Sabtu, 23 November 2013

TNI Gelar Latihan Penanggulangan Teror

Jakarta : Tentara Nasional Indonesia (TNI) kembali menggelar Latihan Satuan Penanggulangan Teror (Satgultor) 2013 di perairan Batam dan Kepri. Upacara pembukaan Latihan Satgultor dibuka secara resmi oleh Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Laksdya TNI Boy Syahril Qamar, mewakili Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko, bertempat di Markas Komando Detasemen Jalamangkara Cilandak Jakarta Selatan, Jumat (22/11/2013).

Latihan tersebut bertujuan untuk mewujudkan kesiapan operasional Satgas Operasi Khusus TNI yang merupakan gabungan unsur-unsur Sat-81, Denjaka dan Denbravo’90 beserta unsur pendukungnya dengan sasaran untuk meningkatkan kemampuan unsur pimpinan dan staf, tersusunnya rencana operasi khusus TNI, meningkatnya kemampuan interoperability, dan meningkatnya kesiagaan operasional pasukan khusus TNI.

Dalam amanatnya Panglima TNI menyampaikan latihan ini diselenggarakan tidak sekedar untuk memenuhi kalender program dan kegiatan yang telah ditetapkan, namun lebih dari itu. Latihan ini dilaksanakan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas Satuan Gultor TNI, dihadapkan kepada kecenderungan kondisi faktual perkembangan aksi dan modus operandi terorisme saat ini dan dimasa yang akan datang.

"Latihan Gultor TNI tahun 2013, diarahkan pada tema counter hijacking at the sea, sebagai upaya meningkatkan kapasitas dan kapabilitas individu serta interoperability Satgultor TNI di semua strata. Khususnya interoperabilitas komando, kendali, komunikasi, koordinasi, integrasi operasi Sat-81, Denjaka dan Denbravo'90," kata Panglima TNI.

Di akhir amanatnya, Panglima TNI menyampaikan beberapa penekanan.

  • Pertama, satukan visi dan misi Sat-81, Denjaka dan Denbravo’90 dalam satu ikatan tugas TNI. Hilangkan ego sektoral yang dapat menimbulkan kelemahan dan menjadi penghambat dalam mewujudkan TNI yang profesional, militan, dan solid. TNI harus satu persepsi dan menjadi kekuatan utuh dalam tampilan di mata masyarakat dan bangsa Indonesia.
  • Kedua, laksanakan latihan dengan penuh dedikasi, semangat dan tanggung jawab, serta kuasai dari setiap peran para prajurit sekalian.
  • Ketiga, tingkatkan keterpaduan langkah, kesamaan pandang dan pola tindakan, dalam menanggulangi ancaman sesuai skenario latihan, khususnya yang terkait mekanisme perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan pengakhiran opssus dengan segala taktik dan teknik yang digunakan.
  • Keempat, pelajari dan kembangkan kemungkinan integrasi komando, kendali, komunikasi, komputer, intelijen, dan manajemen pertempuran pada latihan ini, guna pengembangan perencanaan kebutuhan alat-alat khusus tugas operasi Satgultor TNI.
  • Kelima, catat dan evaluasi segala kelemahan dan kekurangan latihan ini, guna penyempurnaan strategi, taktik dan teknik serta prosedur tetap yang ada, dihadapkan kepada prediksi dan kecenderungan perkembangan ancaman saat ini dan masa yang akan datang.

Latihan Satgultor TNI 2013 terbagi dalam 2 tahap, yaitu latihan posko yang dilaksanakan pada 22-23 November 2013 di Cilandak, sedangkan latihan lapangan 30 November 2013 di perairan Batam dan Kepri. Peserta latihan yang terlibat sebanyak 406 orang, terdiri dari 43 orang penyelenggara, 14 orang Kosatgas, 22 orang Sat-81, 30 orang Denjaka, 22 orang Denbravo’90, dan 275 orang unsur pendukung.(Badarudin Bakri/mar)

  Liputan 6  

Komentar seputar pembekuan kerjasama pertahanan

 Seorang analis Australia sebut pembekuan membahayakan 

http://3.bp.blogspot.com/_4Ulhsnr0_Co/TK5-jNeSPtI/AAAAAAAAR_A/LV-6GRRP1Ms/s320/20100417adf8243116_114_lo.jpg
Penghentian kerjasama di bidang penangkalan aksi teror dan operasi perbatasan antara Australia dengan Indonesia, dikhawatirkan akan memiliki dampak yang serius, khususnya bagi bidang pertahanan Negeri Kanguru.

Para ahli memperingatkan penghentian sementara kerjasama antara Polisi Federal Australia dengan Indonesia dapat memukul mundur semua kemajuan yang pernah dicapai di bidang pertahanan.

Harian Sydney Morning Herald (SMH), Jumat 22 November 2013, melansir pernyataan seorang sumber di bidang keamanan yang menyebut penghentian kerjasama dapat membahayakan Australia.

"Hal itu dapat membahayakan seluruh inisiatif mengenai penyelundupan manusia yang pernah disepakati oleh kedua negara," ujar sumber itu.

Kepala Polisi Federal Australia (AFP), Tony Negus, menegaskan kendati kedua negara kini dibelit isu penyadapan, namun 30 petugas polisi AFP masih terus melanjutkan pekerjaan mereka di Indonesia. Namun, Negus menolak berkomentar apakah AFP turut merasakan dampak kekisruhan isu spionase.

Pernyataan itu muncul ketika anggota tentara elite militer Australia, resimen SAS bersiap pulang setelah latihan bersama penyelamatan sandera dan pembajakan dengan Kopassus Indonesia dibatalkan. Negus juga enggan berkomentar soal dampak yang dirasakan oleh AFP setelah adanya penghentian kerjasama dengan Indonesia mulai Rabu lalu.

"Kami tetap membina sebuah hubungan yang baik dengan Polri. Reputasi dan hubungan kami dengan Polri tetap baik saat ini, jadi kami berharap tetap bisa meneruskan kerjasama itu," ungkap Negus.

Untuk sementara ini, lanjut kedua pihak akan terus melanjutkan kerjasama yang sudah berjalan. Dia pun berjanji akan terus melanjutkan kerjasama itu selama mungkin.

Selain latihan bersama penanggulangan aksi pembajakan yang dibatalkan, aktivitas militer lain yang juga ditangguhkan yaitu latihan bersama udara Australia dengan Indonesia menggunakan nama Elang. Dalam latihan bersama itu, pesawat jet tempur F-16 Indonesia akan beradu kemampuan dengan pesawat tempur klasik milik Negeri Kanguru, Hornet.

Pembatalan itu dikabarkan pada Rabu, 20 November 2013 kemarin. Sebuah rencana untuk menyerahkan sembilan pesawat Hercules C-130H gelombang pertama dari Australia ke Indonesia juga ditunda. Acara tersebut sedianya diadakan tanggal 26 November 2013.

