Selasa, 06 Maret 2012

Peristiwa Cikini

☆ Peristiwa Cikini (Beragam versi)

Soekarno (Foto penasoekarno)

Saat itu Sabtu, 30 November 1957, Perguruan Cikini sedang merayakan Ulang Tahun ke 15. Berbagai acara digelar untuk merayakannya, salah satunya adalah kegiatan bazaar amal yang bertujuan mengumpulkan dana. Bazaar ini selain dihadiri oleh para murid, guru dan karyawan sekolah juga dihadiri oleh para orangtua murid. Salah satu orangtua murid yang hadir adalah Bung Karno, Presiden Republik Indonesia pertama. Ir. Soekarno hadir sebagai orangtua dari Guntur, Megawati, Rahmawati, Sukmawati dan Guruh.

Pesta sekolah SR Tjikini termasuk meriah masa itu, beberapa hari sebelumnya telah ramai dibicarakan murid-murid dan penduduk sekitarnya. Publikasi gencar yang dilakukan panitia penyelenggara membuat semua orang ingin datang, termasuk Ibu Ani dan kedua anaknya. Berita kedatangan Bung Karno menarik perhatian, termasuk penduduk sekitar sekolah. Mereka datang berbondong-bondong ingin melihat sang proklamator. Salah satunya Mak Ani dan kedua anaknya, Mariani dan Julia.

Walau bukan murid Perguruan Cikini, Mak Ani dan anak-anaknya merasa bangga bisa melihat presiden mereka. Seakan larut dalam pesta ulangtahun SR Tjikini mereka berjejer di pinggir jalan. Mereka terus menunggu sampai Bung Karno keluar sekolah dan bersiap pulang. Hasrat melihat wajah presiden dari dekat membuat ketiga anak beranak ini berdesak mendekat ke rombongan kepresidenan. Saat Bung Karno berhenti dan melambaikan tangan serta tersenyum kearah masa yang mengelilinginya, Mak Ani merasakan itulah senyuman untuk mereka bertiga, kepuasan tersendiri melanda bathinnya.

Saat suasana kebanggaan sedang memenuhi hati dan pikirannya, tiba-tiba saja ledakan keras berbunyi, beberapa kali. Tanah terasa bergetar, tak lama terdengar jeritan di sana-sini, beberapa orang termasuk anak-anak berjatuhan. Mak Ani yang sedang menggendong Julia, adik Mariani, merasakan darah mengalir dari perut anak di pelukannya. Sementara ia mendengar keluhan Mariani yang kesakitan dan memanggil-manggil Mak Ani. Tak lama Mariani jatuh dalam pelukan Mak Ani, ia tak lagi memanggil ibunya dan saat itu Mak Ani sadar bahwa Mariani telah tiada.

Mariani tewas sementara adiknya, Julia, luka parah. Seseorang tak dikenal membantu Mak Ani dan membawa mereka ke RSUP, sekarang RSCM. Malam itu juga Julia ditangani dokter, perutnya dioperasi besar. Mak Ani yang juga luka terus-menerus berdoa memohon kesembuhan Julia sepanjang malam. Tuhan mendengarnya, Julia tidak mengikuti kakaknya. Walaupun kemudian Mak Ani mendapatkan santunan dari pemerintah, namun kepedihan hati karena ditinggal Mariani tak terobati.

Sukarno dan putra-putrinya selamat, akan tetapi dipihak lain terdapat korban jatuh meninggal dunia sekitar 9 orang dan sekitar 100 orang lainnya luka-luka berat. Korban yang terbanyak adalah murid-murid sekolah itu.

Kisah nyata ini merupakan salah satu dari sekian banyak korban berjatuhan akibat usaha pembunuhan Bung Karno di Perguruan Cikini. Walau beliau selamat, namun korban yang berjatuhan cukup banyak dan beritanya menjadi gema di seluruh Indonesia sampai berbulan-bulan.

***

Granat yang dilemparkan Tasrif tak cuma meledakkan halaman depan sekolah Perguruan Cikini di Jl Cikini Raya 76 Jakarta, tapi juga meledakkan amarah Presiden Soekarno. Betapa tidak, hanya beberapa jengkal dari dirinya, ia mesti menyaksikan sembilan anak dan seorang ibu yang tengah hamil merenggang nyawa. Seorang pengawalnya terluka berat dan ia mesti merelakan lengannya tergores kawat berduri saat lari mengamankan diri. Soekarno murka.

