Sabtu, 11 Mei 2013

Latgab 2013 : Sekerat Dibombardir, Ribuan Tentara Kuasai Bengalon

SANGATTA - Subuh, kemarin, Pantai Sekerat, Bengalon, Kutai Timur, lain dari biasanya. Suara tembakan tank amfibi membelah suasana pagi buta. Kendaraan baja dari tengah laut ini disertai ribuan personel. Tak mau kalah, gemuruh pesawat tempur SU-27/30, Dragon Flight F-16, dan Elang Flight 2 Hawk melintas langit dan menjatuhkan bom di titik sasaran.

Strategi pembersihan area pertama. Menguasai titik vital. Tiap prajurit dibekali senjata laras panjang. Bukan perang sungguhan, ini latihan gabungan (latgab) TNI. Dipimpin Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono dan didampingi Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana Marsetio. Turut hadir pula Kasau Marsekal Ida Bagus Putu Dunia, Pangdam VI/Mulawarman Mayjen Dicky Wainal Usman, Bupati Kutim Isran Noor, serta beberapa jajaran petinggi lain. Berbagai alat utama sistem persenjataan (alutsista) dibawa.

Adegan ini adalah bagian dari aplikasi strategi pertahanan Republik Indonesia yang bersifat defensif aktif. Mengandung pengertian bahwa pertahanan negara tidak ditujukan untuk melancarkan agresi terhadap otoritas negara lain. Namun secara aktif menangkal, mencegah, dan mengatasi segala bentuk ancaman terhadap kedaulatan NKRI.

Di tempat latihan, Panglima TNI kepada wartawan mengatakan, latihan ini merupakan latihan tingkat divisi. Menjadi latihan terbesar dari sebelumnya.

“Total latihan selama 20 hari dan telah dimulai dari 5 Mei dengan latihan pos komando. Lebih jauh lagi, dimulai sejak tanggal 2 di Asembagus, Surabaya, dalam latihan gabungan,” katanya.

Bahkan, latihan kemarin, diakui masih terus bersambung. Hari ini dilanjutkan dengan pendaratan pasukan Kostrad dan marinir. Mereka berlatih operasi darat gabungan dan operasi berlanjut hingga sepekan lagi.

Agus menambahkan, latihan ini menguji kemampuan TNI dalam operasi pertempuran serta memberikan dukungan logistik untuk mempertahankan areal yang telah direbut musuh. Latihan juga menunjukkan kemampuan alutsista yang dibeli TNI.

Hingga 2024, lanjutnya, peningkatan alutsista diadakan berjenjang. Saat ini TNI sudah mampu memenuhi 40 persen keperluan alutsista.

“Latihan ini juga sebagai pertanggungjawaban TNI kepada masyarakat,” katanya. Untuk skala peralatan dilibatkan masing-masing kesatuan, mulai dari TNI AD yang membawa 14 Tank Scorpio, lima Stormer APC, dua Stormer CO, dua kendaraan Timhar, dan lain-lain. Angkatan laut membawa 36 kapal perang, satu cassa, dua Heli Bell, 34 truk, lima tank, lima BVP, empat Kapa, 20 Ranfib, tiga howitzer, dan dua RM-70 Grad. Sedangkan TNI AU membawa lima pesawat tempur SU 27/30, lima Hawk SPO, lima unit F-16, dan lain-lain.

Bupati Kutim Isran Noor mengatakan, kegiatan TNI di wilayah Sangatta sangat positif. Bahwa secara global Kutim menjadi bagian penting dalam pengamanan. Sangatta juga tidak jauh dari wilayah perbatasan Malaysia.(ede/fel)

  Kaltimpost  

KRI Frans Kaisiepo-368 Hadiri IMDEX Asia 2013 di Singapura

KRI Frans Kaisiepo-368, Sabtu (11/5) bertolak dari Dermaga Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil) Tanjung Priok, Jakarta Utara menuju Singapura dalam rangka mengikuti IMDEX (International Maritime Defence Exhibition and Conference) Asia 2013 yang akan dilaksanakan di Changi Naval Base Republic of Singapore Navy (RSN), tanggal 13-18 Mei 2013.

Kadispen Kolinlamil, Letkol Laut (KH) Heddy Sakti A, mengatakan, selama IMDEX Asia 2013, KRI Frans Kaisiepo-368 antara lain mengikuti pameran alutsista dan teknologi. Penyelenggaraan IMDEX Asia 2013 bertujuan untuk memelihara dan meningkatkan kerja sama antar negara di Asia Fasifik, dalam rangka mewujudkan stabilitas keamanan di kawasan Asia Pasifik.

Keikutsertaan KRI Frans Kaisiepo-368 dalam IMDEX Asia 2013 ini selain dapat menambah pengetahuan dan wawasan juga dapat meningkatkan profesionalisme prajurit TNI Angkatan Laut.

Sebelumnya, KRI Frans Kaisiepo-368, berada di Dermaga Kolinlamil, Tanjung Priok, Jakarta Utara, sejak hari Rabu hingga Sabtu (8-11/5), dalam rangka persiapan mengikuti International Maritime Defence Exhibition and Conference (IMDEX) Asia 2013.

Komandan KRI Frans Kaisiepo-368, Letkol Laut (P) Arief Badrudin, mengatakan KRI KRI Frans Kaisiepo-368 sebelumnya bertolak dari Surabaya, Senin (6/5) menuju Jakarta. Selama perjalanan menuju Jakarta telah melaksanakan beberapa latihan baik teori maupun praktek.

Di Jakarta, kata Arief Badrudin, dilakukan koordinasi dengan Mabes TNI AL, Mako Kolinlamil dan pihak terkait guna pelaksanaan mengikuti IMDEX Asia 2013. Selama berada di Dermaga Kolinlamil, KRI Frans Kaisiepo-368 juga menerima kunjungan/open ship, baik dari anggota maupun keluarga TNI Angkatan Laut, untuk melihat dan berinteraksi dengan ABK KRI Frans Kaisiepo-368. KRI Frans Kaisiepo merupakan salah satu KRI milik TNI Angkatan Laut yang memiliki kelengkapan peralatan teknologi modern.

   Jurnas  

Kerja sama Pertahanan RI-Inggris Tak Terganggu

http://assets.kompas.com/data/photo/2013/04/11/2218046-menhan-purnomo-yusgiantoro-620X310.JPG
JAKARTA • Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro memastikan pembukaan kantor perwakilan Organisasi Papua Merdeka di Oxport, Inggris tak akan menggangu kerjasama pertahanan antara Indonesia dan Inggris. Pendirian kantor tersebut hanya strategi OPM untuk cari perhatian internasional.

"Pembukaan kantor OPM tidak akan mengganggu kerjasama pertahanan Indonesia - Inggris," tegas Purnomo di Jakarta, Jumat (10/5).

Bagi pemerintah Indonesia, keberadaan OPM di Inggris bukan hal mengejutkan. Ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kunjungan kenegaraan di Inggris, diakui Menhan, Presiden dihadang unjuk rasa soal Papua yang ingin merdeka.

Meskipun demikian, Menhan menyakini keberadaan OPM di Inggris itu tak akan berkembang karena pemerintah setempat mengakui Papua masih menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Klarifikasi pemerintah Inggris tetap mendukung pemerintah Indonesia.

Di sisi lain, Inggris juga tak bisa melarang OPM untuk mendirikan kantor di negeri itu. Sebab hal itu telah menjadi bagian dari demokrasi negara itu. "Jadi, OPM dan pendukungnya kan di luar pemerintah, ya sama seperti Indonesia, ada posisi pemerintah dan ada posisi di luar pemerintah seperti LSM," kata Purnomo.

Paling substantif perlu dilakukan pemerintah Indonesia ke depan, memantau kegiatan yang dilakukan OPM pascamendirikan kantor perwakilannya di Oxford, Inggris.