Belum diketahui apakah Pesawat Hercules itu berniat untuk dihibahkan Negeri Kanguru atau ditawarkan untuk dijual ke Indonesia.

Kendati terjadi pembatalan latihan militer, namun kunjungan para petinggi militer Australia seperti Kepala Angkatan Udara, Geoff Brown dan Kepala Angkatan Laut, Ray Griggs, dijadwalkan masih tetap seperti agenda semula.

Indonesia pun disebut mash berencana untuk memiliki tiga kendaraan lapis baja Bushmaster dari Australia.

Sementara Juru Bicara Menteri Keamanan David Johnston, menyayangkan adanya pembatalan beberapa latihan militer. Namun, dia menyebut Australia akan menggunakan pendekatan jangka panjang untuk menjalin kerjasama di bidang pertahanan dengan Indonesia.

Mantan polisi anti teror, Nick O'Brien yang pernah bekerja sama dengan polisi satuan khusus Inggris, kecewa apabila kerjasama di antara satuan pengamanan akan dihentikan sementara. Pasalnya, kolaborasi polisi Australia dan Indonesia dalam membekuk para pelaku aksi teror merupakan kisah sukses yang terkenal.

"Sangat disayangkan apabila kerjasama tersebut harus hilang. Namun, kehilangan justru dirasakan lebih besar oleh warga Australia dan Indonesia," kata O'Brien.

  Vivanews 

Jangan Haram Bicara Peningkatan Anggaran Pertahanan

Pengamat militer Dr Connie Rahakundini Bakrie menilai bahwa pemerintah jangan tabu, atau terkesan mengharamkan rencana meningkatkan anggaran pertahanan.

Hal ini karena pertahanan yang kuat yang dalam hal ini ditunjang alusista modern adalah kebutuhan yang mendesak bagi negara kaya sumber daya, seperti Indonesia.

"Mengapa ya kok pemerintah dan kita takut atau kesannya haram bila bicara tentang peningkatan anggaran pertahanan. Padahal kita dituntut untuk mampu melindungi sumber daya alam kita yang kaya, dari jarahan negara asing.

Selalu saja kita hanya memprioritaskan dana untuk pendidikan dan perekonomian. Dan mengapa kita itu lupa pada sejarah bahwa perang memperebutkan sumber daya alam, masih berlangsung, dan tidak akan berakhir," kata Connie dalam orasi ilmiahnya pada acara syukuran HUT ke-1 Presscode, Hotel Sari Pan Pacific, Kamis malam.

Menurut dia, invasi AS dan sekutunya ke Irak dengan dalih demi menghancurkan senjata pemusnah masal Irak, yang mana hal itu tak terbukti, adalah bukti perebutan sumber daya alam berupa minyak.

Begitu pula intervensi militer asing untuk menumbangkan Muamar Qadafi di Libya, juga terkait perebutan sumber minyak. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, maka diperlukan pangkalan TNI AU yang merata.

Dia menggambarkan bahwa pangkalan TNI AU untuk wilayah Timur Indonesia berada di Makasar. Dengan pesawat Sukhoi terbaru yang kita miliki pun masih butuh waktu diatas 90 menit untuk bisa mencapai Merauke.

"Sementara dari pangkalan RAAF (AU Australia), dengan jet tempur mereka bisa mencapai Merauke dengan waktu 60 menit saja. Bila pesawat musuh sudah berada lebih dulu di wilayah kita, dan bahkan malah sudah bersiaga mencegat pesawat kita, apa itu tidak berbahaya namanya. Pembangunan pangkalan TNI AU yang baru untuk wilayah Timur Indonesia, jelas suatu hal yang mendesak," papar dia.


  Swara Merdeka 

Hacker Indonesia lumpuhkan situs Angkatan Udara Australia

Hanya melakukan penyerangan sekitar 10 menit, hacker Indonesia berhasil melumpuhkan situs Angkatan Udara Australia atau The Royal Australian Air Force (RAAF) yang beralamat di http://airforce.gov.au.

Kepastian tersebut didapat manakala membuka situs status.ws di link http://www.status.ws/sites/airforce.gov.au/6072254492311552. Bila situs airforce dibuka, maka yang tampak hanya tulisan "Page cannot be found".

Meski sudah down, hacker muda Indonesia yang tergabung dalam Indonesia Security Down Team itu masih terus menyerang sampai situs benar-benar mati 100 persen yang dalam bahasa hacker disebut 404 Not Found.

Menurut admin Indonesia Security Down, situs Angkatan Udara Australia bisa saja hidup lagi manakala mereka langsung ganti IP, seperti yang terjadi pada situs Bank Sentral Australia di http://rba.gov.au yang dihajar kemarin malam.

Situs Angkatan Udara Australia sendiri memiliki protokol internet 175.107.157.3 di port 80. Bila berhasil melumpuhkan situs Angkatan Udara Australia tersebut, berarti ini adalah situs pemerintah Australia yang ke-6 yang dihajar barisan muda hacker Indonesia setelah http://asis.gov.au, http://asio.gov.au, http://defence.gov.au, http://rba.gov.au, dan http://afp.gov.au.

RAAF adalah tentara elit angkatan udara Angkatan Pertahanan Australia. RAAF dibentuk pada Maret 1921 dan telah mengambil bagian dalam banyak abad ke-20 besar konflik termasuk Perang Dunia II, Perang Korea, Perang Vietnam, dan perang Irak.(mdk/has)

  Merdeka  

Jenderal Italia kunjungi Satgas Indobatt

banon-subLEBANON – Force Commander UNIFIL (United Nations Interim Force In Lebanon) Mayor Jenderal Paolo Serra yang berasal dari negara Italia bersama lima orang stafnya, mengunjungi Satuan Tugas Indonesian Battalion (Satgas Indobatt) Kontingen Garuda XXIII-G/UNIFIL di UN Posn 7-1, Desa Adshid al-Qusayr, Lebanon Selatan, Kamis (21/11/2013).

Kedatangan Jenderal Italia dan rombongan yang menggunakan pesawat heli jenis Bell dan mendarat di Helipad Mako Indobatt tepat pukul 10.00 waktu Lebanon, diterima oleh Komandan Satgas (Dansatgas) Indobatt Letkol Inf Lucky Avianto beserta Wadansatgas Mayor Inf Pio L. Nainggolan dan para Komandan Kompi. Selanjutnya, menerima paparan singkat dari Dansatgas Indobatt tentang sejauhmana keberadaan dan peran Kontingen Garuda XXIII-G/UNIFIL dalam mengemban Misi Perdamaian di Lebanon.


Dalam kesempatan tersebut, Force Commander Mayor Jenderal Paolo Serra menyampaikan bahwa ia selalu mengamati tentang perkembangan Satgas Indobatt yang berada di Sektor Timur UNIFIL dan merasa senang akan keberadaan Prajurit TNI yang tergabung dalam Peacekeepers-UNIFIL. “Satgas Indobatt tidak hanya mampu bertindak sebagai Peacekeepers melainkan juga Kontingen yang handal, hal tersebut terbukti dari beberapa kejuaran yang digelar oleh UNIFIL dan Indobatt lah sebagai juara umumnya”, ujarnya.


