Selasa, 06 Agustus 2013

Modus Baru Teroris: Mengebom Wihara

 Pada 15 Januari 1985, Candi Borobudur dibom. Aksi balas dendam Priok 

Rangkaian bom meledak di Wihara Ekayana di Jalan Mangga II, Kelurahan Duri Kepa, Jakarta Barat, Minggu malam, 4 Agustus 2013. Tidak ada korban jiwa dalam ledakan itu. Hanya ada tiga jemaat yang mengalami luka ringan.

Ada tiga bom yang diletakkan di dalam Wihara Ekayana. Bom pertama meledak pada pukul 19.01 WIB, di bagian belakang patung Buddha Maitreya yang terletak di dalam wihara.

Bom kedua terjadi beberapa menit kemudian. Letaknya di pintu masuk wihara di atas rak sepatu dekat patung Buddha Sakyamuni dan dan Patung Waitho Pusha. Bom meledak dan melukai tangan salah satu umat.

Sementara bom ketiga berada dekat bom kedua. Tapi, bom itu tidak meledak dan hanya mengeluarkan asap. Bom kemudian disiram air oleh jemaat, kemudian diledakkan Tim Gegana Polri.

Dari penyelidikan awal polisi, pelaku peledakan adalah dua orang pria yang datang mengendarai sepeda motor. Mereka membawa bungkusan plastik berwarna hijau serta kuning, yang masing-masing disimpan di dalam dan luar wihara.

Namun, dari rekaman CCTV terlihat hanya satu pelaku yang masuk untuk meletakkan bom. Lelaki itu berusia sekitar 30 tahun dan masuk wihara sekitar pukul 18.53 WIB sambil membawa bungkusan plastik itu.

Pria itu memakai kaca mata, bajunya berwarna putih, dan tas selempang. Perawakannya kurus dan kulitnya agak putih. Selama beberapa menit, dia terlihat sibuk membenahi bungkusannya di dekat rak sepatu. Saat itu, banyak jemaat keluar masuk wihara dan menaruh sepatu. Baik umat maupun pengurus wihara tak ada yang curiga, karena pelaku bertingkah layaknya jemaat.

"Dia cukup sopan," ujar Kepala Wihara Ekayana Buddhist Center, Bikkhu Arya Maitri Mahatera.

Menurutnya, setiap ada umat mendekatinya, pelaku menghentikan aktivitasnya dan berpura-pura membenahi bungkusan. Setelah agak sepi, barulah ia mulai mengutak-atik lagi bungkusannya yang diperkirakan beratnya mencapai tiga kilogram.

Tak lama kemudian, dia terlihat masuk ke ruangan kebaktian dan menaruh bungkusan lain di depan pintu. Hanya beberapa menit di dalam, pemuda itu keluar. Berselang empat menit kemudian, atau sekitar pukul 19.01, bom meledak di belakang patung Buddha Maitreya, yang terletak di dalam wihara.

Bom kedua terjadi beberapa menit kemudian. Kali ini ledakannya lumayan besar. Ada telepon genggam, serpihan besi gotri, kabel dan batre persegi. Ledakan bom itu melukai seorang umat. Semula, jemaat menganggap ledakan berdaya ledak rendah itu hanya petasan biasa.

Tapi karena ada kepulan asap tebal, tiga umat kemudian menyingkirkan plastik hijau berisi rangkaian bom dan buru-buru menceburkannya ke dalam ember berisi air. Saat bom meledak, pelaku diperkirakan tidak langsung pergi, melainkan tetap berada di sekitar wihara untuk mengecek dampak aksi terornya.

Polri menyimpulkan peristiwa ini adalah aksi teroris. Pelaku peledakan masih diburu. Sampai kemarin siang, sudah ada delapan saksi diperiksa. Belum diketahui motif pelaku.

Menurut Pembina Yayasan Wihara Ekayana, Ponijan Liauw, pelaku peledakan diduga bukan orang asing. Sebab, dia sama sekali tidak dicurigai saat masuk dan membaur dengan umat yang akan beribadah. Pelaku diduga sempat memberi salam pada sesama umat dan bhiksu.

Ponijan menyebutkan hal itu terlihat dari rekaman CCTV yang langsung disita Densus 88 Anti Teror. Menurutnya, pelaku masih sangat muda dan kelihatannya bukan orang asing untuk kalangan jemaat wihara.

Dia juga tampak mengetahui betul jadwal kebaktian di Wihara Ekayana, yakni tiga kali sehari setiap hari Minggu. Kebaktian malam dimulai pukul lima sore dan berakhir pukul tujuh malam, tepat saat bom itu meledak.

Namun, masih kata Ponijan, pelaku rupanya salah perhitungan. Sebab, kebaktian malam itu berlangsung cukup lama lantaran ada acara persembahan dana untuk bhiksu. Karena itu, tampak di rekaman CCTV, pelaku sempat gelisah.