"Pemerintah Indonesia mengerahkan kedutaan besar dan perwakilan atase pertahanan untuk melakukannya. Apakah cuma 'show off' saja atau memang ada kegiatan," kata Purnomo.

Secara terpisah, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj mendesak Pemerintah Indonesia melayangkan protes keras ke Pemerintah Inggris. Ini sebagai tindak lanjut diijinkannya pendirian kantor perwakilan OPM di negara tersebut.

"Harus ada sikap keras. Indonesia harus mengambil langkah resmi dengan melayangkan protes keras," tegas Said.

Seperti diungkapkan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, sejauh ini RI sudah melakukan komunikasi dengan Pemerintah Inggris. Indonesia masih menunggu jawaban resmi dari Pemerintah Inggris.

Said menyatakan Papua tak terpisahkan dari NKRI telah menjadi ketentuan internasional. Perserikatan Bangsa - Bangsa (PBB), termasuk Inggris sudah mengakuinya. Karena itu, tak satupun negara di dunia ini boleh membuka pintu ataupun turut serta mendukung upaya OPM.

"Papua bagian dari Indonesia itu harga mati. PBB sudah mengakuinya, dan Inggris adalah salah satu negara yang ada di dalam PBB yang memberikan pengakuan itu. Harus ada usaha lebih keras dari Pemerintah Indonesia untuk mempertahankan Papua. Jika perlu Presiden turun tangan langsung," tandas Said.(Feber S)

  Suara Karya  

Menhan Akui Negosiasi Alih Teknologi Kapal Selam Korsel Masih Alot

Jakarta – Meski sepakat soal transfer teknologi, pembuatan kapal selam kerjasama Indonesia-Korea masih menghadapi kendala. Soalnya, pihak Korea meminta Indonesia tidak terlibat terlalu jauh, melainkan cukup melihat proses pembuatannya saja. “Memang gampang diucapkan, tetapi detailnya harus dijelaskan,” kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro di kantornya kemarin.

Ini bermula ketika Indonesia memesan tiga unit kapal selam berbobot 1.500-16000 ton ke galangan kapal Korea Selatan, Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering. Kedua negara sepakat satu kapal selam pertama dibangun di Korea Selatan. Pembuatan kapal selam kedua tetap dilakukan di Korea Selatan, namun dikerjakan bersama dengan perwakilan Indonesia, PT PAL. Adapun kapal selam ketiga bakal digarap di galangan PT PAL di Surabaya, Indonesia.

Kepala Badan Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan Laksamana Muda Rachmad Lubis mengatakan, dalam perjanjian alih teknologi itu, Indonesia meminta perwakilan PT PAL ikut serta dalam perakitan kapal selam. Tapi pihak Korea Selatan tidak setuju. “Mereka meminta Indonesia Learning by seeing atau cukup melihat proses pembuatan saja,” kata Rachmad. Korea beralasan, galangan kapal Daewoo dikejar target pemesanan kapal selam dari sejumlah negara. Mereka khawatir keterlibatan Indonesia dalam perakitan akan mengulur waktu mereka.

Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat meminta Kementerian Pertahanan meninjau kembali nota kesepahaman kerja sama pembelian tiga kapal selam itu. “Jangan sampai teledor dan berujung negara merugi karena tidak maksimal mendapatkan transfer teknologi,” kata anggota Komisi Pertahanan, Yahya Sacawiria, kemarin.


   Koran Tempo  

Situs Dirjen Kementerian Pertahanan RI Di-hack

Jakarta - Situs resmi milik Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Dirjen Pothan Kemhan), diretas oleh hacker yang belum diketahui. Situs yang beralamat www.pothan.kemhan.go.id diretas dan tampilannya diganti tidak sebagaimana mestinya.

Hasil penelusuran yang dilakukan detikcom, Sabtu (11/5/2013), situs itu diretas oleh seseorang yang menggunakan inisial CVT.

Situs tersebut berubah backgroundnya menjadi warna hitam dan dipenuhi tulisan 'Oops Myanmar Hacker Was Here'. Tulisan tersebut seolah menyindir pertahanan website milik pemerintah.

Di bagian bawah terdapat tulisan panjang berbahasa Inggris yang bertuliskan:

"Hello Indonesia Goverment, You should be proud with uneducated Indo script kiddies. coz they believe (defacing / Ddosing) to the other country websites is the best solution for them. If you would sympathize the white programmers/developers of your country & how they are feeling. you can catch such script kiddies. coz CVT are ready to provide those skiddies Informations," tulis hacker dalam situs www.pothan.kemhan.go.id

Tidak tanggung-tanggung para hacker juga meninggalkan alamat Facebook. Mereka menulis alamat Facebooknya yang bertuliskan 'Cyber Vampire Team (http://facebook.com/cvtteam)'.

Hingga saat ini pihak Kemenhan Belum bisa dikonfirmasi. Kapuskom Kemenhan Brigjen Sisriadi belum bersedia memberikan keterangan resmi.

"Nanti saya cek dulu," ujarnya saat dihubungi.(rvk/rna)

 Situs Dirjen Pothan Tidak Di-hack, Tapi Dibajak

Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mengklarifikasi terkait peretasan yang terjadi di website www.pothan.kemhan.go.id milik Dirjen Potensi Pertahanan (Pothan). Kemenhan mengatakan situs itu tidak di-hack tapi dibajak.

"Kelihatan itu bukan di-hack tapi dibajak," ujar Kepala Pusat Komunikasi Kemenhan, Brigjen Sisriadi dalam pesan singkatnya kepada detikcom, Sabtu (11/5/2013).

Sisriadi belum bisa berkomentar banyak terkait kejahatan cyber yang menimpa website pertahanan milik Pemerintah Indonesia tersebut.

Sebelumnya diberitakan, situs resmi milik Dirjen Pothan Kemhan, diretas oleh hacker yang belum diketahui identitasnya. Situs yang berlamat www.pothan.kemhan.go.id diretas dan tampilannya diganti tidak sebagaimana mestinya.

Situs tersebut berubah backgroundnya menjadi warna hitam dan dipenuhi tulisan 'Oops Myanmar Hacker Was Here'. Tulisan tersebut seolah menyindir pertahanan website milik pemerintah tersebut.

Di bagian bawah terdapat tulisan panjang berbahasa Inggris yang bertuliskan:

"Hello Indonesia Government, You should be proud with uneducated Indo script kiddies. coz they believe (defacing / Ddosing) to the other country websites is the best solution for them. If you would sympathize the white programmers/developers of your country & how they are feeling. you can catch such script kiddies. coz CVT are ready to provide those skiddies Informations," tulis hacker dalam situs www.pothan.kemhan.go.id

Seperti menantang pemerintah, para hacker juga meninggalkan alamat Facebook. Mereka menulis alamat Facebooknya yang bertuliskan 'Cyber Vampire Team ( http://facebook.com/cvtteam )'.(rvk/trq)

  detik  

Medan Murders Most Foul, And With Relish (2)

By Benedict R Anderson

Generally speaking, the collapse of the currency helped to create a pervasive atmosphere of fear, uncertainty and anger. These tendencies help to explain why the largest and worst massacres took place in the country's villages, where land was most seriously contested and the big-party mass organizations were most active.

Great Mosque, Medan (Credit: Andre Vltchek)

The fatal weakness of the PKI emerged from its decision to take the parliamentary road. It was not an irrational decision, given the vast extent of the archipelagic country and its huge ethno-religious diversity, as well as the party's commitment to "national integrity", and the menacing proximity of America's armadas and air power. But it meant that the party was mostly above ground, its members well known nationally and locally, and it had no armed power of its own at all.

The PKI attempted to substitute for this weakness an increasingly harsh rhetoric, which did not add to its real power and frightened its every-day enemies. Meantime, the anti- communist army leadership increasingly backed, openly and surreptitiously, rightwing social, political, religious, and intellectual organizations. Communism was banned within its own ranks.