Telunjuk segera diedarkan. Mayor Dachyar selaku Komandan Militer Jakarta ketika itu langsung menyodorkan jawaban hanya berselang 3 hari setelah kejadian. Ia menuding percobaan pembunuhan presiden itu buah tangan kelompok teroris yang didesain Kolonel Zulkifli Lubis. Motifnya apalagi kalau bukan perseteruan perwira daerah dan pusat. Zulkifli Lubis dikenal sebagai salah satu dedengkot perwira pro daerah yang berseberangan dengan Nasution.

Menurut keterangan resmi pemerintah tentang Peristiwa Cikini, organisasi Lubis mencerminkan upayanya untuk membangun kelompok para militer yang anti-komunis di Jakarta yang dinamakan Gerakan Anti Komunis (GAK), yang juga anti Nasution dan anti Sukarno.

Ini bukan tuduhan serampangan. Tokoh yang dibidik bukanlah militer ecek-ecek. Zulkifli dikenal sebagai salah satu perwira cerdas – selain Kolonel Bambang Supeno – yang merintis dasar-dasar organisasi intelijen di Indonesia. Jabatan terakhirnya sebelum kabur ke daerah adalah Wakil KSAD. Tak pelak, tuduhan itu membuat Jakarta makin gencar mengganyang PRRI dan Permesta.

Saat itu pemerintahan Soekarno sedang runyam karena ancaman pemberontakan oleh  militer di daerah yang kemudian dikenal dengan PRRI/Permesta. Sementara Wapres Bung Hatta sudah mengundurkan diri. Karena itu akan diadakan dialog Musyawarah Nasional dengan para panglima yang akan memberontak di Sumatera dan Sulawesi di Gedung Bappenas di Jalan Imam Bonjol, Jakarta, untuk mencegah kemarahan mereka.

Tapi rencana dialog tersebut gagal karena saat keluar dari Perguruan Cikini, Presiden Soekarno dibom dengan granat oleh kelompok yang menamakan dirinya Gerakan Anti-Komunis. Pelaku pemboman presiden itu dikoordinir oleh seorang guru dan beberapa anak buahnya yang berasal dari Sumbawa. Di sebelah sekolah itu memang terletak asrama anak Sumbawa.

Peristiwa Cikini tersebut menewaskan 9 orang tewas dan 100 lainnya luka-luka yang kebanyakan anak sekolah. Tapi menarik dari peristiwa tersebut, kontan Kolonel Zulkifli Lubis, pendiri intelijen yang saat itu sedang bersembunyi di Jakarta Barat jadi tertuduh.  Kabar pemboman itu disampaikan anak buahnya Ibrahim Saleh. Zulkifli Lubis saat itu sedang dicari-cari militer karena terlibat usaha pendongkelan KSAD Mayjen AH Nasution bersama temannya Mayor Bratamanggala dan Kemal Idris di Melawai Jakarta, tapi gagal.

Zulkifli sendiri salah seorang yang diundang dalam rencana Musyawarah Nasional. Tapi semuanya berantakan. Zulkifli membantah keterlibatannya dalam Peristiwa Cikini tersebut. Tapi beliau merasa wajar saja dijadikan tertuduh, karena posisinya memang sedang tidak disukai saat itu. Pengadilan kemudian membuktikan Zulkifli tak terlibat. Para terdakwa penggranatan itu menyatakan tak ada hubungannya dengan Zulkifli.

Tapi tuduhan itu ternyata asbun. Mendadak, aparat malah menangkap tersangka lain. Mereka adalah Tasrif, Saadun dan Yusuf Ismail. Ketiganya perantauan dari Bima, Nusa Tenggara yang dituding tergabung dalam gerakan DI/TII. Kaitan inilah yang menyebabkan Soekarno tak lagi ragu memberikan tandatangan mengeksekusi Kartosuwirjo, orang yang pernah berbagi tempat dan bertukar pikiran dengannya selama mondok di rumah HOS Tjokroaminoto.