Usai menerima paparan, Jenderal Italia dan rombongan menuju Lapangan Sukarno Markas Indobatt, untuk melihat secara langsung Alutsista yang dimiliki Satgas Indobatt. Menurutnya, Indonesia yang bisa memproduksi Ranpur Jenis Anoa dan Senjata melalui PT. Pindad, keberadaannya tentu tidak bisa dilihat sebelah mata. “Saya merasa kagum, apa yang dimiliki Satgas Indobatt sekarang ini sudah merupakan standar dalam melaksanakan Misi Perdamaian”, kata Force Commander.

Diakhir kunjungannya, Force Commander UNIFIL Mayor Jenderal Paolo Serra dan Komandan Satgas Indobatt saling bertukar cinderamata, serta foto bersama.


(pen satgas/sir)

  Poskota  

F-16 TNI AU yang Ditarik dari Australia Tiba di Iswahjudi

Penarikan pesawat dan personel dalam latihan bersama dengan,Royal Australian AirForce (RAAF), di Darwin Australia, 5 pesawat tempur F-16 Fighting Falcon, telah kembali ke Home Base, Skadron Udara 3 Lanud Iswahjudi, Jumat, (22/11).

Komandan Wing 3 Lanud Iswahjudi KolonelPnb Minggit Tribowo, S.I.P., yang ikut terbang dengan callsign Falcon flight mengatakan bahwa Kembalinya pesawat tempur F-16 Fighting Falcon beserta personel yang terlibat dalam latihan bersama dengan sandi Elang Ausindo 2013 di Darwin, Australia, pada dasarnya melaksanakan perintah dari komando atas.

Kembalinya Falcon flight dan Dragon Flight, dengan Flight Leader Komandan Skadron Udara 3 Letkol Pnb Setiawan, disambut oleh Kepala Dinas Personel Letkol Pnb Ian Fuady, beserta segenap pejabat Lanud Iswahjudi.

Selanjutnya pesawat tempur F-16 Fighting Falcon, akan menjalani perawatan rutin, dan siap untuk melaksanakan misi-misi berikutnya.

  ● Suara Merdeka  

Peran Sakura Dalam Prahara 1965

Sejarawan Aiko Kurasawa ungkap peranan Jepang dalam pusaran peristiwa G30S 1965. Membuka kotak pandora.

OLEH: HENDRI F. ISNAENI 

Presiden Sukarno dan Perdana Menteri Jepang Eisaku Sato.
PADA 30 September 1965, Duta Besar Shizuo Saito berada di Cilacap seusai menghadiri peresmian sebuah proyek perusahaan Jepang. Saito diangkat menjadi duta besar pada 1964. Pilihan ini tepat karena dia pernah memiliki kedudukan penting dalam Gunseikanbu Somubu (Departemen Urusan Umum) pada masa pendudukan Jepang, dan sejak itu dekat dengan Sukarno. Dia bisa bertemu Sukarno tanpa protokol.

Tanpa mengetahui apa yang terjadi di Jakarta, rombongan duta besar berangkat menuju Bandung. Setelah check in di Hotel Savoy Homann, seorang warga negara Jepang yang tinggal di Bandung memberitahu Saito bahwa telah terjadi kudeta di Jakarta. Saito segera berangkat ke Jakarta. Tengah malam dia sampai di Jakarta dan baru mendapat informasi lengkap dari stafnya.

Menurut Aiko Kurasawa, profesor emeritus Universitas Keio, Jepang, pada waktu itu, sudah lewat 24 jam setelah peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S). Cukup mengherankan seorang duta besar tidak mengetahui kejadian yang begitu penting dalam waktu cukup lama. “Tetapi melihat perkembangan yang begitu cepat dan sebelumnya informasi yang beredar simpang siur, maka dapat dimaklumi tindakan sang duta besar,” kata Aiko dalam seminar di Pusat Penelitian Politik LIPI, Jakarta (17/9).

Selama peristiwa itu, walaupun Kedutaan Jepang tanpa duta besar, mereka tetap mengirim telegram ke Departemen Luar Negeri di Tokyo. Dalam telegram 1 Oktober 1965pukul 12.00 siang tanggal disebut bahwa Letnan Kolonel Untung, komandan batalion Tjakrabirawa, mengambil tindakan untuk mencegah rencana kudeta oleh Angkatan Darat. Tetapi, dalam telegram yang dikirim pada jam 20.50, disebutkan bahwa peristiwa ini sebenarnya direncanakan Partai Komunis Indonesia dan penjelasan pihak Dewan Revolusi bahwa mereka mengambil tindakan untuk mencegah kudeta oleh jenderal-jenderal itu hanya dalih belaka. Laporan ini berdasarkan informasi “sumber khusus” kedutaan. Laporan ini juga menambahkan analisis bahwa “tidak mungkin presiden bisa merebut kembali kekuasaan sebelumnya” dan “ada kemungkinan terjadi civil war.”

Sementara itu, Perdana Menteri Jepang Eisaku Sato dalam catatan hariannya tanggal 2 Oktober 1965 menulis: “Sejak kemarin tidak ada lagi informasi tentang kudeta, dan kita tidak bisa menangkap situasinya. Tentu ini adalah clash antara kiri dan kanan, tetapi tidak begitu jelas pihak yang mana yang menyerang dulu.”

Pada masa awal peristiwa G30S, kebanyakan politisi dalam pemerintahan Jepang bersimpati kepada Sukarno dan berharap dia dapat mengendalikan keadaan. Perdana Menteri Sato mengirim pesan kepada Sukarno mengucupkan “rasa syukur atas keselamatan Presiden”, mengikuti pesan yang telah disampaikan sebelumnya oleh Tiongkok, Pakistan, dan Filipina.

Pesan itu langsung disampaikan oleh Duta Besar Saito pada 12 Oktober 1965. Kalimat pesannya: “Di Jepang ada pribahasa ‘sesudah hujan tanah menjadi lebih keras lagi.’ Seperti itu kami mengharapkan agar Bapak Presiden mengatasi kesulitan yang dihadapi sekarang dan basis negara RI akan menjadi lebih kuat lagi.”

“Sementara negara-negara barat tidak ada yang menyampaikan pernyataan demikian,” ujar Aiko.

Pada saat itu, pemerintah Jepang merasa perlu membantu ekonomi Indonesia dan memikirkan kemungkinan memberi bantuan pangan dan sandang senilai 2 miliar yen. Tetapi, tidak jelas bantuan tersebut ditujukan kepada Sukarno atau kepada Angkatan Darat. Bantuan sebesar itu pasti memperkuat salah satu pihak yang terlibat dalam perimbangan kekuatan. Karena sandang dan pangan kebutuhan rakyat dan tidak bersifat politik atau militer, pemerintah Jepang agak naïf dan tidak memikirkan hal itu. “Hal itu sangat berbeda dengan Amerika Serikat yang selalu berhati-hati agar bantuan mereka tidak jatuh ke tangan Sukarno,” kata Aiko.