Origins of the slaughter

Army leaders, helped by advice and half-concealed support from both the Pentagon and the CIA - then reeling under heavy reverses in Vietnam - had long been looking for a justification for a mass destruction of the party. Now the September 30th Movement and the murder of the six generals provided the opening they awaited.

Almost immediately, the army-controlled media started a lurid and successful campaign to convince the citizens that the Movement was simply a tool, manipulated behind the scenes by the party. By no means was it an internal military mutiny. The communists were said to have been planning a vast extension of the murders to the civilian population all over the country.

The army's campaign began on October 3, when the bodies of three of the generals were exhumed from a dry well in a remote part of the Air Force's Jakarta base. (They had not been killed at home, but kidnapped to this area and then shot dead). The media, using blurred and retouched photos of the bodies, claimed that the victims had had their eyes gouged out and their genitals sliced off by sex-crazed communist women. (Many years later, thanks to military carelessness, the post-mortems written up on October 3 by experienced forensic doctors, and directed personally to Suharto that same day, came to light. No missing eyeballs or genitals, just the lethal wounds caused by military guns.)

In a move that would have pleased Goebbels, the Movement's full name was deleted in favor of Gestapu (GErakan September TigA PUluh). No one noticed that the word order here is impossible in the Indonesian language, but is syntactically perfect in English. Very few Indonesian generals then had perfect English). On top of the hyperinflation, this cunning Big Lie propaganda had the desired effect: massive anti-communist hysteria.

The coolly considered plan of Suharto and his henchmen for the physical and organizational destruction of the party was based on the huge numbers of its members, affiliates, and supporters. To accomplish this mission as rapidly as possible, army personnel were not enough; civilians had to be involved on a large scale, with half-concealed military direction, financing, intelligence, transportation, and even supply of weapons.

As secretive corporate bodies notionally devoted to external defense against foreign enemies, armies almost never boast about mass murder (see the mendacious handling of the Rape of Nanking by the Japanese military and the near-genocide of Armenians by the Turkish army). International scandal was to be avoided as much as possible. National armies are not supposed to slaughter their fellow-citizens, especially, as in the case of the PKI, if they are unarmed and put up very little resistance.

Who were the primary collaborators?

The two provinces with the highest number of victims, Muslim East Java and Hindu "Paradise Island" Bali are exemplary. Both provinces were densely populated, ethnically quite homogeneous, and with strong, conservative, traditionalist leaderships. The key thing to bear in mind when we come to consider North Sumatra is they were longstanding strongholds of the two well-rooted legal, "national" political parties, other than the PKI, both with very large organizational and popular bases. In East Java it was the traditionalist, orthodox Muslim Nahdlatul Ulama, with its militant youthful-male affiliate Ansor. In Bali, it was the PNI (National Party) led locally by landowners, Hindu priests, and members of the two upper castes of Satrias and Brahmins.

Small Catholic and Protestant parties with their affiliates were also used in places where these religious minorities were influential. (The large "modernist" Muslim party, Masjumi, fiercely anti-communist, was organizationally unavailable, since it been banned and disbanded in 1959 for its role in the civil war of 1958-59, of which more later).

These civilians were not professional killers. Once the massacres were over, they "returned to ordinary life" while the military went on killing large numbers of people in East Timor, Atjeh and Papua over the final two decades of the Suharto dictatorship. Many of them, in an atmosphere of media-generated hysteria, genuinely believed that "they will kill us if we don't kill them first". Needless to say, the military had no interest in punishing any of those involved, but their immunity was also guaranteed in part by the national institutions to which they were affiliated.

Aftermaths? During his brief presidency (October 1999-July 2001), Abdurrrahman Wahid, the charismatic, "progressive", and politically astute Nahdlatul Ulama (NU) leader, decided to ask forgiveness from surviving ex-communists. He did so, however, not for individual killers, but for Ansor in particular and the Nahdlatul Ulama in general. (No other national-level politician has followed his example).

More striking is the fact that over the past decade many young members of Ansor, born well after 1965, began systematically to help communists who had managed to survive the massacres and years and years of brutal imprisonment. Fairly recently, a reconciliation meeting was held in Jogjakarta between NU and ex-communist women. Everything went well, until an elderly communist described in detail how she had been raped and tortured by Ansor members. As she spoke, a young Muslim girl stood up, ashen-faced, and then fainted. Among the rapists and torturers she recognized her own father.

It is interesting to note that, quite early on, stories circulated widely that "amateur" killers had mental breakdowns, went mad, or were haunted by terrifying dreams and fears of karmic retribution. Otherwise, silence. Nothing to boast about in public or on TV, one might say.

Medan and North Sumatra: Local history

Joshua's Medan/North Sumatra was and is very different. The strange, dull name already tells one something. It simply means "field" or "open space". It was the last major city begotten by Dutch colonialism - beginning to rise only in the 1870s and 1880s, when the colonial authorities was realized that the surrounding fertile and near-empty flatlands were perfect for the development of large-scale agribusiness - tobacco, rubber, palm-oil, and coffee plantations. One of the earliest oilfields in the colony was also discovered there just in time for the automotive revolution.

The area was thinly inhabited by Malays, related to the Malays across the narrow Straits of Malacca in today's Malaysia. In so far as there were any rulers at all, these were very small-scale and without much armed power, even if some called themselves "sultan". For their own reasons, the Dutch protected these petty rulers and allowed them to share in the profits of the expanding economy; but the "sultans" had to do what they were told.

Medan was created in the era when the Dutch colonial regime abandoned monopolistic mercantilism and adopted British-enforced economic liberalism and open markets. Hence a motley crowd of investors - Dutch, British, German, Austrian, American, and eventually Chinese and Japanese - poured in.

From the start, there was the huge problem of creating a submissive labor force. The local Malays were too few and anyway not interested, and the large numbers of young Chinese imported from southeast China and Malaya-Singapore soon proved too refractory and mobile to be long usable. The answer came with the recruitment of indentured laborers from poverty-stricken, overpopulated Java.

It was a kind of modern slavery. Laborers were not only pitilessly exploited but had to sign contracts preventing them from quitting and making sure that their "debts" to the companies that transferred them to Sumatra could rarely be repaid - thanks largely to company stores. Thus, at least until the onset of the Great Depression, Medan was a bit like a Gold Rush town.

One can watch the process by comparing the figures in the only two censuses the colonial rulers ever held. 1920: 23,823 natives, 18,247 so-called foreign orientals (Chinese, Arabs, Indians) 3,128 "Europeans", who included Japanese, for a total of 45,248. 1930: 41,270 natives, 31,021 foreign orientals, and 4,293 "Europeans", for a total of 76, 544.

It was the only significant Indies city in which the native population had only a tiny 53% majority. (The 1930 total population was a bit smaller than the capital of today's Solomon Islands; meantime Medan has grown to over 2 million). From Minangkabau West Sumatra, Atjeh (Aceh), and Batak Tapanuli came traders, newspaper and magazine publishers, reporters, ulamas, and Protestant small businessmen, schoolteachers, preachers and low-level officials. Non-indentured Javanese moved in too, serving as small and medium merchants, lawyers, newspapermen, teachers, foremen, accountants, nationalist activists, and civil servants.

The Field was thus far more variegated than any other Indonesian city, including even the capital Batavia (today's Jakarta): Europeans of various kinds, Chinese, Americans, Indians, Japanese, Arabs, Minangkabau, Bataks of many sorts, Atjehnese (Acehnese), Javanese and so on. None formed a dominant majority. As a consequence, there was religious variegation too: Protestant British, Dutch, Americans, Germans and Toba Bataks, Catholic Dutch and Austrians, Confucian and Buddhist Chinese, Hindu and Muslim Indians, strong Muslims like the Minangkabau and Atjehnese, and syncretic Hindu-Islamic Javanese.

