Mulai menguasai pasar global Drone Bayratkar-TB2 Turki [ist]
Sebanyak 27 anggota Kongres Amerika Serikat (AS) telah menyuarakan keprihatinan dan kekhawatiran atas kendaraan udara tak berawak (UAV) atau drone Turki, yang telah menguasai global. Kekhawatiran ini dituangkan dalam sebuah surat yang dikirim kepada Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
Para ahli mengatakan bahwa surat itu terkait dengan peningkatan aktivitas lobi anti-Turki di AS dalam beberapa tahun terakhir. Surat itu tidak membahas dampak positif drone Turki, yang telah digunakan untuk menghalangi Rusia memajukan kepentingannya di beberapa wilayah.
Para anggota Kongres menuduh bahwa UAV Turki menggoyahkan banyak wilayah di dunia dan mengancam kepentingan, sekutu, dan mitra AS. Mereka mengatakan bahwa drone Turki telah dikerahkan ke Azerbaijan, Suriah dan Libya.
"Turki telah menandatangani perjanjian untuk menjual drone ke Polandia dan Pakistan, mereka juga sedang mendiskusikan produksi bersama UAV bersenjata dan sistem pertahanan anti-drone dengan Rusia dan Pakistan," ujar pernyataan anggota Kongres, dilansir Daily Sabah, Kamis (12/8).
Pihak berwenang di Turki mengatakan, mereka telah menjadi produsen drone terbesar keempat di dunia, sejak Ankara mengambil alih produksi dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada senjata Barat. Drone Turki telah mendapatkan popularitas sejak berhasil digunakan dalam konflik di Suriah, Libya dan Azerbaijan.
Turki telah memperoleh pengalaman luar biasa dalam beberapa tahun terakhir saat memerangi kelompok teroris PKK di dalam perbatasannya, yang diperluas oleh Ankara melalui negara tetangga Irak dan Suriah melalui operasi kontraterorisme lintas batas.
Chief Technology Officer (CTO) Baykar Selcuk Bayraktar mengatakan, mereka melakukan kontrak pembelian drone dengan 10 negara. Salah satunya adalah Polandia yang telah menandatangani kontrak untuk pembelian Bayraktar TB2, dan menjadi negara anggota NATO pertama yang mengakuisisi drone Turki.
Sekutu AS dan anggota NATO lainnya, Latvia kemudian mengisyaratkan bahwa Polandia dapat menjadi negara anggota Uni Eropa dan NATO kedua yang memperoleh kendaraan udara tak berawak (UCAV) Turki yang kecanggihan dan kesuksesannya tidak diragukan lagi.
Direktur program Penanggulangan Terorisme dan Ekstremisme di Institut Timur Tengah, Charles Lister, menyatakan, surat yang ditulis oleh Kongres AS mengabaikan dampak positif dari kapasitas pesawat tak berawak Turki. Lister menunjukkan bahwa ada penjualan kepada anggota NATO yang menentang Rusia berkat Turki.
Sanksi AS
Para anggota Kongres mendesak Departemen Luar Negeri untuk menyelidik iapakah Turki melanggar sanksi AS. Mereka juga mendesak penyelidikan apakah drone itu berisi suku cadang dan teknologi dari perusahaan-perusahaan Amerika. Para anggota Kongres lebih lanjut mendesak penangguhan segera dari setiap izin ekspor untuk teknologi drone AS ke Turki.
"Kami meminta pengarahan dari Departemen Luar Negeri yang merinci potensi konsekuensi dari proliferasi, pekerjaan, dan penjualan pesawat tak berawak Turki," ujar para anggota Kongres.
Pakar keamanan dan Kepala Wise People Center for Strategic Studies (BILGESAM) Elnur Ismail mengatakan kepada Daily Sabah, surat itu adalah contoh lobi anti-Turki di AS yang menjadi lebih aktif dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Ismail, ada kemungkinan lobi ini dilakukan oleh orang Armenia atau bagian dari Gulenist Terror Group di Kongres AS.
“Ada kemungkinan untuk melihat lobi ini sebagai orang Armenia atau sebagai bagian dari FETO (Gulenist Terror Group) di anggota Kongres AS yang didukung oleh lobi Armenia, yang secara khusus bertindak melawan Turki dan Azerbaijan baru-baru ini, mereka mengambil inisiatif untuk menjatuhkan sanksi terhadap Ankara,” ujar Ismail.
Ismail menyatakan bahwa dua anggota Kongres yang menandatangani surat itu adalah David Cicilline dari Demokrat dan Gus Bilirakis dari Republik. Mereka telah mengirim surat serupa pada Juli dan menuntut agar transfer teknologi drone ke Turki dihentikan.