Duta Besar Saito bertemu Sukarno pada 11 November dan terkejut mendengar ucapan Sukarno yang menghina CIA dengan mengatakan CIA membiayai propaganda pro-Amerika dengan memakai dana Rp 150 juta. “Saito kecewa sikap Sukarno yang tidak mau memahami kenyataan dan memutuskan dia tidak bisa membela Sukarno lagi,” kata Aiko.

Saito menilai Sukarno terlalu dini membuat kesimpulan kepada Amerika Serikat. Cara pandang Sukarno terhadap Amerika Serikat secara tak langsung berpengaruh kepada sikap politik Jepang terhadap Sukarno. Terlebih karena Jepang kongsi Amerika Serikat.

Sejalan dengan keputusan Saito, pemerintah Jepang juga mulai mengambil sikap demikian. Padahal, Perdana Menteri Sato pernah menyatakan kepada Menteri Listrik Setiadi Reksoprodjo ketika bertugas ke Jepang, tentang kemungkinan Jepang memberikan suaka kepada Sukarno.

Menurut Saito, Adam Malik juga pernah meminta kepadanya agar jangan memberi bantuan sebelum ada perubahan pemerintahan. Karena itu, kemungkinan besar Jepang tidak memberi bantuan apa-apa sebelum Maret 1966.

Pada awal Desember 1965, Adam Malik sendiri menerima dana sebesar Rp50 juta dari Kedutaan Besar Amerika Serikat, melalui Shigetada Nishijima. Pada masa pendudukan Jepang, Nishijima menjadi staf di kantor Angkatan Laut Jepang di bawah pimpinan Laksamana Maeda dan mempunyai hubungan erat dengan para pemuda termasuk Adam Malik. Adam Malik menyerahkan dana tersebut kepada Kesatuan Aksi Pengganyangan Gerakan 30 September (KAP-Gestapu) yang didirikannya bersama Soeharto dan Hamengku Buwono IX. Cerita ini baru dibongkar oleh McAvoy, mantan diplomat Kedutaan Besar Amerika Serikat yang menyerahkan dana tersebut kepada Nishijima. Nishijima sendiri belum pernah mengakuinya, namun dugaan tersebut telah beredar di kalangan komunitas Jepang di Jakarta. KAP-Gestapu diketuai oleh Subchan ZE dan Harry Tjan Silalahi.

Selain dana dari Nishijima, menurut pengakuan Dewi Sukarno kepada Aiko Kurasawa, juga ada uang yang diberikan kepada Sofyan Wanandi (Liem Bian Koen) atas keputusan pribadi Perdana Menteri Sato. Dana ini untuk mendukung Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAMI). KAP-Gestapu dan KAMI adalah gerakan anti-komunis yang menuntut pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya, perombakan kabinet Dwikora, dan turunkan harga sandang-pangan.

Pada 23 Desember 1965, Duta Besar Saito bertemu dengan Sukarno dan memberikan kredit sebesar $6 juta untuk membeli kain untuk hari raya Idulfitri. Nishijima menyampaikan keberatan kepada duta besar. “Dan Duta Besar mengakui bahwa dia telah merelakan ini karena terbawa perasaan kasihan (simpati) kepada Sukarno yang terkait dengan hubungan pribadi,” kata Aiko.

Pemerintah Jepang, yang semula bersimpati kepada Sukarno, kemudian realistis dan mengharapkan adanya rezim baru yang lebih memihak barat dan berorientasi kepada pembangunan ekonomi dengan menerima modal asing. Begitu kebijakan dasar pembangunan di Indonesia berubah, pemerintah Jepang segera mengambil prakarsa membantu Soeharto membangun Orde Baru dan akhirnya menjadi donatur terbesar rezim Soeharto. Di belakang itu, terdapat keinginan kalangan bisnis Jepang yang dari dulu sudah berminat menanamkan modal di Indonesia. Sejak itu, politik luar negeri Jepang terhadap Indonesia lebih cenderung mengutamakan dagang ketimbang politik.

  ● Historia  

Tidak Cukup ‘Merdeka Atau Mati’: Kepentingan Bersama vs Musuh Bersama

Tidak Cukup ‘Merdeka Atau Mati’: Kepentingan Bersama vs Musuh Bersama Jakarta Tujuh dekade silam, slogan ‘Merdeka atau Mati’ dikumandangkan di seluruh penjuru tanah air. Slogan itu menjadi pemersatu dan pembakar semangat para pejuang kemerdekaan. Saat itu, konsep nasionalisme didefinisikan secara sederhana. Yang melawan kolonial adalah pejuang dan bila gugur, disebut pahlawan. Sebaliknya, bila enggan bergabung dengan pejuang, maka ia pengkhianat. Konsep nasionalisme mudah didefinisikan karena Indonesia memiliki musuh bersama, yaitu penjajah.

Pasca kemerdekaan, meski masih ada ancaman, tapi pejuang Indonesia berhasil mempertahankan kemerdekaandengan slogan yang sama. Selain itu, peristiwa-peristiwa pemberontakan dan separatisme bersenjata juga menjadiujian penting keutuhan NKRI. Tetapi patut disyukuri, semangat persatuan dan kesatuan serta jiwa kepahlawanan, membuat bangsa Indonesia dapat berdiri tegak hingga kini.

Dalam perjalanannya, tidak sedikit yang meyakini bahwa saat ini telah terjadi pergeseran nilai, yang menggerus karakter bangsa Indonesia yang unggul tersebut. Di tengah hiruk pikuknya globalisasi dan meluasnya pengaruh teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dewasa ini, terdapat sebuah tren yang dianggap mengkhawatirkan, yaitu lunturnya nilai-nilai nasionalisme, patriotisme, serta persatuan dan kesatuan bangsa dalam diri generasi muda kita.

Beberapa alasan yang diangkat cukup kuat.

• Pertama, arus globalisasi dan pesatnya kemajuan TIK diyakini sebagai faktor utama yang melatarbelakangi berkurangnya nasionalisme. Generasi muda Indonesia saat inidianggap lebih akrab dengan budaya dan produk asing dibandingkan dengan yang dimiliki oleh bangsanya sendiri. Tidak semua, tapi cukup banyak dari mereka yang menilai bahwa film-film Hollywood lebih menarik dibandingkan sinema lokal; musik K-pop lebih ‘gaul’ dibandingkan dangdut; koleksi busana Paris lebih keren dibandingkan batik atau tenun; pizza dan cheese burger lebih enak dibandingkan nasi Padang dan soto Betawi; bahasa Inggris lebih berkelas dibandingkan bahasa Indonesia; serta voting, yang menekankan menang dan kalah, lebih relevan dibandingkan musyawarah untuk mufakat.