“Aku selalu ingat kepada sembilan anak dan seorang perempuan hamil yang jatuh tersungkur tak bernyawa di dekatku. Oleh karena itu, tahun 1963 aku membubuhkan tanda tangan menghukum mati Kartosuwirjo. Bukan untuk kepuasan, tetapi demi menegakkan keadilan…” (Kompas, 30 November 2007).

Soekarno juga memerintahkan eksekusi mati langsung kepada tiga pelaku utama, Tasrif, Saadun dan Yusuf Ismail, begitu vonis hakim turun. Sebetulnya ada yang janggal dengan versi ini. Seluruh pelaku berasal dari Bima, sebuah wilayah yang tak punya riwayat hiruk pikuk dalam momentum makar DI/TII. Berbeda misalnya, jika pelaku dari Sulsel (Kahar Muzakar), Jabar (Kartosuwirjo), Kalsel (Ibnu Hajar) ataupun Aceh (Daud Beureuh).

Versi lain – yang terdengar lebih konyol – justru muncul dari Kolonel Alex Everet Kawilarang, eks pentolan Permesta. Kabar yang sampai ke telinganya (Majalah Tempo Thn II/10/1999), pelaku utama penggranatan memang orang Bima, namun bukan yang telah ditangkap negara. Pelaku asli telah kabur ke Australia. Tasrif cs hanya bagian dari komplotan. Adapun motifnya ternyata jauh dari bara politik tentara apalagi separatisme.

“Ceritanya, sebelum Pemilu 1955, Soekarno pernah datang ke Sumba Besar. Karena tidak ada hotel, dia tinggal di rumah penduduk. Masyarakat Bima itu taat kepada Islam. Suatu malam, Soekarno minta tukang pijit. Karena masyarakat Bima memeluk Islam secara taat, mereka tidak mengerti yang dimaksud Soekarno. Dikirimlah seorang laki-laki pemijat. Nah, Soekarno waktu itu mengucapkan kata-kata yang membuat dendam orang Bima. Di luar itu, katanya, Soekarno sempat pula menggoda wanita di sana. Jadi, kalau ini benar, asal mula semuanya soal wanita.”

***

Sebuah memorandum CIA bulan Juni 1962 , melaporkan adanya pembicaraan dari kalangan diplomat Barat mengenai pertemuan antara Presiden AS John F Kennedy dengan Perdana Menteri Inggris Macmillian.

Menurut memo pejabat CIA itu, Kennedy dan Macmillian berusaha untuk mengucilkan Sukarno di Asia dan Afrika.

“Kedua pemimpin itu sepakat untuk melikuidasi Presiden Sukarno, tergantung pada situasi dan peluang yang ada. Tidak jelas bagi saya apakah pembunuhan atau penggulingan yang dimaksudkan dengan kata ‘likuidasi’ tersebut,” demikian ditulis pejabat CIA dalam memo rahasia yang dikutip oleh William Blum.

***

Herman Nicholas “Ventje” Sumual, yang diangkat menjadi “Panglima Permesta” punya pendapat yang lain. Menurut Samual, Peristiwa Cikini hanya dilatari masalah pribadi. Seorang pelempar granat, punya adik perempuan yang menjadi pagar ayu ketika Bung Karno berkunjung ke Sumbawa-negeri asal keempat aktivis itu. Si gadis rupanya kecewa karena Presiden memutuskan hubungan singkat itu. Dugaan lainnya, kata Sumual, PKI berada di balik peristiwa ini untuk menggagalkan hasil Munap.

Kelak, suatu hari di tahun 1977, Sumual menanyakan dalang di balik Peristiwa Cikini kepada Nasution. “Apa itu bukan rekayasa MBAD? Setidaknya bagian intel?” Nasution menjawab, “Entahlah. Waktu itu intelijen memang mulai tak sejalan dengan saya,” seperti dicatat Bert Supit dan B.E. Matindas dalam biografi Sumual, Menatap Hanya ke Depan. Peristiwa Cikini menandai dimulainya konflik bersenjata di tubuh tentara. 