But of course, there was always a stable racial hierarchy, with Whites and "honorary-white" Japanese at the top, Chinese, Arabs and Indians in the middle, and natives mostly at the bottom.

The Field also was notorious for its Wild West social mores - gambling and prostitution were widespread, and handled by mainly Chinese taukes and a mixed ethno-racial rag-bag of thugs. (To get a nice picture of Medan at that time, one can profitably read the final, confessional chapter of Mangaradja Onggang Parlindungan's weird masterpiece, Tuanku Rao). Opium was a state monopoly.

In early 1942, the Japanese military, having disposed of the British in Malaya and Singapore, took over the Dutch East Indies in a few weeks.

Japanese military attack Rabaul, 1942

Sumatran and Bornean oil was the military's main interest, but the plantation economy also fell into its hands. However, effective Allied bombing of Japanese shipping soon made the export-oriented agribusiness economy collapse, leaving in place only domestic demand and the military's local needs. In North Sumatra, the indenture system broke down to make way for smallholder producers of foodstuffs like rice, vegetables, tea, and coffee, as well as castor oil. To make this new wartime economy work, the Japanese authorities opened the door to "illegal" occupiers of agribusiness lands, including a huge wave of Protestant Toba Bataks from the interior.

After the American atom-bombing of Hiroshima and Nagasaki, the Japanese state surrendered unconditionally, but several months passed before the British and Dutch could bring colonial military power back to the Indies, and in this vacuum the Republic of Indonesia was born on August 17, 1945.

In the exhilarating, chaotic first year of the revolution (1945-46), there were a number of regions in Sumatra and Java which experienced vengeful revolutionary onslaughts on "collaborators" with Japanese and Dutch, semi-feudal local aristocracies, abusive civil servants, and so on. The most chaotic and bloodthirsty of these occurred - unsurprisingly - in North Sumatra. The local petty sultanates were overthrown with ease; many of the Malay "aristocrats" were murdered and their wealth stolen or confiscated. Indonesia's greatest poet, Amir Hamzah, was among the victims.

Toba Bataks, Atjehnese, Simalungun Bataks, and Javanese seized Japanese or Dutch guns, and fought each other for the spoils without being able to establish any coherent political order. The Republic's Socialist-dominated government was appalled by all this, knowing that it would blacken the country's name overseas, enrage colonial-era investors wanting their properties back, and alienate possible diplomatic allies. Gradually, with military help, some kind of order was established, after which the Dutch succeeded in reoccupying Medan's plantation belt. But not for long.

In December 1949, after four years of intermittent war and negotiations, the Netherlands signed over sovereignty of the old colony to a "Federal Republic of Indonesia", one of whose components was North Sumatra (then still called East Sumatra), headed by surviving local aristocrats. But within a year, federalism disappeared, the aristocrats succumbed, and today's Unitary Republic was established.

The central condition of this transfer of sovereignty, insisted on by the rapacious Americans, was that all Dutch (and British and American) pre-war properties be returned to their colonial-era owners. The situation was particularly volatile in the surroundings of Medan. In the last two decades of colonial rule, the Field had become a hotbed of anti-colonial nationalism. This trend accelerated in the last year of Japanese rule and after the declaration of independence. The radical language of "revolution" made a deep impression too, mostly for the good. But revolution also allowed hardened criminal elements to operate under its aegis, sometimes with half-genuine revolutionary commitment.

  ● Asia Times  

[Video] Ops Blood Water (Yonif 500 Raider)

Operasi Pembebasan Sandera oleh Yonif 500 Raider


  ● Youtube  

Kisah Abu Roban, Si Teroris Spesialis Pencari Dana

Konon, Abu Roban merupakan jaringan baru teroris di Indonesia.

Nama Abu Roban mejadi populer setelah polisi berhasil membongkar serangkaian teroris pekan ini. Konon, Abu Roban merupakan jaringan baru teroris di Indonesia.

Siapakah Abu Roban itu?

Abu Roban alias Untung Hidayat alias Bambang Nangka santer disebut sebagai pimpinan kelompok teroris yang kerap merampok untuk membayai aksi teror. Ia merupakan pimpinan Halaqoh Ciledug yang sebelumnya pernah dipimpin Abu Omar.

Abu Roban sendiri tewas dalam penyergapan di Limpung, Batang, Jawa Tengah, Rabu 8 Mei 2013. Abu Roban tewas dengan beberapa luka tembak.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Polisi Boy Rafli Amar, mengatakan jaringan teroris Abu Roban memiliki kaitan erat dengan kelompok teroris Abu Omar. “Meskipun Abu Omar sudah tertangkap, diduga kuat lapisan bawahnya masih terlibat dengan kelompok Abu Roban dalam memasok senjata untuk aksi teroris,” kata Boy di Mabes Polri, Jumat, 10 Mei 2013.

Boy mengatakan, Abu Roban merupakan bagian dari gerakan aksi teror di Poso, khususnya kelompok Santoso. Kelompok ini juga masih berkaitan dengan kelompok teroris yang belum lama ini terungkap di Tambora, Beji, dan Bekasi. "Petugas terus mencermati dan mengembangkan," katanya.

Menurutnya, sejauh ini peran kelompok Abu Roban lebih banyak merampok dan memasok senjata. “Senjata yang mereka jual nyata-nyata dipakai untuk perbuatan teror,” ujar Boy.

Jaringan ini belum berhasil merealisasikan teror menggunakan bahan peledak. Mereka baru pernah membakar Pasar Glodok di Jakarta Utara. "Tetapi gagal. Waktu itu berhasil digagalkan masyarakat sebelum api membesar," kata Boy.

Menurut Boy, penangkapan anggota kelompok di Kebumen pun sebenarnya bagian dari upaya menggagalkan rencana perampokan. Tapi ternyata yang melakukan kelompok teroris.

Catatan kepolisian, kelompok jaringan Abu Roban pernah merampok bank, kantor pos, dan toko emas di Grobogan (Jawa Tengah), Batang (Jawa Tengah), Lampung, Tambora (Jakarta), dan Bandung (Jawa Barat). Perampokan ini bukan motif ekonomi, melainkan untuk mendanai perang atau teror.

Perampokan Tambora sempat menggegerkan karena dilakukan tepat di depan kantor polisi.

Khusus perampokan bank, polisi mencatat tiga aksi perampokan dengan total kerugian Rp 1,8 miliar. Perampokan itu di Bank BRI Batang dengan kerugian Rp 790 juta, BRI Grobogan Rp 630 juta, dan BRI Lampung Rp 460 juta.

Mantan Anggota Jamaah Islamiyah Abu Ghifar mengatakan ada keterkaitan Abu Roban dengan Jamaah Islamiyah, namun sudah tak sekuat dulu. Kelompok ini, katanya, sudah banyak terputus. "Tapi motif dan cara pencarian dananya masih mirip," katanya kepada VIVAnews.

Kata Abu Ghifar, pencarian dana melalui perampokan yang mereka sebut sebagai harta rampasan atau fai, masih jadi cara utama. Mereka belum bisa mendapat sumber pendanaan lain yang bisa diperoleh dengan cepat.

Target belum diketahui

Sayangnya hingga saat ini kepolisian belum mengetahui target spesifik dari kelompok teroris Abu Roban. Polisi masih menunggu hasil pemeriksaan terhadap terduga teroris yang berhasil ditangkap hidup-hidup.

“Penangkapan baru kemarin. Hari ini masih proses membawa tahanan ke Jakarta. Hasil pemeriksaan butuh waktu,” ujar Boy.

Polisi membongkar jaringan Abu Roban dan menangkap kelompok teroris itu sejak Rabu, 8 Mei 2013. Sejumlah anggota kelompok tersebut tewas dalam penggerebekan. Jaringan itu terungkap dari hasil pengembangan penyelidikan dan penyidikan Densus 88 terhadap sejumlah aksi teror.

