pantai Gading, Burkina Faso, Chad, Gabon dan Madagaskar.

Kita ambil contoh Maroko. Hubungan Maroko dengan Perancis sangat erat. Lebih dari 1 juta penduduk Maroko diterima oleh Perancis untuk bekerja atau tinggal di negara Jeanne d’Arc ini. Hubungan yang sangat erat itu membuat Perancis menjadi mitra ekonomi utama bagi Maroko. Tidak heran, ketika Francois Hollande terpilih sebagai Presiden baru Perancis, rakyat Maroko ikut menyambutnya dengan sukacita.

Bagaimana dengan Belanda dan negara eks-jajahannya Indonesia ?. 

Presiden Soekarno pernah kesal ke Belanda. Kerajaan Belanda dituding berada di balik pembentukan Republik Maluku Selatan (RMS) yang diproklamirkan Chris Soumokil, 25 April 1950. Belanda juga diprotes oleh Soekarno karena menampung sekitar 12.000 lebih warga Maluku yang mengungsi ke negara itu, pasca pemberantasan separatis RMS.

Sementara saat Orde Baru, Presiden Soeharto tersinggung saat Menteri Kerjasama Pembangunan Belanda Jan Pronk mengkritik Indonesia terkait insiden Dili, November 1991. Soeharto memutuskan tidak lagi menerima bantuan dari Inter Governmental Group on Indonesia (IGGI), yang diketuai Belanda. Bukan hanya menolak bantuan IGGI, Indonesia juga menghentikan semua program beasiswa antar kedua negara.

Bukan hanya Presiden Soekarno dan Soeharto yang pernah sakit hati ke pemerintah Belanda. Presiden SBY juga pernah membatalkan kunjungannya ke Belanda, karena di saat rencana kedatangannya ke Den Haag, akan digelar tuntutan RMS ke Pengadilan di Den Haag.

Di masa Pemerintahan SBY pula, Indonesia diombang-ambingkan dengan pembelian Light Frigate Sigma 10514 karena tidak adanya kejelasan proses alih teknologi dari Belanda. Bahkan Kementerian Pertahanan dan Mabes TNI harus menemui Duta Besar Belanda di Indonesia, untuk menanyakan keseriusan pihak Belanda.

Tindakan yang sama juga dilakukan Belanda terhadap rencana Indonesia untuk membeli 100 tank Leopard 2A6. Pemerintah Belanda tidak juga mengambil keputusan. Parlemen Belanda tidak menyetujui dengan alasan HAM yang buruk di Indonesia.

Mereka lupa, bahwa kakek dan nenek merekalah yang banyak sekali melakukan pelanggaran HAM berat di Indonesia.

Mengapa susah sekali berurusan dengan negara Belanda ?. Kayaknya mereka terkena Syndrome Complex. Bagaimana bisa ? Jika kita jalan jalan ke Den Haag, kita akah melihat gedung gedung besar di kota itu diberi nama dengan tulisan besar: Sumatera, Jawa, Borneo, Sulawesi dan sebagainya. Begitu pula dengan nama-nama jalannya. Kita akan menemui nama jalan: Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan sebagainya.

Keberadaan Indonesia mereka abadikan di berbagai landmark dan infrastruktur kota. Bahkan event musik besar di Den Haag tidak lepas dari atribut Indonesia yakni Java Jazz Festival yang biasa digelar di Novotel Den Haag.

Bagaimana perlakuan mereka terhadap penduduk Indonesia ?.

Di suatu sore, bertemulah saya dengan pria asal Indonesia berusia 74 tahun di Den Haag Belanda. Pada awal tahun 1960-an, pria dari Indonesia Timur ini memutuskan pergi ke Belanda dan menjadi warga negara setempat. Menurutnya, warga Indonesia yang lahir sebelum tahun 1949 dianggap warga negara Belanda, sehingga tidak sulit untuk mendapatkan kewarganegaraan.

Dia pun menikah dengan orang Belanda dan memiliki 4 anak. Anaknya tersebar entah kemana, mengurus keluarga masing-masing. Sementara pria yang telah bekerja selama 40 tahun ini, tinggal bersama isterinya di rumah susun kecil yang disewa per tahun. Uang pensiun hanya bisa membayar sewa rumah. Sementara untuk biaya hidup, ia harus menjadi sopir di usianya yang sudah senja. “Kalau tahu begini lebih baik saya tinggal di Indonesia. Tanah orangtua saya luas di sana. Tapi saya sudah tua”, ujarnya menutup pembicaraan.

Awal tahun 1960-an Belanda menerima banyak orang Indonesia. Tapi, setelah sampai di sana, tidak ada bedanya dengan di Indonesia, bahkan bisa lebih buruk. Padahal mereka pergi ke Belanda dengan harapan mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Sekarang mari kita lihat sikap Belanda terhadap Negara Republik Indonesia. Lebih parah lagi, hingga kini pemerintah Belanda tidak juga mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Belanda hanya menyatakan, menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia 27 Desember 1949, berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar. Sikap Belanda itu membuat luka psikologis bagi bangsa Indonesia yang pernah dijajah selama 350 tahun. Belum lagi, eksisnya gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) diakui oleh Belanda dan seringkali dimanfaatkan pihak tertentu untuk mendiskreditkan Indonesia.

Untunglah Kementerian Pertahanan sadar dan menghentikan upaya pembelian Tank Leopard ke Belanda. Sebagai gantinya Indonesia membeli 100 lebih main battle tank Leopard 2A6 dari Jerman dengan nilai 280 juta USD. 15 unit pertama akan tiba bulan Oktober 2012 dan seterusnya datang bertahap 100 unit hingga Oktober 2014.

Jerman bukan hanya menawarkan tank Leopard 2A6, tapi juga transfer teknologi. “Mulai dari Oktober, akan mengalir pengiriman dan distribusi tank Leopard disertai transfer teknologi yang dilaksanakan oleh PT Pindad. Transfer teknologi bertujuan untuk kemandirian peremajaan dan peningkatan kapasitas tempur tank,” ujar Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin.

Leopard 2A6 yang dibeli Indonesia berupa tank yang telah diremajakan (refurbishment) dan dimodifikasi sesuai kebutuhan Indonesia, seperti yang dibeli Singapura. “Pembelian Leopard diputuskan dari Jerman, setelah proses pembelian dari Belanda dihentikan, karena tidak ada kepastian dari pemerintah Belanda,” ujar Sjafrie.

Belanda oh Belanda. Kok nggak kapok-kapoknya orang Indonesia berhubungan dengan anda.
(Jkgr)l
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...