Sumber :
  1. Presiden dan Intekijen, Harian Global, 22 July 2009
  2. Untuk Sang Merah Putih, A.E. Kawilarang, Permesta.8m.net
  3. Peristiwa Cikini, Alpercik.com 
  4. Granat Cikini, Anusapati.com 
  5. Peristiwa Cikini Membatalkan Rekonsiliasi, Syafri Segeh SUtan Rajo Pangeran, Wartawan Senior di Sumatera Barat, Padangexpres.co.id 
  6. Pemberontakan separuh jalan, Majalah Tempo, 13 Agustus 2007
  7. serbasejarah

Pengalaman Berlatih, Kostrad Dan Ranger Malaysia

Kostrad
Kemarahan masyarakat Indonesia terhadap Malaysia yang menggunakan tari pendet dalam sebuah iklan pariwisata berimbas kemana-mana. Tari Pendet diketahui muncul dalam sebuah iklan promosi yang diproduksi rumah produksi KRU Sdn Bhd.

Rumah produksi itu membuat enam film dokumenter Enigmatic Malaysia yang disiarkan di 23 negara di seluruh dunia. Pihak KRU menegaskan, mereka memang memproduksi program Enigmatic Malaysia, tetapi iklan promosi dibuat oleh Discovery Channel yang bermarkas di Singapura.

“Iklan promosi serial dokumenter Enigmatic Malaysia bukan dibuat kami tapi dibuat sendiri oleh Discovery Channel,” kata Presiden dan CEO Group KRU Sdn Bhd Norman Abdul Halim di KBRI Kuala Lumpur. Norman selanjutnya mengatakan “Kami baru tahu bahwa ada protes dan kemarahan rakyat Indonesia atas promosi itu kemarin ketika wartawan-wartawan Indonesia menghubungi saya. Kami telah menghubungi Discovery Channel kemudian mereka telah menarik promosi itu dan menggantinya dengan yang baru,” kata Norman.

Masalah menjadi serius dalam kaitan hubungan dilomatik kedua negara. Presiden SBY mengaku, baru kali ini selama pemerintahannya, merespons secara langsung isu kebudayaan yang diklaim Malaysia. “Untuk pertama kalinya sejak lima tahun ini saya beri pernyataan terkait ini,” katanya.


Menurut Presiden, klaim kebudayaan milik Indonesia oleh Malaysia, seperti tari pendet, bukan merupakan kejadian yang pertama kalinya. “Dengan semangat, kita ingin menjaga hubungan baik antara Indonesia dan Malaysia, berkaitan dengan isu tari pendet yang menjadi bagian dari iklan di Malaysia, ke depan Pemerintah Malaysia harus memberikan atensi,memelihara hubungan baik kita,” ujar Presiden SBY dalam keterangan persnya di Kantor Kepresidenan, Jakarta Selasa (25/8/09).

Menbudpar Jero Wacik mengatakan, saat ini pihak rumah produksi pembuat iklan pariwisata Malaysia telah mengirimkan surat permintaan maaf secara tertulis. Namun, ujar dia, permintaan maaf yang hanya melalui surat elektronik itu tidak bisa diterima begitu saja. “Saya sudah terima (permintaan maafnya) tapi saya tidak mau terima. Saya mau dengar dari pemerintahnya dulu.


Nah, fakta diatas adalah kasus dalam masalah budaya dan pariwisata. Dimana Malaysia kita pandang sebagai negara yang sering berbuat seenaknya kepada Indonesia. Istilah serumpun nampaknya tidak ada artinya diantara kedua negara. Sejarah pernah merekam sebuah konfrontasi fisik militer kedua negara. Hal ini kadang sulit dihilangkan, bahkan Malaysia sering agak merendahkan Indonesia, walau dibelakangnya tetap ada rasa takut dan was-was. Penulis pada saat masih aktif bertugas selalu berhati-hati pada bidang militer apabila berurusan dengan militer Malaysia. Senyum manis dimuka mereka belum tentu berarti manis dan tulus dihati, inilah sedikit pengalaman masa lalu.

Penulis pada tahun 1992, saat berpangkat perwira menengah mendapat tugas dalam sebuah Satuan Tugas Udara (Satgasud) sebagai perwira intelijen dalam Latihan Bersama antara TNI dengan Tentera Darat Malaysia. Sebagai home base pasukan TNI ditetapkan di Pangkalan TNI AU Medan (Pangkalan Aju) dan Pulada (Pusat Latihan Tempur Tentera Darat Malaysia) di Johor Bahru.