Densus mendapat temuan baru itu setelah menelisik jejaring teroris dari kelompok Toriq, kelompok Abu Omar, dan kelompok Kodrat. Sejumlah petunjuk mengarah ke target baru, yaitu kelompok Abu Roban.(eh)

  ● Vivanews  

Jumat, 10 Mei 2013

[Foto] Latihan Penanggulangan Bencana Indonesia-Singapore

Heli Chinook di Bandara Hussein Sastranegara, latihan penanggulangan bencana Indonesia-Singapore.

Chinook Singapura (Audrey)
 
(Cherrypopper@FormilKaskus)
(Boznayan)

   Kaskus  

Latgab 2013 : Pasukan Khusus TNI Tembak Mati 14 Pelaku Penyanderaan

Sebanyak 14 pelaku yang menyandera pejabat kota Tarakan ditembak mati oleh pasukan khusus TNI dalam sebuah operasi khusus di pelabuhan Juwata Tarakan Kalimantan Utara, Kamis (9/5).

Operasi pembebasan sandera yang dilakukan pasukan khusus TNI dimulai pada pukul 05.00 WITA. Pasukan khusus TNI dapat masuk kedalam area pelabuhan setelah melumpuhkan pasukan musuh yang sedang berjaga digerbang depan oleh sniper TNI dari jarak 300 meter.


Aksi baku tembak tak dapat dihindari lagi ketika pasukan khusus TNI menyerbu masuk pelabuhan Juwata Tarakan dimana didalamnya terdapat beberapa sandera. Penyerbuan yang telah direncanakan dengan matang oleh pasukan khusus TNI ini tak lepas dari kerja keras pasukan intelijen TNI yang berhasil menyusup didaerah musuh beberapa hari sebelumnya.


Pasukan khusus TNI yang berjumlah 60 personil terdiri dari Satuan 81 Penanggulangan Teror (Sat-81 Gultor) TNI AD, Detasemen Jala Mangkara (Denjaka) TNI AL dan Detasemen Bravo (Denbravo) dibawah pimpinan Panglima Komando Penugasan Gabungan (Pangkogasgab) Pasukan Khusus (Passus) Letkol Inf Taufik Sobri berhasil membebaskan delapan sandera dengan selamat yang selanjutnya dibawa ketempat yang lebih aman.


Cerita di atas merupakan sekenario yang dilatihkan untuk pasukan khusus TNI dalam sebuah operasi gabungan yang merupakan rangkaian Latihan Gabungan  (Latgab) TNI 20013 yang di laksanakan di Tarakan Kalimantan Utara.

  ARC  

Latgab 2013 : Pasukan Yonif Linud 501 Kostrad Berhasil Kuasai Tumpuan Udara Musuh Di Kalimantan

Pasukan Batalyon Infanteri Lintas Udara (Linud) 501 Kostrad yang tergabung dalam Komando Tugas Gabungan (Kogasgab) Linud TNI yang diterjunkan ke daerah sasaran berhasil menguasai dan mengambil alih sasaran strategis tumpuan udara musuh yang terletak di daerah Kaubun, Sangatta, Kalimantan Timur, Kamis (09/05). Tumpuan udara ini merupakan sasaran strategis yang sebelumnya sempat dikuasai musuh Aliansi Sonora dan Gerakan Sumpit Merdeka (GSM).

Pasukan Linud diterjunkan ke Dropping Zone musuh dengan menggunakan enam buah pesawat Herkules TNI AU, namun sebelum pasukan diterjunkan didahului dengan Serangan Udara Langsung (SUL) oleh pesawat F-16 yang melancarkan tembakan gencar terhadap kedudukan musuh, selanjutnya setelah lima menit serangan dari pesawat tempur, tepat pada pukul 06.05 Wita pasukan Linud diterjunkan kesasaran.

Setelah mendarat dan sempat terjadi kontak tembak dengan musuh kurang lebih selama 45 menit akhirnya sasaran berhasil dikuasai, selanjutnya pasukan Linud melaksanakan pengamanan dan membuat pertahanan tumpuan udara dengan melaksanakan kegiatan patrol keamanan sambil menunggu alih kodal dibawah kendali Komando Tugas Darat Gabungan (Kogasratgab) yang akan melaksanakan serangan gabungan darat yang lebih besar terhadap sasaran musuh.

Pasukan Linud yang diterjunkan berasal dari Batalyon Infanteri Linud 501/Brajayudha Kostrad, berjumlah 380 orang dibawah pimpinan Komandan Batalyon Mayor Inf Andi Kusworo, penerjunan ini merupakan tahap pertama dari dua tahap yang direncanakan, tahap selanjutnya dalam waktu beberapa hari ke depan akan diterjunkan lagi pasukan susulan yang berjumlah 140 orang untuk menambah kekuatan pasukan dalam melaksanakan pertahanan tumpuan udara terhadap sasaran yang dikuasai, melaksanakan operasi selanjutnya atas perintah.

Operasi lintas udara gabungan ini merupakan scenario latihan yang dilaksanakan Kogasgab Linud yang tergabung dalam Komando Gabungan Latgab TNI tingkat Divisi tahun 2013, serangan gabungan darat lanjutan rencananya dilaksanakan pada tanggal 15 Mei mendatang.

Turut menyaksikan jalannya Latgab dari pejabat TNI antara lain Asops Kasau Marsekal Muda TNI Bagus Purhito, Dankor Paskas Marsekal Muda TNI Amarullah,  Danrem 091/ASN Samarinda Brigjen TNI Gadang Pambudi dan Waasops Kasad Brigjen TNI G.E Supit.

  TNI AD  

Latgab 2013 : Kostrad Terjun di Langit Sangatta Kalimantan Timur

Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono meninjau Operasi Amfibi pada Latihan Gabungan (Latgab) TNI Tingkat Divisi tahun 2013, di pantai Sekerat, Sangatta, Kalimantan Timur. Inilah salah satu latihan terbesar yang digelar TNI.

Jajaran prajurit Yonif Linud 501/Brajayudha melaksanakan  penerjunan dilangit Sangatta Kalimantan Timur. Sedangkan dipantai Sekerat, pendaratan Amfibi dilakukan oleh prajurit-prajurit Korps Marinir TNI Angkatan Laut.

Enam  buah pesawat tempur TNI AU yang tergabung dalam Komando Tugas Gabungan Udara (Kogasgabud) melancarkan serangan udara yang kerap diberi nama Operasi Lawan Udara Ofensif (OLUO) di wilayah udara Kalimantan. Serangan udara tersebut dilakukan dengan composite strike, antara lain oleh 2 buah pesawat tempur F-16 dan Sukhoi.

Sementara itu Operasi Amfibi yang dilaksanakan pada hari H jam J yang ditandai dengan gelombang pertama mendarat dengan menembur pantai, terlebih dahulu dilaksanakan proses Bantuan Tembakan Kapal (BTK) untuk menghancurkan kedudukan musuh di pantai pendaratan yang dapat menggagalkan pelaksanaan Operasi Amfibi.

Gelombang-gelombang pendaratan mulai diluncurkan dari KRI-KRI pengangkut pasukan pendarat Amfibi. Dimulai dengan mendaratkan satu Kompi Tank Amfibi selanjutnya bergerak taktis menggempur kekuatan musuh di pantai. Gelombang 2 terdiri dari Kompi Kendaraan Pendarat Amfibi (Ranratfib) mengangkut pasukan untuk menyerang maju bersama Kompi Tank dengan Kerja Sama Infanteri Tank (KSIT) untuk menduduki sasaran-sasaran yang telah direncanakan sebelumnya.

Gelombang 3 dari unsur Ranratfib mendarat untuk membantu pasukan yang lebih dulu mendarat dan menghancurkan kedudukan musuh yang masih berada di sekitar pantai.