Ismail mengatakan bahwa bagian terpenting dari surat itu adalah permintaan untuk menghentikan ekspor teknologi drone ke Turki. Ismail menyatakan bahwa tidak ada artinya jika anggota kongres mengkritik Turki atas ekspor drone, karena AS adalah negara dengan persentase ekspor senjata tertinggi di dunia.
Awal tahun ini, 170 anggota parlemen dari House of Representative AS menandatangani surat bipartisan yang dikirim ke Blinken. Dalam surat itu, mereka meminta pemerintahan Presiden Joe Biden untuk meningkatkan tekanan pada Turki, dengan alasan masalah hak asasi manusia.
“Isu-isu strategis telah mendapat perhatian yang signifikan dalam hubungan bilateral kami, tetapi pelanggaran berat hak asasi manusia dan kemunduran demokrasi yang terjadi di Turki juga menjadi perhatian yang signifikan,” kata surat itu, yang ditandatangani oleh Greg Meeks dari Republik, Fraksi Demokrat di Komite Urusan Luar Negeri House of Representative, dan anggota panel Partai Republik Mike McCaul.
Pada Februari, Senat mengirim surat yang mendesak Presiden Biden untuk menekan Turki menghentikan perjuangan negara itu melawan organisasi teroris. “Kami menulis tentang situasi hak asasi manusia yang sedang berlangsung di Turki dan meminta Anda menekan pemerintah Turki untuk memperbaiki catatan buruknya,” kata surat itu, yang ditulis oleh 54 senator.
Mereka mengeklaim Pemerintah Turki yang dipimpin oleh Partai Keadilan dan Pembangunan (Partai AK) di bawah Presiden Recep Tayyip Erdogan telah mengadopsi kebijakan luar negeri yang mengedepankan perang. Mereka juga menyerang pasukan yang didukung AS di Suriah. Para senator mengacu pada operasi kontraterorisme Turki yang menargetkan cabang organisasi teroris PKK/YPG di Suriah.
Ismail menyoroti bahwa surat itu tidak banyak mencerminkan hubungan Turki-AS. Termasuk hubungan perang melawan terorisme, serta masalah pembelian S-400 buatan Rusia. Menurut Ismail, hal ini tetap menjadi masalah ketidaksepakatan.
"Pemerintahan Biden tidak ingin mengalami masalah lain dalam hubungan dengan Turki pada drone buatan Turki," kata Ismail.
Sebanyak 27 anggota Kongres Amerika Serikat (AS) telah menyuarakan keprihatinan dan kekhawatiran atas kendaraan udara tak berawak (UAV) atau drone Turki, yang telah menguasai global. Kekhawatiran ini dituangkan dalam sebuah surat yang dikirim kepada Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
Para ahli mengatakan bahwa surat itu terkait dengan peningkatan aktivitas lobi anti-Turki di AS dalam beberapa tahun terakhir. Surat itu tidak membahas dampak positif drone Turki, yang telah digunakan untuk menghalangi Rusia memajukan kepentingannya di beberapa wilayah.
Para anggota Kongres menuduh bahwa UAV Turki menggoyahkan banyak wilayah di dunia dan mengancam kepentingan, sekutu, dan mitra AS. Mereka mengatakan bahwa drone Turki telah dikerahkan ke Azerbaijan, Suriah dan Libya.
"Turki telah menandatangani perjanjian untuk menjual drone ke Polandia dan Pakistan, mereka juga sedang mendiskusikan produksi bersama UAV bersenjata dan sistem pertahanan anti-drone dengan Rusia dan Pakistan," ujar pernyataan anggota Kongres, dilansir Daily Sabah, Kamis (12/8).
Pihak berwenang di Turki mengatakan, mereka telah menjadi produsen drone terbesar keempat di dunia, sejak Ankara mengambil alih produksi dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada senjata Barat. Drone Turki telah mendapatkan popularitas sejak berhasil digunakan dalam konflik di Suriah, Libya dan Azerbaijan.
Turki telah memperoleh pengalaman luar biasa dalam beberapa tahun terakhir saat memerangi kelompok teroris PKK di dalam perbatasannya, yang diperluas oleh Ankara melalui negara tetangga Irak dan Suriah melalui operasi kontraterorisme lintas batas.
Chief Technology Officer (CTO) Baykar Selcuk Bayraktar mengatakan, mereka melakukan kontrak pembelian drone dengan 10 negara. Salah satunya adalah Polandia yang telah menandatangani kontrak untuk pembelian Bayraktar TB2, dan menjadi negara anggota NATO pertama yang mengakuisisi drone Turki.