Dunia yang semakin terbuka, sekaligus terintegrasi dan terhubung tentu telah menghadirkan kecenderungan bagi masyarakatnya untuk saling berbagi dan meniru satu sama lain. Sayangnya semakin hari kita semakin sulit untuk menarik garis lurus antara mana yang baik untuk diadopsi dan mana yangtidak sesuai dengan nilai-nilai dan karakter bangsa kita. Sesungguhnya tidak ada yang perlu dirisaukan jika kita dapat mengambil berbagai hal positif dan keunggulan yang dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Yang harus dihindari adalah sikap yang terlalu mengagungkan segala sesuatu yang berlaku di negara tertentu, kemudian secara membabi buta berupaya mengimpornya dengan keyakinan bahwa hal-hal tersebut pasti benar dan pasti cocok bagi Indonesia. Di samping itu, jangan sampai sikap tersebut menghilangkan kecintaan dan kebanggaan kita terhadap nilai-nilai, khazanah, keunggulan, dan keunikan lokal, yang belum tentu dimiliki oleh bangsa dan negara lain.

• Kedua, tanpa disadari generasi muda kita saat ini telah menjadi generasi ‘instan’. Sebelum ada internet dan smartphone, untuk dapat mempelajarisuatu materi tertentu, seorang mahasiswa paling tidak harus menyiapkan waktu sekitar 4 jam untuk melakukan tiga hal, yaitu: datang ke kampus, mengikuti kelas, dan mencari tiga sampai lima judul buku atau jurnal yang relevan di perpustakaan. Kini, siapapun, kapanpun, dan dimanapun, dalam hitungan detik dapat mencari ratusan bahkan ribuan literatur yang saling berkaitan sebagai referensi dalam studi atau penelitian. Ini hanya salah satu ilustrasi betapa teknologi telah mengubah kehidupan dan perilaku kita sehari-hari. Di satu sisi dapat dikatakan bahwa segala bentuk aktivitas manusia menjadi jauh lebih cepat dan sederhana. Namun di sisi lain, itu semua dapat melahirkan individu-individu yang ingin serba instan, termasuk dalam upaya meraih harta dan kekuasaan.

Mereka juga sangat berpotensi menjadi generasi yang kurang sabar, kurang tangguh dan mudah menyerah dalam menghadapi persoalan. Contoh yang sangat sederhana dalam keseharian kita, ketika dalam situasi tertentu terjadi gangguan terhadap jaringan seluler dan internet, sesaat itu juga kita panik.

Bagi masyarakat yang profesi dan kehidupannya menjadi semakin efektif dan efisien karena ‘dimanjakan’ oleh berbagai fitur TIK, maka sepuluh menit saja tanpa koneksi akan terasa sangat lama. Lebih buruk, seolah-olah mereka tidak dapat mengerjakan apapun sebelum kembali terhubung melalui handphone, email, maupun media sosial. Situasi semacam ini tentu tidak asing, terlebih masyarakat kita termasuk pengguna media sosial paling aktif di dunia. Tren tersebut menarik untuk kita cermati, karena kita berharap bahwa walaupun masyarakat Indonesia semakin modern ke depan, tetapi tetap dapat mengapresiasi pentingnya proses dalam sebuah pencapaian. Dan dalam setiap proses, tidak semuanya ideal dan sesuai ekspektasi, pasti ada jatuh bangunnya. Oleh karena itu, dibutuhkan ketabahan dan ketangguhan, serta nilai-nilai patriotisme lainnya dalam diri kita.

• Ketiga, anatomi masyarakat yang heterogen, ditambah absennya musuh bersama, dianggap menjadi faktor rentannya keutuhan NKRI. Walaupun semangat persatuan dan kesatuan dalam kemajemukan telah menjadi komitmen bangsa sejak Sumpah Pemuda 1928, dua realitas di atas memang telah menghadirkan gesekan-gesekan sosial, bahkan konflik komunal di tengah-tengah kita. Yang menyedihkan adalah, baik gesekan sosial maupun konflik komunal, seringkali diprakarsai oleh generasi muda kita, yang seharusnya bersatu, memusatkan energi dan pikiran-pikiran terbaiknya untuk memajukan Indonesia.

Tentu kita tidak dapat mengubah keberagaman yang ada. Kita juga tidak menginginkan hadirnya musuh bersama yang setiap saat mengancam kedaulatan dan keselamatan bangsa, seperti Korea Utara bagi Korea Selatan, atau Israel bagi Palestina. Memang tidak ada yang lebih efektif dari konsep musuh bersama. Bukti sederhana adalah ketika tim Garuda Muda melawan tim Korea Selatan, juara bertahan sepak bola Asia. Seluruh rakyat Indonesia dimanapun berada, apapun profesi dan afiliasi politiknya, tidak hanya menyaksikan laga tersebut, tapi juga menyatukan energi dalam teriakan dan doa untuk kemenangan bersama. Dapat dibayangkan jika situasi di lapangan hijau tersebut diekstrapolasi ke dalam konteks perang antar negara. Namun sebagai bangsa yang cinta damai, hasrat Indonesia tentu pada upaya menciptakan stabilitas di kawasan, dan bukan sebaliknya, menciptakan musuh di kawasan.

Yang harus kita kedepankan dalam rangka menjaga persatuan dan kesatuan bangsa tersebut bukanlah musuh bersama (common enemy), melainkan kepentingan bersama (common interest). NKRI yang berdaulat adalah harga mati. Tapi kini kepentingan bersama kita lebih dari sekedar mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara. Kita ingin menjadi bangsa yang memenangkan kompetisi global di abad 21 dan seterusnya, yang dipastikan semakin sengit dan kompleks. Dengan jumlah penduduk dunia yang semakin besar, maka pangan, air, minyak bumi, dan sumber daya alam lain yang tak terbarukan, menjadi sumber kompetisi masa depan. Kegagalan mengelola kompetisi tersebut, dapat berakibat pada konflik, bahkan perang antara negara-negara di dunia. Dan ketika itu semua terjadi, tentu kita tidak ingin berada di pihak yang kalah. Artinya kini slogan ‘Merdeka atau Mati’ saja tidak cukup untuk menjamin kepentingan nasional kita. Kita perlu mencari slogan-slogan baru, dengan semangat yang sama, sebagai pemersatu kita.

Jika generasi penerus bangsa dapat terus bersatu dan menggelorakan semangat pantang menyerah dalam upaya besar menjawab tantangan dan memenangkan kompetisi di abad 21, maka sesungguhnya itu semua merupakan bentuk pertanggungjawaban kita terhadap setiap tetes keringat, darah dan air mata para pendahulu demi tegaknya merah putih. Kurang bijak jika kita hanya menyalahkan generasi muda kita dan mengambinghitamkan globalisasi dan kemajuan teknologi sebagai faktor pelemah nasionalisme bangsa. Bagaimanapun, mereka adalah junior kita, anak-anak kita sendiri. Justru tanggung jawab kita bersama untuk dapat terus menanamkan nilai-nilai nasionalisme, patriotisme, serta persatuan dan kesatuan bangsa melalui cara-cara yang lebih populer. Ketika indoktrinasi secara konvensional tidak lagi efektif, maka kita harus mencari pendekatan lainnya. Dengan means dan ways yang tepat, kita dapat lebih mendekatkan definisi ketiga nilai tersebut kepada generasi muda kita, untuk dapat dimanifestasikan di dalam era yang semakin modern.