Sementara itu di tempat terpisah, dari udara melintas sebanyak 6 pesawat Hercules yang mengangkut ratusan personil dari Yonif Linud 501/Brajayudha untuk melaksanakan Operasi Linud dibawah Satgas Linud Brigif l-17/Kujang 1 Divif 1 Kostrad.

Operasi Linud ini merupakan bentuk operasi gabungan antara TNI-AD dan TNI AU yang dilaksanakan dengan cara diterjunkan atau didaratkan ke daerah sasaran dalam rangka merebut dan menghancurkan sasaran yang bersifat taktis dan strategis.

Selanjutnya 3 unit Helikopter pengangkut prajurit-prajurit melaksanakan lintas Heli ke sasaran yang bertujuan untuk merebut dan menduduki sasaran yang dapat mempengaruhi dan menentukan dalam pelaksanaan perebutan tumpuan pantai pada operasi amfibi.

  TNI AD  

[Foto] Ribuan Prajurit TNI Bombardir Sangatta

Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, S.E., didampingi Kasal Laksamana TNI DR. Marsetio, Kasau Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia, para petinggi TNI dan sejumlah pejabat sipil meninjau Operasi Amfibi pada Latihan Gabungan (Latgab) TNI Tingkat Divisi tahun 2013, di pantai Sekerat, Sangatta, Kalimantan Timur,� Kamis (9/5/2013).

Ribuan Prajurit TNI Bombardir Sangatta
Dari bibir pantai Sekerat, Panglima TNI beserta rombongan menyaksikan langsung proses pendaratan Amfibi oleh pasukan pendarat dalam hal ini prajurit-prajurit Korps Marinir TNI Angkatan Laut dalam melaksanakan Operasi Amfibi, serta jajaran Yonif Linud 501/Brajayudha yang akan melaksanakan Lintas Udara (Linud).(Puspen TNI)

Ribuan Prajurit TNI Bombardir Sangatta
Sebelum Operasi Amfibi yang dilaksanakan pada hari 'H' jam 'J' yang ditandai dengan gelombang pertama mendarat dengan menembur pantai, terlebih dahulu dilaksanakan proses Bantuan Tembakan Kapal (BTK) untuk menghancurkan kedudukan musuh di pantai pendaratan yang dapat menggagalkan pelaksanaan Operasi Amfibi. (Puspen TNI)

Ribuan Prajurit TNI Bombardir Sangatta
Sementara itu, 6 buah pesawat tempur TNI AU yang tergabung dalam Komando Tugas Gabungan Udara (Kogasgabud) melancarkan serangan udara yang kerap diberi nama Operasi Lawan Udara Ofensif (OLUO) di wilayah udara Kalimantan. Serangan udara tersebut dilakukan dengan composite strike, antara lain oleh 2 buah pesawat tempur F-16 dan Sukhoi.(Puspen TNI)

Ribuan Prajurit TNI Bombardir Sangatta
Gelombang-gelombang pendaratan mulai diluncurkan dari KRI-KRI pengangkut pasukan pendarat Amfibi, dimulai dengan mendaratkan satu Kompi Tank Amfibi selanjutnya bergerak taktis menggempur kekuatan musuh di pantai.(Puspen TNI)

   detikFoto  

Pemerintah Pantau Kantor OPM

  Menlu Nilai Langkah Inggris Tak Cerminkan Persahabatan 

Menlu RI, Marty Natalegawa
 Menlu Marty Natalegawa
Jakarta - Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, kembali menekankan pemerintah Indonesia protes keras dengan adanya kantor Papua Merdeka di Oxford, Inggris, yang dibuka pekan lalu. Ia menilai kondisi tersebut sangat bertolak belakang dengan semangat persahabatan kedua negara.

"Kita menganggap ini sangat bertolak belakang dengan semangat persahabatan kedua negara dan mengharapkan agar mereka bisa betul-betul memahami betapa kita merasa sangat terusik dan merasa sangat tidak menerima keadaan seperti itu," katanya, Selasa (7/5).

Saat bertemu dengan duta besar Inggris di Indonesia, Mark Canning, telah dinyatakan adanya kantor OPM di Oxford tidak mencerminkan pemerintah Inggris terhadap kedaulatan Indonesia. Tetapi, Indonesia tidak merasa puas karena tetap dinilai tidak lazim suatu pemerintahan tidak mampu mengelola sikap dari pemerintah daerah di Inggris.

Ia mengatakan, kantor tersebut mungkin sudah sesuai dengan ketentuan dari pemerintah Inggris. "Sekarang permasalahannya apakah suatu negara yang memiliki hubungan bersahabat dengan baik apakah bisa membiarkan wilayahnya digunakan untuk keperluan yang sifatnya tidak bersahabat dengan negara lain untuk keperluan separatis. Saya rasa ini kita bicara hubungan baik antara kedua negara. Ini yang kita pertanyakan kepada Inggris," katanya.

Karena itu, lanjutnya, komunikasi dengan pemerintah Inggris terus dilakukan. Sekarang menunggu jawaban dari mereka. Inggris berkali-kali menegaskan peristiwa tersebut tidak mencerminkan posisi pemerintah Inggris. "Langkah Dewan Kota Oxford ini sama sekali tidak menggambarkan posisi pemerintah Inggris dan tetap mendukung Indonesia, mendukung NKRI, dan mendukung Papua dan Papua Barat bagian dari NKRI," katanya.

  Pemerintah Inggris Diminta Tutup Kantor OPM 

Pemerintah Indonesia harus mendesak pemerintah Inggris menutup kantor perwakilan Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Oxford, Inggris. “Kantor OPM berbau separatis harus ditindak tegas,” kata Koordinator Kaukus Papua DPR, Paskalis Kossay, ketika dihubungi, Selasa (7/5).

Pemerintah Inggris tidak bisa lepas tangan dengan keberadaan kantor perwakilan OPM. Sebab menurut Paskalis, meskipun pemerintah Inggris tidak mendukung gerakan OPM, namun faktanya kantor OPM berdiri di wilayah otoritas pemerintah Inggris. “Kalau benar Inggris bersahabat, harusnya mereka menutup,” ujarnya.

Pemutusan hubungan diplomatik bisa dilakukan Pemerintah Indonesia apabila pemerintah Inggris menolak menutup kantor perwakilan OPM. Sikap tersebut tersebut merupakan konsekuensi logis atas sikap Inggris yang mengabaikan hak-hak kedaulatan Bangsa Indonesia. “Hubungan diplomatik bisa diputuskan bila tidak indahkan,” katanya.

Sejauh pengetahuan Paskalis, Inggris tidak memiliki kepentingan ekonomi di Papua. Kepentingan Inggris di Papua hanya menyangkut pembangunan masyarakat Papua. Paskalis menyatakan Pemerintah Inggris gelisah dengan persoalan kemanusiaan, rendahnya mutu pendidikan, dan kesehatan, serta pelanggaran HAM yang masih terjadi di Papua. “Meski begitu ini bukan pembenaran membuka kantor OPM,” ujar Paskalis.

Penyelesaian masalah Papua mesti dilakukan secara komprehensif. Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah Papua mesti bekerja sama mengoptimalkan program otonomi khusus. “Otsus tetap harus dilajutkan, tapi jangan lupa dievaluasi,” katanya.

  OPM Harus Terus Diawasi Intelijen 

Direktur Kajian Politik Center for Indonesian National Policy Studies (CINAPS) Guspiabri Sumowigeno mengatakan kegiatan lobi Organisasi papua Merdeka (OPM) di dunia internasional harus mendapat pengawasan intelijen secara intensif. "Pengawasan ini agar bisa membendung dukungan internasional terhadap apa yang dikampanyekan OPM," kata Guspiabri, Kamis.