Sekutu AS dan anggota NATO lainnya, Latvia kemudian mengisyaratkan bahwa Polandia dapat menjadi negara anggota Uni Eropa dan NATO kedua yang memperoleh kendaraan udara tak berawak (UCAV) Turki yang kecanggihan dan kesuksesannya tidak diragukan lagi.
Direktur program Penanggulangan Terorisme dan Ekstremisme di Institut Timur Tengah, Charles Lister, menyatakan, surat yang ditulis oleh Kongres AS mengabaikan dampak positif dari kapasitas pesawat tak berawak Turki. Lister menunjukkan bahwa ada penjualan kepada anggota NATO yang menentang Rusia berkat Turki.
Sanksi AS
Para anggota Kongres mendesak Departemen Luar Negeri untuk menyelidik iapakah Turki melanggar sanksi AS. Mereka juga mendesak penyelidikan apakah drone itu berisi suku cadang dan teknologi dari perusahaan-perusahaan Amerika. Para anggota Kongres lebih lanjut mendesak penangguhan segera dari setiap izin ekspor untuk teknologi drone AS ke Turki.
"Kami meminta pengarahan dari Departemen Luar Negeri yang merinci potensi konsekuensi dari proliferasi, pekerjaan, dan penjualan pesawat tak berawak Turki," ujar para anggota Kongres.
Pakar keamanan dan Kepala Wise People Center for Strategic Studies (BILGESAM) Elnur Ismail mengatakan kepada Daily Sabah, surat itu adalah contoh lobi anti-Turki di AS yang menjadi lebih aktif dalam beberapa tahun terakhir. Menurut Ismail, ada kemungkinan lobi ini dilakukan oleh orang Armenia atau bagian dari Gulenist Terror Group di Kongres AS.
“Ada kemungkinan untuk melihat lobi ini sebagai orang Armenia atau sebagai bagian dari FETO (Gulenist Terror Group) di anggota Kongres AS yang didukung oleh lobi Armenia, yang secara khusus bertindak melawan Turki dan Azerbaijan baru-baru ini, mereka mengambil inisiatif untuk menjatuhkan sanksi terhadap Ankara,” ujar Ismail.
Ismail menyatakan bahwa dua anggota Kongres yang menandatangani surat itu adalah David Cicilline dari Demokrat dan Gus Bilirakis dari Republik. Mereka telah mengirim surat serupa pada Juli dan menuntut agar transfer teknologi drone ke Turki dihentikan.
Ismail mengatakan bahwa bagian terpenting dari surat itu adalah permintaan untuk menghentikan ekspor teknologi drone ke Turki. Ismail menyatakan bahwa tidak ada artinya jika anggota kongres mengkritik Turki atas ekspor drone, karena AS adalah negara dengan persentase ekspor senjata tertinggi di dunia.
Awal tahun ini, 170 anggota parlemen dari House of Representative AS menandatangani surat bipartisan yang dikirim ke Blinken. Dalam surat itu, mereka meminta pemerintahan Presiden Joe Biden untuk meningkatkan tekanan pada Turki, dengan alasan masalah hak asasi manusia.
“Isu-isu strategis telah mendapat perhatian yang signifikan dalam hubungan bilateral kami, tetapi pelanggaran berat hak asasi manusia dan kemunduran demokrasi yang terjadi di Turki juga menjadi perhatian yang signifikan,” kata surat itu, yang ditandatangani oleh Greg Meeks dari Republik, Fraksi Demokrat di Komite Urusan Luar Negeri House of Representative, dan anggota panel Partai Republik Mike McCaul.
Pada Februari, Senat mengirim surat yang mendesak Presiden Biden untuk menekan Turki menghentikan perjuangan negara itu melawan organisasi teroris. “Kami menulis tentang situasi hak asasi manusia yang sedang berlangsung di Turki dan meminta Anda menekan pemerintah Turki untuk memperbaiki catatan buruknya,” kata surat itu, yang ditulis oleh 54 senator.
Mereka mengeklaim Pemerintah Turki yang dipimpin oleh Partai Keadilan dan Pembangunan (Partai AK) di bawah Presiden Recep Tayyip Erdogan telah mengadopsi kebijakan luar negeri yang mengedepankan perang. Mereka juga menyerang pasukan yang didukung AS di Suriah. Para senator mengacu pada operasi kontraterorisme Turki yang menargetkan cabang organisasi teroris PKK/YPG di Suriah.
Ismail menyoroti bahwa surat itu tidak banyak mencerminkan hubungan Turki-AS. Termasuk hubungan perang melawan terorisme, serta masalah pembelian S-400 buatan Rusia. Menurut Ismail, hal ini tetap menjadi masalah ketidaksepakatan.
"Pemerintahan Biden tidak ingin mengalami masalah lain dalam hubungan dengan Turki pada drone buatan Turki," kata Ismail.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.