Agus Harimurti Yudhoyono, Alumnus Akademi Militer 2000 dan Universitas Harvard


  Jurnas  

OMSP TNI-AU di Filipina

Sejak Selasa, (19/11) crew (awak) Pesawat Hercules C-130 TNI AU dengan tail number A-1323 melakukan distribusi bantuan sosial dari pemerintah Indonesia ke daerah terdekat di Tacloban, Filipina. Untuk itu Pesawat Hercules telah melaksanakan kegiatan penerbangan sebanyak 2 sortie ke daerah bencana tersebut.

(photo: crew hercules TNI-AU)

Berdasarkan informasi crew Pesawat Hercules C-130 dengan PIC (Pilot in Command) Mayor Pnb Puguh Yuliono, memutuskan untuk berangkat lebih pagi karena banyaknya traffic pesawat dari negara lain yang melaksanakan misi pengiriman bantuan. Sortie pertama A-1323 take off dari Mactan Air Base, Cebu pada pukul 07.10, membawa bahan makanan seberat 11.225 kilogram dan 23 pengungsi serta 24 wartawan.

Menurut Mayor Pnb Puguh Yuliono, kendala di daerah bencana selain keterbatasan makanan, tempat tinggal warga juga tidak layak, karena tinggal di bangunan-bangunan bekas bencana yang rentan untuk roboh. Selain itu, dalam segi penerbangan disebabkan keterbatasan appron yang tersedia, maka setelah unloading, crew Hercules harus segera kembali lagi ke Cebu dengan membawa 94 pengungsi serta 6 personel militer ke Cebu.

Ditambahkan, pada sortie kedua crew Hercules berangkat dari Mactan pukul 13.23 membawa sekitar 14.528 kilogram bahan makanan beserta 8 orang wartawan dan seorang personel militer. Tidak berbeda dengan sortie sebelumnya, pada sortie kedua crew Hercules juga harus segera kembali ke Cebu dengan mengangkut 95 pengungsi dan 15 personil militer. Pada pukul 15.15 waktu setempat Pesawat Hercules berhasil mendarat di Mactan dengan aman.

Pada hari keempat, Rabu (20/11) crew (awak) Pesawat Hercules C-130 TNI AU dengan tail number A-1323 selain melakukan distribusi bantuan sosial di Tacloban juga menjangkau Bandara Ilo Ilo, Filipina untuk distribusi bahan makanan.

(photo: crew hercules TNI-AU)

Mayor Pnb Puguh Yuliono sebagai PIC (Pilot in Command), menyatakan pada hari keempat telah 2 sortie penerbangan yang dilakukan yang meliputi 1 sortie ke Roxas dan 1 sortie ke Ilo ilo. “Pada sortie pertama, penerbangan berjalan lancar yaitu dari Mactan ke Roxas berangkat pada pukul 00.16 membawa 15.000 kilogram bahan makanan dan 8 wartawan. Setelah unloading di Roxas, crew kembalii ke Mactan melaksanakan sortie berikutnya”, ujarnya. Ditambahkan setiba di Mactan, crew menyiapkan sortie selanjutnya ke Ilo ilo sebagai penerbangan pertama Hercules ke bandara tersebut dengan membawa 15.000 kilogram bahan makanan dan 7 wartawan. Setelah loading, crew melaksanakan penerbangan ke Ilo ilo pukul 12.00 dan sampai pada pukul 04.37 UTC. Selanjutnya setelah crew melaksanakan unloading, kembali ke Cebu dan mendarat pada pukul 06.30 UTC atau 14.30 waktu Filipina dengan aman.(Pentak Lanud Halim PK)

  ● ARC  

Jumat, 22 November 2013

Lembaga Sandi Akui Kedutaan Besar RI di Beberapa Negara Disadap

  Alat sadap ditemukan di sejumlah KBRI. Pemerintah telah memprotes.  

Lembaga Sandi Negara mengakui ada indikasi penyadapan di beberapa kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di luar negeri.

Mereka pun selalu melaporkan upaya penyadapan itu kepada tim terpadu dan tim kepresidenan, namun tidak disampaikan ke publik karena persoalan intelijen bersifat rahasia.

“Indikasi penyadapan selalu ada. Hanya kami tidak bisa pastikan siapa yang memasang alat sadap itu,” kata Kepala Lemsaneg Mayor Jenderal TNI Djoko Setiadi di Jakarta, Jumat 22 November 2013. Menurutnya, alat sadap yang ditemukan di sejumlah KBRI itu tidak bermerek sehingga tidak diketahui pihak mana yang membuat produk tersebut.

Itulah yang membuat Lemsaneg sulit mengetahui pihak mana yang bertanggung jawab dalam mencuri informasi di KBRI beberapa negara. “Seratus persen kami tidak tahu siapa yang pasang alat sadap. Setelah kami telusuri tidak ada ciri-ciri khusus pada alat itu,” kata dia.

Untuk diketahui, di ruang kerja Duta Besar RI di Canberra Australia dan di Washington DC Amerika Serikat pernah ditemukan alat sadap. Pemerintah Indonesia bahkan telah melayangkan protes.

Namun kedua negara terkait tidak mengakui. Alat yang dipasang di KBRI itu disebut pemerintah masing-masing negara sebagai bagian dari upaya membantu Indonesia aman dari ancaman terorisme.

Saat ini hubungan Australia dan Indonesia memburuk paska terkuaknya penyadapan Badan Intelijen Australia (DSD) terhadap Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, istri, dan para pejabatnya.

Indonesia menghentikan kerjasama militer dan intelijen dengan Australia untuk sementara waktu sampai pemerintah Australia memberikan penjelasan resmi atas aksi spionase itu.

 Benda-benda Ini Ketahuan Disamarkan Jadi Alat Sadap di KBRI  

Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) juga bertugas melakukan pengecekan dan penyisiran di semua KBRI di dunia.

Hasilnya, banyak alat sadap yang tersembunyi di KBRI. Beberapa di antaranya melalui alat ini.

Hal ini diungkapkan oleh Kepala Lemsaneg Mayjen TNI Djoko Setiadi dalam acara coffee morning bersama pemimpin redaksi dan redaktur media nasional di kantor Lemsaneg, Jalan Harsono RM, Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Jumat (22/11/2013). Djoko enggan mengungkapkan KBRI di negara mana saja, namun lembaganya, termasuk dia sendiri pernah menemukan alat sadap tersamar.