Pemeriksaan Pasukan Linud Kostrad
Saat geladi Posko, personil Satgasud serta Kelompok Komando Batalyon 328 Kostrad bersama Kelompok Ranger Tentera Darat Malaysia berkumpul bersama di Pulada. Dari TNI AD, pimpinan komando dibawah kendali Letkol TNI Prabowo Subijanto. Satgasud dan Pokdo Kostrad mengikuti briefing dan persiapan penerjunan dan penyerangan di Pulada dari Kelompok Komando Tentera Darat Malaysia.

Skenario latihan, Satgasud TNI AU mendapat tugas untuk menerjunkan batalyon 328 disebuah DZ (dropping zone) yang telah ditetapkan, dimana Pasukan Ranger Malaysia juga akan diterjunkan ditempat yang sama dengan pesawat Tentera Udara Diraja Malaysia. Setelah mendarat maka kedua pasukan masing-masing bergerak menuju kesasaran tertentu, bertanding kecepatan untuk melakukan penyerangan. Sasaran dikatakan markas musuh yang diperkuat dengan tank.

Saat di Pulada, penulis yang bertanggung jawab memberikan informasi intelijen tentang DZ, baik cuaca, medan, koordinat, elevasi, arah angin, kondisi serta panjang DZ, dan musuh, berdiskusi dengan Letkol Prabowo dan staf intel batalyon. Karena yang menentukan DZ dari Malaysia, penulis sangat mewaspadai dan ragu tentang kondisi DZ yang mereka sebutkan panjangnya 4,5 km.

Prabowo juga agak mengkhawatirkan, karena pihak TNI sama-sama buta terhadap kondisi DZ, tidak diijinkan meninjau. Pesan Letkol Prabowo saat itu, mohon dalam menerjunkan pasukan benar-benar dihitung agar pasukannya selamat dan tidak jatuh korban. Jatuhnya korban dalam latihan antar negara jelas akan mencemarkan nama baik.
Pada hari H-1, Satgasud bergeser ke Lanud Medan untuk persiapan penerjunan. Pada malam hari sekitar pukul 21.00 WIB sesuai skenario, diberangkatkan satu tim Dalpur (Pengendali Tempur dari Den Bravo, Paskhasau), dengan pesawat F-27, diterjunkan ke DZ di daerah Johor Bahru. Penulis yang bertanggung jawab dalam memberikan informasi DZ, menekankan kepada Dalpur agar melaporkan DZ setelah mendarat.

Yang agak dikhawatirkan adalah gagalnya hubungan komunikasi. Alhamdulillah komunikasi lancar, dari laporan Dalpur, ternyata benar kecurigaan semula, panjang DZ yang dikatakan Kolat (komando Latihan) Malaysia sepanjang 4,5 km ternyata panjangnya hanya 1,5 km. Kemudian tidak pernah disebutkan data adanya rawa-rawa dimana terdapat potongan pohon yang mirip tombak.

Dari laporan intelijen tersebut, di lakukan perubahan skenario penerjunan. Penulis menyarankan ke Dan Satgasud agar pasukan tidak diterjunkan dalam satu “run” (satu kali) tetapi disesuaikan dengan tanda tutup penerjunan yang dipasang oleh Dalpur.

Karena ini latihan, kesepakatan antara Satgas kedua negara akan kita langgar demi keselamatan pasukan. Toh ini bukan perang, pikir penulis saat itu. Kalau kondisi pertempuran sebenarnya, untuk menghindari jatuhnya korban pesawat tertembak senjata penangkis serangan udara, tanpa kompromi penerjunan tetap harus dilakukan dalam satu run.

Pasukan Linud Kostrad
Pada jam lima pagi hari, lima Hercules TNI AU “airborne” dari Lanud Medan menuju ke DZ di Johor, mengangkut pasukan Yon-328. Penerjunan disaksikan oleh Deputy Operasi Kasau di sasaran. Pada saat penerjunan pasukan, tiga Herky (Hercules) long body terpaksa menerjunkan dalam tiga run, dua Herky dalam dua run.