Menurut dia, lembaga intelijen RI harus ditransformasi menjadi lembaga intelijen yang memiliki kemampuan yang tinggi, baik untuk operasi di dalam negeri maupun di luar wilayah negara.

Kehadiran intelijen nasional yang hadir dalam operasi yang terus-menerus atau permanen dalam mengamankan kepentingan nasional di luar negeri, khususnya dalam isu separatisme, sudah tidak bisa di tunda-tunda lagi. "Saya mengimbau supaya reformasi sektor intelijen bisa mencakup transformasi badan intelijen nasional sebagai pilar politik luar negeri Indonesia, terutama untuk mengumpulkan informasi," katanya.

Ia mengatakan bahwa tidak menutup peluang pelaksanaan fungsi intelijen lainnya. Informasi dan analisis intelijen nasional yang secara permanen beroperasi di luar negeri sangat diperlukan sebagai masukan bagi otoritas politik luar negeri untuk mengambil langkah-langkah preemptive dalam bentuk lobi-lobi politik, baik yang bersifat terbuka maupun tertutup, dalam mengatasi lobi internasional OPM.

"Operasi-operasi intelijen guna mengamankan kepentingan nasional juga dapat dicapai melalui kerja sama dengan badan-badan intelijen negara-negara yang bersahabat dengan kita dan potensial untuk bertukar dukungan politik dalam isu separatisme," katanya.

  RI Pantau Aktivitas OPM di Inggris 

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan pemerintah Indonesia melalui perwakilan di Inggris terus memantau kegiatan yang dilakukan Organisasi Papua Merdeka (OPM) pascamendirikan kantor perwakilannya di Oxford, Inggris.

"Pemerintah Indonesia mengerahkan kedutaan besar dan perwakilan atase pertahanan untuk melakukannya. Apakah cuma 'show off' saja atau memang ada kegiatan," kata Purnomo usai meresmikan pembangunan dan perkembangan "Assessment Center" Kementerian Pertahanan, Jakarta, Jumat.

Ia menduga OPM hanya ingin menunjukkan identitas dan eksistensinya di mata internasional. Pembukaan kantor OPM itu bukan hal yang mengejutkan karena sejak lama sekelompok OPM memang sudah ada di Inggris, yakni ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kunjungan kenegaraan di Inggris, Presiden dihadang unjuk rasa soal Papua yang ingin merdeka.

Ia pun berpendapat pembukaan kantor OPM dapat mengganggu hubungan pemerintah Indonesia dan Inggris, namun sudah ada klarifikasi dari kedua negara.

Dalam klarifikasi itu, pemerintah Inggris menyatakan masih menghormati dan mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Inggris juga mengakui bahwa Papua merupakan bagian dari NKRI.

Purnomo bisa memaklumi kejadian ini karena Inggris merupakan negara yang punya prinsip demokrasi. Oleh sebab itu, OPM memanfaatkan demokrasi Inggris untuk unjuk gigi di mata internasional dengan membangun kantor perwakilan.

Namun yang penting, posisi pemerintah Inggris tetap mendukung pemerintah Indonesia.
"Jadi, OPM dan pendukungnya kan di luar pemerintah, ya sama seperti Indonesia, ada posisi pemerintah dan ada posisi di luar pemerintah seperti LSM. Memang ini akan sedikit mengganggu hubungan kita dengan Inggris. Tetapi saya kira pasti ada klarifikasi dari mereka (pemerintah Inggris)," tutur Purnomo.

Kendati demikian, Purnomo menegaskan pembukaan kantor OPM tidak akan mengganggu kerja sama pertahanan Indonesia - Inggris.

  Republika  

TNI Gelar Latihan Terbesar Pada 2014

Sangatta - Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono mengatakan bahwa TNI akan menggelar sebuah latihan terbesar dan terlengkap pada 2014 untuk mempertanggungjawabkan kepada rakyat Indonesia kekuatan yang dimiliki TNI saat ini.

"Kira-kira akhir September atau awal Oktober 2014 latihan tempur terlengkap dan terbesar digelar dengan menampilkan seluruh alutsista yang telah diadakan Kementerian Pertahanan dan TNI," kata Panglima TNI Agus Suhartono kepada pers di Sangatta, Kalimantan Timur, Kamis.

Sebelum memberikan keteranga pers, Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono menyaksikan Latihan Gabungan TNI di Sekerat, Kecamatan Bengalon, Kutai Timur Kaltim, Kamis.

Menurut Panglima, tahun depan ada dua kegiatan latihan TNI yakni pertama Latihan Pasukan Pemukul Reaksi Cepat (PPRC) tingkat Batalyon dan kedua latihan tempur gabungan tiga angkatan sebagai akhir dari kegiatan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II dan pertanggungjawaban TNI kepada rakyat.

"Semua peralatan militer dan kekuatan tempur akan menunjukkan kemampuannya kepada rakyat, sebagai wujud pertanggungjawaban pemerintah dan TNI kepada rakyat tentang alutsista yang telah diadakan sampai dengan 2014," katanya.

Menurut dia, tahun 2014 merupakan akhir dari masa tugas Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II, maka salah satu agenda TNI adalah memperlihatkan seluruh kekuatan dan hasil pembangunan militer selama lima tahun terakhir.

Namun, kata Panglima, dalam membangun kekuatan pokok-pokok minimal itu belum bisa selesai semuanya sampai 2024.

"40 persen dari program pembangunan kekuatan itu sudah selesai. Tentu ini tidak terlepas dari peran dan dukungan parlemen melalui Komisi I DPR RI," kata Panglima yang didampingi Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Marsetio dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia.

TNI, kata Panglima, menyampaikan terima kasih dan apresiasi terhadap Komisi I DPR RI yang terus mendorong, mendukung pengadaan alutsista, sehingga bisa dilaksanakan sesuai dengan program pembangunan kekuatan menuju kekuatan pokok minimal.

"Pengadaan alutsista itu terus berjalan, tahun ini ada yang datang kemudian tahun depan juga datang. Itulah makanya perlu digelar latihan besar dan terlengkap sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban TNI terhadap rakyat dan bangsa Indonesia," katanya.

Anggota DPR RI Komisi I H. Tri Tamtomo, SH mengatakan pihaknya akan terus memberikan dorongan dan dukungan kepada Kementerian Pertahanan dan TNI dalam rangka memperkuat pertahanan negara kedepan.

"Komisi I DPR RI akan memberikan dukungan penuh bagi TNI untuk meningkatkan anggaran APBN 2014 dalam rangka memperkuat alutsista dan pertahanan negara," kata Politisi PDI Perjuangan yang juga hadir menyaksikan Latgab TNI di Kutai Timur, Kamis.(KR-ADI/R007)


  Antara  

Panglima TNI Tinjau Latgab, Ribuan Prajurit Bombardir Sangatta

PANGLIMA TNI Laksamana TNI Agus Suhartono, S.E., didampingi Kasal Laksamana TNI DR. Marsetio, Kasau Marsekal TNI Ida Bagus Putu Dunia, para petinggi TNI dan sejumlah pejabat sipil meninjau Operasi Amfibi pada Latihan Gabungan (Latgab) TNI Tingkat Divisi tahun 2013, di pantai Sekerat, Sangatta, Kalimantan Timur,  Kamis (9/5/2013).

Dari bibir pantai Sekerat, Panglima TNI beserta rombongan menyaksikan langsung proses pendaratan Amfibi oleh pasukan pendarat dalam hal ini prajurit-prajurit Korps Marinir TNI Angkatan Laut dalam melaksanakan Operasi Amfibi, serta jajaran Yonif Linud 501/Brajayudha yang akan melaksanakan Lintas Udara (Linud).