"Kami bersama BIN dan Kemlu memiliki tim terpadu yang bertugas keliling perwakilan kita di seluruh dunia, untuk mengecek apakah ditemukan alat penyadap tadi," jelas Djoko.

"Namun kita tidak bisa memastikan siapa yang menaruhnya," imbuhnya.

Ternyata tim terpadu itu menemukan banyak KBRI dipasangi alat sadap tersamar dan tersembunyi seperti yang dijelaskan Djoko berikut ini:

1. Alarm Kebakaran


"Ada alat untuk alarm kebakaran, ternyata setelah kita cek, ada kabel yang tersambung dengan jaringan line telepon di kediaman Pak Dubes, itu sekitar tahun 2004-2005," kata Djoko.

2. Plafon Ruang Dubes


Saat itu, Djoko sendiri yang hendak memeriksa ruang kerja dubes. Sang dubes sempat mengatakan bahwa negara tempatnya bertugas adalah sahabat Indonesia. "Yakinlah, tidak ada alat-alat itu," kata Djoko menirukan dubes itu.

Kenyataannya, alat sadap itu ditemukan di atas plafon ruangan sang dubes. "Di atas meja Pak Dubes, di atas plafon, kita gergaji ada alat sadap. Lagi-lagi kita tidak tahu, siapa yang memasang," tuturnya.

Di KBRI lain lagi, Lemsaneg bahkan pernah menemukan transmitter atau alat-alat sadap ini dicor langsung di plafon ruang rapat KBRI. "Di plafon ada metal-metal begitu, ternyata setelah kita cek, 100 persen itu transmitter, dicor langsung di ruang rapat," tuturnya.

3. Handle Pintu


Lemsaneg juga pernah menemukan ada alat penyadap di handle pintu dubes.

4. Saklar Listrik


Lemsaneg juga menyebutkan saklar listrik di antara ruangan dubes pernah didapati dipasangi alat penyadap.

5. Serbuk Misterius


Ini bukan alat untuk menyamarkan alat sadap, melainkan dicurigai menjadi modus memasang alat sadap di KBRI. Pernah di satu KBRI, ada serbuk misterius yang dikirimkan. Seluruh personel KBRI disuruh keluar, termasuk Atase Pertahanan. Sebagai gantinya, polisi dan tentara negara di KBRI itu masuk untuk menyisir.

"Kita bukan sok menuduh, tapi mungkin saja ketika itu justru dimanfaatkan mereka untuk memasang alat-alat (sadap) yang mereka inginkan. Dan bubuk ini bisa dikondisikan," kata Djoko.

  Vivanews | detik  

Latihan Bersama “GARUDA SHAKTI” Antara Kostrad dan AD India

Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) dan Indian Army Battalion 9 Madras melaksanakan Latihan Bersama (Latma), dengan nama latihan “Execise Garuda Shakti-II/2013”, yang dibuka oleh Panglima Divisi Infanteri-1 Kostrad Mayjen TNI Daniel Ambat, di Markas Divisi Infanteri 1 Kostrad, Cilodong, Depok, Senin (18/11).

Latma Execise Garuda Shakti-II dilaksanakan dari tanggal 18 sampai tanggal 29 November 2013, dengan lokasi daerah latihan di Cilodong dan daerah latihan Kostrad Gunung Sanggabuana, Karawang, Jawa Barat.

Latihan Bersama India ini merupakan Latihan Bersama antara 2 (dua) negara dan merupakan wujud kerjasama internasional, dilaksanakan setiap tahun secara bergantian, bertujuan untuk menjalin dan meningkatkan hubungan kerjasama antara TNI-AD dengan Army Battalion 9 Madras.

Adapun materi Latma Execise Garuda Shakti-II ini antara lain Latihan silang Cross Training (PJD), Latihan taktis dengan pasukan Infanteri mekanis dalam OLI (FTX), Sedangkan personel yang dilibatkan dalam latihan bersama ini sejumlah personel terdiri dari kostrad 40 personel yang dipimpin Mayor Inf Habib Mahfud Koamandan Batalyon Infanteri 321 Kostrad dan Angkatan Darat India 40 personel dipimpin oleh Mayor Polaki Srinivas.

Pangdivif 1 Kostrad mengatakan, melalui latihan bersama Execise Garuda Shakti-II, prajurit kedua negara dapat mengembangkan kemampuan taktik yang dimiliki, dihadapkan dengan medan yang sebenarnya, sehingga dapat menunjang pencapaian keberhasilan latihan bersama Execise Garuda Shakti-II 2013.

Pangdivif 1 Kostrad berharap peserta latihan dapat meningkatkan persahabatan dan kerja sama serta meningkatkan profesionalitas keprajuritan sehingga tujuan latihan dapat tercapai secara optimal.

Disamping itu, Pangdivif 1 kostrad juga berharap seluruh kegiatan Latihan Bersama dapat berjalan sesuai dengan sasaran yang dikehendaki, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh para Prajurit, satuan dan Angkatan Darat kedua negara.

  Kostrad  

Negosiasi Pembelian Kapal Selam Rusia oleh RI Target Penyadapan?

 Agustus 2009 ketika SBY disadap, adalah saat krusial dalam negosiasi. 

Ketegangan diplomatik masih menyelimuti Jakarta-Canberra menyusul terungkapnya aksi penyadapan Australia terhadap Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabatnya. Dalam salah satu dokumen yang dibocorkan Edward Snowden, Badan Intelijen Australia (DSD) menyadap SBY pada Agustus 2009.

Apa sebenarnya yang diincar Australia pada periode Agustus 2009 itu? Mantan Duta Besar RI untuk Rusia, Hamid Awaluddin, menduga rencana RI membeli kapal selam Rusia ikut menjadi target penyadapan. Pasalnya, tarik-ulur atau negosiasi seputar jadi-tidaknya Indonesia membeli kapal selam Rusia terjadi pada Agustus 2009.

“Teknologi kapal selam yang saat itu hendak dibeli Indonesia dari Rusia sungguh dahsyat. RI berencana membeli dua kapal selam. Kalau jadi, (Australia) tentu takut sama kita,” kata Hamid kepada VIVAnews, Jumat 22 November 2013.

Sejumlah pejabat RI yang ketika itu disadap oleh Australia, diyakini Hamid ada kaitannya dengan rencana pembelian kapal selam Rusia itu. “Sofyan Djalil saat itu Menteri Negara BUMN, Sri Mulyani Indrawati saat itu Menteri Koordinator Perekonomian. Mereka terkait dengan aspek ekonomi negosiasi itu (kapal selam), yakni pembiayaan. Ada anggarannya atau tidak,” kata Hamid.

Penyadapan terhadap Sofyan Djalil juga terkait dengan dana BUMN untuk membangun dermaga kapal selam tersebut. Sementara Dino Patti Djalal yang juga disadap ketika itu merupakan Juru Bicara Presiden Bidang Luar Negeri. Komunikasi-komunikasi dari pihak asing sangat mungkin masuk melalui Dino.