Setelah pasukan mendarat, Alhamdulillah, Satgasud mendapat laporan semua anggota yang diterjunkan selamat. Ternyata AU Malaysia juga tidak melakukan penerjunan dalam satu “run” seperti rencana saat geladi, mereka melakukan dalam dua run.

Dikisahkan, pasukan Yon-328 dalam menuju sasaran rutenya berbeda dengan pasukan Ranger Malaysia, pasukan kita diarahkan rute sulit melalui pegunungan, sementara Ranger medannya relatif rata. Yang tidak mereka ketahui ternyata digunung itu banyak penduduk Indonesia asal Jawa, sehingga mereka justru menjadi pandu pasukan TNI. Akhirul cerita, pasukan TNI ternyata lebih cepat sampai di sasaran dan mampu menemukan dan melumpuhkan Tank yang ternyata juga dipendam. Itulah keampuhan fisik anggota Yon-328 dan kerjasama dengan penduduk.


Keberhasilan penerjunan dan penyerangan ternyata berbuntut panjang, seluruh pejabat Satgasud mendapat teguran Deputy Operasi, karena menerjunkan tidak sesuai dengan rencana semula. Kamipun menjelaskan, AU Malaysia juga menerjunkan tidak dengan satu run. Dapat dibayangkan apabila informasi terakhir dari Dalpur tidak masuk, keputusan yang diambil Komandan Satgasud salah, maka dua pertiga pasukan kita diperkirakan akan jatuh kedalam rawa bertombak tadi, entah berapa korban akan jatuh dari pasukan kebanggaan kita itu. Yang jelas dalam latposko, tentera Malaysia itu tidak jujur, menyembunyikan dan menyesatkan data yang sebenarnya. Alhamdulillah, Allah SWT masih melindungi Satgasud dan anggota Yon-328.


Nah, pelajaran apa yang didapat dari kisah diatas?. Kesimpulannya adalah, kita memang harus lebih berhati-hati apabila berhubungan dengan Malaysia, dalam latihan bersama saja mereka menyesatkan data. Rupanya tetap saja ada rasa persaingan mereka, kecemburuan, kurang jujur dan selalu ada upaya memanfaatkan.


Kasus klaim budaya adalah contoh jelas agar kita harus lebih waspada, kasus Sipadan Ligitan adalah bukti bahwa kita dikalahkan mereka di forum internasional, kasus Ambalat yang mereka serempet-serempet membuat kita tidak suka, belum lagi kasus-kasus TKI yang diperlakukan semena-mena. Dan kita makin dibuat kesal karena dua tokoh teroris yang mengacak-acak kita juga berasal dari Malaysia. Disinilah semestinya kita mengadakan introspeksi, apa mereka yang terlalu pintar atau kita yang tidak pandai?.

Malaysia selalu memandang Indonesia sebagai rival yang paling menakutkan baik dari segi politis, militer dan geografis, yang dianggap memelihara pasukan besar diperbatasan. Mereka melakukan hal yang lebih.

Dari empat Divisi Tentera Daratnya, yang masing-masing Divisi terdiri dari dua Brigade, dua dari empat divisi tersebut ditempatkan disekitar teluk Malaya, sementara Divisi ke-3 bertugas untuk mempertahankan wilayah Kalimantan Utara. Hanya Divisi ke-4 yang bertugas mempertahankan sekitar wilayah Brunei. Itu artinya Malaysia selalu bersiap dan memandang Indonesia sebagai ancaman.

Indonesia negara yang cinta damai, tidak memandang Malaysia sebagai ancaman, sebagai pengganggu mungkin iya. Oleh karena itu, dengan sudah turun gelanggangnya Bapak Presiden, kita semua wajib juga memikirkan dengan cermat tentang Malaysia ini, agar kita tidak kecolongan lagi. Kalau tidak mau diakali dan dibodohi Malaysia, ya kita harus lebih pintar dari mereka, berbuatlah, jangan hanya marah-marah saja. Begitu bukan?.