 Pesan teror 

Polisi masih mendalami dan memeriksa seluruh barang bukti, termasuk rekaman CCTV di Wihara Ekayana. Motif dan dugaan awal peledakan, belum bersedia diungkapkan.

Saat ini, situasi di wihara berangsur normal. Polisi sudah membuka garis polisi di sekitar lokasi kejadian. Namun untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan, areal itu masih dijaga ketat.

"Selama ini kan ada gereja, ada masjid, kemudian hari ini wihara. Ya kita tunggu nanti pemeriksaan saksi-saksi kemudian olah TKP," kata Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo

Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman ikut mengutuk pelaku peledakan. Menurutnya, pelaku sengaja meledakkan bom di tempat ibadah untuk mengacaukan keamanan. Apalagi, ini saat umat muslim tengah menjalankan ibadah puasa.

"Targetnya membuat kekacauan saja," kata Marciano saat mendampingi Presiden SBY di Stasiun Pasar Senen, Jakarta.

Marciano mengatakan peristiwa ini telah ditindaklanjuti kepolisian. Ia juga mengimbau kepada warga masyarakat untuk membantu kerja kepolisian dalam mengusut kasus tersebut.

Masyarakat diminta untuk selalu waspada dan jangan segan melaporkan kejadian yang mencurigakan di sekitarnya kepada pihak kepolisian. Sebab, dia mengingatkan potensi ancaman akan selalu ada, apalagi saat ini menjelang Hari Raya Idul Fitri.

Motif teror bom di Wihara Ekayana sendiri tampaknya terkait dengan pesan di secarik kertas yang dikirimkan ke pengurus wihara. Bunyinya: "Kami Menjawab Jeritan Rohingya."

"Atas nama apapun, termasuk agama, tidak bisa dibenarkan. Ini mencoreng, menodai kesucian bulan Ramadan," kata Menteri Agama Suryadharma Ali saat mengunjungi Wihara Ekayana.

Menurut Suryadharma, teror ini merupakan upaya adu domba antar umat beragama. Karena itu, umat Islam maupun umat Buddha diminta tidak terpancing.

Mengenai konflik muslim Rohingya yang terjadi di Myanmar, kata Suryadharma, pemerintah Indonesia sudah bertindak sesuai porsinya. Presiden SBY sudah mendesak pemerintah Myanmar untuk menyudahi konflik. Suryadharma hakulyakin umat Buddha di Indonesia juga tak setuju dengan penindasan etnis Rohingya.

Rohingya memang bak anak tiri di Myanmar. Etnis minoritas ini dianggap pendatang ilegal walaupun telah ratusan tahun tinggal di Myanmar. Mereka disebut sebagai "Bengali", karena nenek moyangnya dari Bangladesh. Namun, pemerintah Bangladesh menolak mengakui mereka.

Puluhan warga Rohingya dibantai di Arakan pada tahun 2012 lampau dan di Meikhtila, April lalu. Sedikitnya 192 orang tewas tahun lalu dalam kekerasan antara umat Buddha dan Rohingya di Rakhine. Sebanyak 140 ribu warga Rohingya kehilangan tempat tinggal. Banyak dari mereka yang akhirnya mengungsi ke negara orang.

Human Right Watch menuduh rezim militer Myanmar ikut membantai dan memperkosa banyak warga Rohingya. Laporan saksi mata yang mereka himpun menyatakan aksi-aksi kekerasan terjadi di depan mata tentara Myanmar, tapi mereka bergeming.

 Bom Borobudur 


Bukan kali pertama ini tempat suci ibadah umat Buddha jadi sasaran teroris. Ledakan dahsyat untuk meneror umat Buddha pernah terjadi pada 15 Januari 1985 silam. Sasarannya adalah kompleks Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. Akibatnya, tujuh stupa pada candi peninggalan Dinasti Syailendra itu hancur.

Adalah Ibrahim alias Mohammad Jawad yang disebut-polisi sebagai aktor di balik pengeboman itu. Tapi, sampai sekarang, sosoknya tetap misterius. Dua mubaligh bernama Abdulkadir Ali Alhabsyi dan Husein Ali Alhabsy, kemudian ditangkap polisi setelah bom meledak di Borobudur.

Abdulkadir divonis Pengadilan Negeri Malang dengan hukuman penjara 20 tahun. Dia mengaku bersama ketiga temannya hanya diajak Ibrahim untuk berekreasi.

Adapun Husein dihukum seumur hidup dan belakangan mendapat grasi Presiden. Husein menolak tuduhan atas keterlibatannya dalam peledakan Borobudur dan menuding Mohammad Jawad, sebagai dalangnya.

Jaksa menuduh bahwa tindakan pengeboman yang dilakukan keduanya didasari aksi balas dendam terkait peristiwa berdarah Tanjung Priok pada 1983--satu hal yang diiyakan Albdulkadir.(kd)

  Vivanews 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...