Pada akhirnya, kata Hamid, Indonesia batal membeli kapal selam Rusia karena alasan keterbatasan biaya. RI akhirnya lebih memilih membeli kapal selam Korea Selatan.

Untuk diketahui, Rusia pada tahun 2012 memiliki 60 kapal selam bertenaga nuklir dengan teknologi canggih. Meskipun pembelian kapal selam dari Rusia batal dilakukan pada tahun 2009 itu, kini Rusia kembali menawarkan 10 unit kapal selamnya kepada Indonesia.

“Ada tawaran kapal selam dari Rusia. Mereka membuka kesempatan karena kedekatan Indonesia dengan Rusia,” kata Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, 17 Agustus 2013.

 Jakarta-Moskow tingkatkan kerjasama 

Dalam kunjungannya ke parlemen Indonesia Kamis kemarin, 21 November 2013, parlemen Rusia menyepakati peningkatan kerjasama dengan Indonesia, termasuk dalam teknologi sadap dan antisadap.

Selain bertemu pimpinan parlemen Rusia, DPR juga melakukan pertemuan selama hampir 4 jam dengan Duta Besar Rusia untuk RI. “Saya gembira Rusia mendukung Indonesia. Kami sudah berbicara langsung (soal peningkatan kemitraan),” kata Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso.

DPR mengingatkan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang menjadi target penyadapan Australia, untuk tidak terlena dengan kerjasama dengan pemerintah AS. “Indonesia juga harus meningkatkan kerjasama dengan negara lain, termasuk Rusia,” kata Priyo.(umi)

  Vivanews 

Kemhan Dukung Alih Teknologi Fuze dari Bulgaria

Malang - Kementerian Pertahanan mendukung kemungkinan alih teknologi pembuatan fuze atau komponen pemicu bom dari Armaco JSC Bulgaria sebagai upaya menuju kemandirian industri pertahanan dalam negeri.

"Kita memang menuju kepada kemandirian alat utama sistem senjata (Alutsista), tetapi prosesnya bertahap. Pada saat kita belum mampu, kita melakukan kerja sama dengan luar negeri," kata Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin yang juga Ketua High Level Committe (HLC) usai meninjau kesiapan pabrik bom PT Sari Bahari di Malang, Jawa Timur, Jumat.

Menurut dia, kerja sama dengan luar negeri harus ada kesetaraan dan kemitraan untuk mendapatkan satu alih teknologi tentang pengembangan fuze ini.

"Ini dilakukan secara bertahap dengan target suatu saat kita bangun pabrik fuze di Indonesia. Ini dilakukan agar industri pertahanan dalam negeri bisa mandiri tanpa ketergantungan negara asing," tuturya.

Menurut dia, meski Indonesia belum memiliki pabrik pembuat fuze, namun Indonesia memiliki pabrik pembuat bom, PT Sari Bahari, dimana satu-satunya yang ada di Asia Tenggara.

Bom yang telah diproduksi oleh PT Sari Bahari dan PT Dahana selaku tempat pengisian bahan peledaknya, antara lain, bom asap, bom P-100 L yang diperuntukan untuk pesawat tempur Sukhoi TNI AU, roket untuk pesawat Super Tucano dan lainnya.

"Kami koneksikan dengan PT Sari Bahari dengan PT Dahana. Ini menunjukan kemampuan industri pertahanan kita sudah memiliki infrastruktur termasuk amunisi untuk mendukung kemandirian alutsista TNI," kata Sjafrie.

Di tempat yang sama, Presiden Direktur PT Sari Bahari Ricky Egam mengatakan, pihaknya akan berusaha untuk bisa berkembang dengan pesat, meskipun ada beberapa kendala yang dihadapinya.

Kendala itu, kata dia, belum adanya pembuat fuze di Indonesia sehingga mengharuskan pihaknya mengimpor dari Bulgaria.

"Sebenarnya pihak Armaco, Bulgaria setuju untuk menjalin kerja sama untuk PT Sari Bahari untuk alih teknologi pembuatan fuze. Namun, pihak Armaco meminta sebelum ada kesepakatan, PT Sari Bahari harus membeli fuze sebanyak 1.500 pcs. Kami minta pemerintah untuk mendukung masalah ini," katanya.

 Pabrik Bom Siap Operasional Untuk Mendukung Modernisasi Peralatan Militer

Wakil Menteri Pertahanan, mengatakan Pabrik Bom yang ada di Indonesia telah siap beroperasional dalam rangka mendukung modernisasi peralatan TNI baik untuk kebutuhan latihan ataupun tugas-tugas mengamankan kedaulatan.

“kita pastikan industri dalam negeri makin bangkit dan kuat khususnya pabrik produksi bom siap operasional untuk mendukung modernisasi peralatan militer,” Ungkap Wamenhan.

Demikian diungkapkan Wamenhan, Sjafrie Sjamsoeddin, Jumat (22/11) saat meninjau secara langsung proses pembuatan bom latih P-100 di kompleks Pabrik milik PT. Sari Bahari, Malang, Jawa Timur.

Saat peninjauan, Wamenhan mengatakan industri bom seperti PT. Sari Bahari dalam proses perkembangan yang mengarah kepada kesiapan operasional mendukung modernisasi peralatan, selain memiliki peluang yang besar, namun juga terdapat tantangan yang harus dihadapi.

Mengenai peluang Wamenhan mengatakan penggunaan bom akan tetap diperlukan selama masih tersedianya senjata. Disamping itu pihak pemerintah juga memberikan peluang seluas-luasnya berjalan secara berkelanjutan pada setiap sistem yang melintas dari rencana strategis (Renstra) setiap lima tahun.

Sedangkan terkait dengan tantangan yang akan dihadapi, menurut Wamenhan akan menyangkut dengan keandalan dari suatu sistem persenjataan yang didukung oleh kemandirian industri pertahanannya.

Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat beberapa faktor penting yang akan bisa menopang peluang yang diberikan dari pemerintah, dan perlu diperhatikan dalam menjawab tantangan yang akan dihadapi.

Diantaranya dijelaskan Wamenhan, agar kualitas produksi bisa terus meningkat dan berkembang perlu juga meningkatkan factor Skill Level dalam wujud kesejahteraan, Selain itu diperlukan atensi terhadap perkembangan infrastruktur pabrik yang akan menunjang target industri strategis.

Wamenhan juga menghimbau dari sisi legitimasi kelayakan produksi sebagai bagian dari pada industri pertahanan juga perlu diawasi. Terkait faktor legitimasi kelayakan produksi industri harus berinteraksi dengan pihak regulator dan pengguna, karena disini memiliki kepentingan untuk mendapatkan otentikasi kelayakan operasional. Sehingga hal itulah yang menjadi pegangan untuk terus meningkat dan menjadi justifikasi apabila ingin masuk kedalam lingkup eksport regional.

  Antara  | Kemhan 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...