Sumber :

Brimob Ranger War (3)

☆ LEGENDA IPDA HARTINO ☆

Hasil wawancara dengan anggota Kompi A Resimen Pelopor Januari 2007
Anton A. Setyawan,SE,MSi
Dosen Fak. Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta dan mahasiswa

alam setiap satuan militer selalu ada komandan pasukan yang disegani. Tipikal komandan yang disegani dalam sebuah pasukan, biasanya mempunyai kewibawaan, cerdas dan mempunyai ketrampilan bertempur yang handal baik dari sisi strategi maupun dalam pertempuran di lapangan. Brimob Rangers/Menpor juga mempunyai beberapa komandan lapangan yang legendaris, diantaranya adalah Jenderal (Pol) Anton Soedjarwo, Brigjen (Pol) Soetrisno Ilham. Namun komandan lapangan, yang memimpin pertempuran mempunyai ciri khas unik, yaitu memberontak pada atasan namun melindungi anak buah.

Kompi A Brimob Rangers mempunyai seorang komandan yang legendaris, ditakuti sekaligus disegani anak buah, ia adalah Inspektur Dua Hartino. Ipda Hartino adalah salah satu diantara dua perwira yang lolos seleksi Rangers angkatan I tahun 1959. Beliau kemudian diberi jabatan sebagai Wadan Kompi A. Pada saat pertama kali menjabat wadanki Ipda Hartino masih berusia 30 tahun dan bujangan. Namun demikian dalam pasukan, beliau dianggap senior karena rata-rata anak buahnya masih berusia 20 an tahun.

Mereka yang pernah menjadi bawahan langsung Ipda Hartino merasakan betul, tantangan menjadi Ranger. Pada saat menjalani test mission menghadang pemberontak DI/TII di Tasikmalaya, Jabar tahun 1959, Ipda Hartino selalu memimpin langsung satu regu untuk menghadang lawan. Pada saat terjadi pertemuan dengan musuh, posisi beliau selalu berada di depan dan terus berlari mencari posisi sambil melepas tembakan. Anak buah yang berada di belakang selalu kewalahan mengejar sang komandan yang usianya lebih tua 10 tahun. Anggota Kompi A mengingat bahwa tembakan pertama dari pasukan Rangers selalu berasal dari senapan M-1 Carbine milik Ipda Hartino.

Hal lain yang unik dari sang komandan adalah regu yang ia pimpin selalu bertemu dengan pemberontak baik di Jawa Barat tahun 1959 maupun pada saat di Sumatera tahun 1960. Banyak anak buahnya yang mengira Ipda Hartino mempunyai jimat yang menyebabkan beliau mampu menjejak gerombolan pemberontak. Regu yang pimpinannya diambil alih oleh Ipda Hartino selalu menyiapkan amunisi tambahan sebagai persiapan kontak tembak berlangsung lama dan biasanya memang demikian. Pasukan pemberontak yang bertemu dengan Rangers selalu dikejar dan tidak dilepaskan. Kebijakan lapangan dari Ipda Hartino yang terkenal dikalangan anak buahnya adalah tidak diperkenankan membawa tawanan dalam pertempuran, artinya setiap musuh harus ditembak. Itu sebabnya sang komandan menjadi sosok yang kontroversial.

Tipe pemberontak dari Ipda Hartino muncul pada saat penugasan infiltrasi ke Irian Barat / Papua pada Februari 1962. Sang komandan bersitegang dengan komandan detasemen yang berasal dari Brimob organik, Ipda Hartino sudah mengacungkan senapan AR 15 dan sudah melepas pengamannya membidik sang komandan detasemen, demi membela seorang prajurit Ranger yang melanggar aturan detasemen. Ketegangan mengendur pada saat Ipda Hartino melihat komandan detasemen berpangkat Ajun Komisaris itu pucat.

Pasca penugasan dalam operasi Trikora, Ipda Hartino ditugaskan memimpin sebuah kompi Brimob organik di Kalimantan. Jabatan itu adalah sebuah promosi ke pangkat Ajun Komisaris Polisi. Pada saat sampai di wilayah penugasan, anak buahnya yang baru menyiapkan tiga truk pengangkut pasukan untuk mengangkut barang-barang bawaan sang komandan kompi. Namun, AKP Hartino sang komandan kompi hanya membawa sebuah ransel kecil berisi pakaian dinas dan pakaian hariannya. Anak buahnya hanya melongo terheran-heran melihat gaya sang komandan kompinya yang baru. Alhasil tiga truk pengangkut pasukan pulang dengan kondisi kosong melompong.


Sumber : 
  • scribd
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...