Sebelum Operasi Amfibi yang dilaksanakan pada hari “H“ jam “J“ yang ditandai dengan gelombang pertama mendarat dengan menembur pantai, terlebih dahulu dilaksanakan proses Bantuan Tembakan Kapal (BTK) untuk menghancurkan kedudukan musuh di pantai pendaratan yang dapat menggagalkan pelaksanaan Operasi Amfibi.  Sementara itu, 6 buah pesawat tempur TNI AU yang tergabung dalam Komando Tugas Gabungan Udara (Kogasgabud) melancarkan serangan udara yang kerap diberi nama Operasi Lawan Udara Ofensif (OLUO) di wilayah udara Kalimantan. Serangan udara tersebut dilakukan dengan composite strike, antara lain oleh 2 buah pesawat tempur F-16 dan Sukhoi.

Gelombang-gelombang pendaratan mulai diluncurkan dari KRI-KRI pengangkut pasukan pendarat Amfibi, dimulai dengan mendaratkan satu Kompi Tank Amfibi selanjutnya bergerak taktis menggempur kekuatan musuh di pantai. Gelombang 2 terdiri dari Kompi Kendaraan Pendarat Amfibi (Ranratfib) mengangkut pasukan untuk menyerang maju bersama Kompi Tank dengan Kerja Sama Infanteri Tank (KSIT) untuk menduduki sasaran-sasaran yang telah direncanakan sebelumnya.

Gelombang 3 dari unsur Ranratfib mendarat untuk membantu pasukan yang lebih dulu mendarat dan menghancurkan kedudukan musuh yang masih berada disekitar pantai. Pendaratan berikutnya adalah gelombang 4, terdiri dari 2 unit Landing Craft Unit (LCU) dan 6 unit Kendaraan Amfibi Pengangkut Artileri (KAPA) dengan unsur artileri medan yang terdiri dari 2 pucuk Roket Multi Laras (RM) 70-Grad dan meriam Howitzer 105 milimeter, setelah mendarat akan menempati titik steling penembakan sesuai koordinat yang telah direncanakan, selanjutnya akan memberikan tembakan artileri medan terhadap sasaran-sasaran musuh.

Gelombang atas panggilan mendarat dengan unsur KAPA yang mengangkut 4 unit Howitzer 105 mm. Setelah mendarat selanjutnya menuju stelling penembakan sesuai dengan koordinat yang telah ditentukan. Setelah Howitzer masuk stelling penembakan, gelombang atas panggilan berikutnya mendarat dengan menggunakan LCU yang mengangkut 2 unit RM- 70 Grad setelah mendarat kemudian menuju stelling penembakan yang telah direncanakan.

Sementara itu di tempat terpisah, dari udara melintas sebanyak 6 pesawat Hercules yang mengangkut ratusan personil dari Yonif Linud 501/Brajayudha untuk melaksanakan Operasi Linud dibawah Satgas Linud Brigif l-17/Kujang 1 Divif 1 Kostrad. Operasi Linud ini merupakan bentuk operasi gabungan antara TNI-AD dan TNI AU yang dilaksanakan dengan cara diterjunkan atau didaratkan ke daerah sasaran dalam rangka merebut dan menghancurkan sasaran yang bersifat taktis dan strategis.

Selanjutnya 3 unit Helikopter pengangkut prajurit-prajurit melaksanakan lintas Heli ke sasaran yang bertujuan untuk merebut dan menduduki sasaran yang dapat mempengaruhi dan menentukan dalam pelaksanaan perebutan tumpuan pantai pada operasi amfibi.

Kemudian 2 unit Roket Multi Laras (RM) 70 Grad dan 3 pucuk meriam Howitzer kaliber 105 mm yang telah masuk steling akan melaksanakan penembakan secara berturut-turut yaitu : pertama,  tembak tinjau sebanyak 4 butir akan diberikan oleh RM 70 Grad dan 4 butir dari meriam Howitzer 105 mm. Kedua, penembakan pelaksanaan sebanyak 76 butir dari RM 70 Grad dan 30 butir dari meriam Howitzer 105 mm.  Untuk  menuntaskan serbuan akan diberikan penembakan salvo terhadap  sasaran sebanyak 40 butir oleh 2 unit RM 70 Grad.

Latgab TNI besar-besaran ini berlangsung mulai tanggal 15 April sampai dengan 24 Mei 2013, dan sebagai Direktur Latihan (Dirlat) pada Latgab ini dipercayakan kepada Kasum TNI Marsdya TNI Boy Syahril Qamar serta Wakil Direktur Latihan Dankodiklat TNI Mayjen TNI Chaidir Serunting Sakti, M.Sc.

Tujuan Latgab ini selain untuk meningkatkan profesionalisme prajurit TNI dalam melaksanakan Operasi Militer Gabungan, juga untuk meningkatkan dan menguji kemampuan prajurit  dan satuan TNI dalam merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan mekanisme operasi gabungan secara tepat guna dan berhasil guna dalam rangka menghadapi kemungkinan kontinjensi yang diperkirakan akan terjadi. Latihan ini juga sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban TNI terhadap rakyat dan bangsa Indonesia.

Adapun sasaran umum pelaksanaan Latgab TNI meliputi aspek strategis, aspek operasional, aspek taktis, teknis dan prosedur serta aspek psikologis.

Aspek strategis  yaitu terwujudnya konsep strategis penangkalan dan penindakan dalam strata strategi militer untuk memenangkan perang terhadap niat negara tertentu yang ingin menganggu kedaulatan dan keutuhan nasional.  Sedangkan aspek operasional yaitu meningkatkan kemampuan baik perorangan maupun satuan yang tergabung dalam Komando Gabungan TNI untuk mengaplikasikan, menerapkan doktrin Kampanye Militer, doktrin operasi gabungan dan doktrin operasi masing-masing angkatan dalam rangka menyusun rencana kampanye serta rencana operasi yang diperkirakan akan terjadi.


Menyangkut aspek taktis, teknis dan prosedur yaitu meningkatkan kemampuan baik perorangan maupun satuan-satuan manuver/satuan taktis, untuk mengaplikasikan dan menerapkan petunjuk lapangan dan petunjuk teknis dalam menyusun rencana operasi berdasarkan rencana kontinjensi yang diperkirakan akan terjadi. Adapun untuk aspek psikologis yaitu terciptanya hubungan emosional dan saling pengertian antar prajurit dari berbagai unsur, solidaritas, semangat, kemauan dan kebanggaan sebagai prajurit TNI yang terlibat dalam Latgab TNI tahun 2013.

Materi latihan yang ingin dikembangkan adalah proses dan mekanisme pengambilan keputusan militer, proses dan mekanisme pengecekan, gelar kesiapan dan latihan pendahuluan serta komando pengendalian Kampanye Militer dan Operasi Militer Gabungan TNI.

Personil yang terlibat dalam Latgab ini berjumlah 16.745 prajurit, dan mengerahkan peralatan tempur antara lain : TNI AD: 14 Unit Tank Scorpio, 5 Unit Tank Stormer Apc, 2 Unit Tank Stormer Co, 13 Unit Tank Amx, 21 Pucuk Meriam (Mer), 12 hely Mi 17, 12 hely Bel, dan 3 Bolco. Sedangkan untuk TNI AL mengerahkan 36 KRI, 17 unit BMP-3F, 33 BTR-50, 6 Kapa K-61, 2 unit RM-70/Grad, 7 Unit LVT-7A1, 2 unit BVP-2, 3 CASA, 5 Hely, TNI AU: 5 Pesawat SU 27/30, 5 Pesawat Hawk SPO, 5 Unit F-16, 5 Unit Hawk PBR, 11 Pesawat C-130 Hs/H/B, 1 Pesawat C-130 BT, 2 Pesawat B-737 Intai, 2 Pesawat C-212 Cassa, 2 Unit Cn-235, 1 Unit Cn-235 MPA, 2 Helly Nas-332/Sa-330, 4 Helly Ec-120 Colibri.

Dansatgaspen Latgab TNI Tahun 2013
Kolonel Adm Bejo Suprapto, S.T.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...