Marsma Nanok Soeratno (3)
Tahun 1978 Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) menggelar operasi militer di Bacau Timor Timur untuk merebut Gunung Matebian. Fretilin menjadikan gunung itu sebagai pusat pertahanannya. Kekuatan mereka cukup besar dan posisi tembak Fretilin pun lebih menguntungkan.
Resimen Team Pertempuran (RTP) 18 mengirimkan unsur tempur dari Kostrad, Marinir, dan Kopasgat. Tak ketinggalan bantuan tembakan udara dari pesawat-pesawat tempur OV-10 dan T-33 milik Angkatan Udara. Nanok mengakui pertempuran di Matebian sebagai salah satu yang terberat dalam operasi militer di Timor Timur.
Cerita itu tertuang dalam buku Kisah Sejati Prajurit Paskhas yang ditulis Beny Adrian dan diterbitkan PT Gramedia.
Koptu Aten dari Komando Pasukan Gerak Tjepat (Kopasgat) Angkatan Udara menceritakan kisah pertempuran di Matebian. Saat itu mereka tiba di puncak Matebian yang berketinggian 1.849 mdpl. Mereka pun menghujani posisi Fretilin dengan AK-47.
Tembakan itu tak ada yang mengenai sasaran. Mungkin karena jaraknya terlampau jauh.
Kopral Aten bisa melihat pasukan Fretilin menertawakan dan menghina pasukan ABRI. Aten pun meminta bantuan pilot T-33 untuk menghajar posisi Fretilin. Berhasil, serangan udara ini membuat kocar-kacir Fretilin. Beberapa akhirnya tertangkap.
Mereka yang tertangkap mengaku sebelumnya tak bisa ditembak oleh senapan biasa karena sudah ditamengi oleh kekuatan gaib dari seorang paranormal.
Nanok Soeratno yang masih berpangkat kapten pun mengalami soal mistis. Ceritanya karena hebatnya gempuran ABRI di Gunung Matebian, kelompok-kelompok Fretilin satu per satu menyerah. Di antaranya kelompok Proferio Mauklau, pejuang Fretilin asal Arab yang sebelumnya bertempur di sektor 7.
Maukau menyerah pada RTP 18. Secara tak sengaja, Nanok yang melintas kemudian bertemu dengannya, keduanya lalu mengobrol.
Nanok terkejut saat Mauklau mengaku sebenarnya bisa membunuh Nanok saat sedang berpatroli beberapa hari lalu. Mauklau bisa memberikan ciri-ciri dan situasi yang benar tentang pasukan Nanok.
"Saya bisa lihat bapak, tapi bapak tak bisa lihat saya," kata Mauklau pada Nanok yang keheranan.
Menurut Mauklau, dia tidak tega menembak Nanok karena wajah perwira Angkatan Udara itu mirip pamannya. Mauklau lalu membuka beberapa jimatnya dan diberikan pada Nanok. Katanya jimat itu bisa membuat orang tak terlihat dan terhindar dari tembakan peluru.
"Bapak simpan saja," kata Mauklau sambil tersenyum.
Tak diceritakan apakah Nanok juga kemudian memanfaatkan jimat sakti tersebut.[ian]
● Merdeka
Tahun 1978 Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) menggelar operasi militer di Bacau Timor Timur untuk merebut Gunung Matebian. Fretilin menjadikan gunung itu sebagai pusat pertahanannya. Kekuatan mereka cukup besar dan posisi tembak Fretilin pun lebih menguntungkan.
Resimen Team Pertempuran (RTP) 18 mengirimkan unsur tempur dari Kostrad, Marinir, dan Kopasgat. Tak ketinggalan bantuan tembakan udara dari pesawat-pesawat tempur OV-10 dan T-33 milik Angkatan Udara. Nanok mengakui pertempuran di Matebian sebagai salah satu yang terberat dalam operasi militer di Timor Timur.
Cerita itu tertuang dalam buku Kisah Sejati Prajurit Paskhas yang ditulis Beny Adrian dan diterbitkan PT Gramedia.
Koptu Aten dari Komando Pasukan Gerak Tjepat (Kopasgat) Angkatan Udara menceritakan kisah pertempuran di Matebian. Saat itu mereka tiba di puncak Matebian yang berketinggian 1.849 mdpl. Mereka pun menghujani posisi Fretilin dengan AK-47.
Tembakan itu tak ada yang mengenai sasaran. Mungkin karena jaraknya terlampau jauh.
Kopral Aten bisa melihat pasukan Fretilin menertawakan dan menghina pasukan ABRI. Aten pun meminta bantuan pilot T-33 untuk menghajar posisi Fretilin. Berhasil, serangan udara ini membuat kocar-kacir Fretilin. Beberapa akhirnya tertangkap.
Mereka yang tertangkap mengaku sebelumnya tak bisa ditembak oleh senapan biasa karena sudah ditamengi oleh kekuatan gaib dari seorang paranormal.
Nanok Soeratno yang masih berpangkat kapten pun mengalami soal mistis. Ceritanya karena hebatnya gempuran ABRI di Gunung Matebian, kelompok-kelompok Fretilin satu per satu menyerah. Di antaranya kelompok Proferio Mauklau, pejuang Fretilin asal Arab yang sebelumnya bertempur di sektor 7.
Maukau menyerah pada RTP 18. Secara tak sengaja, Nanok yang melintas kemudian bertemu dengannya, keduanya lalu mengobrol.
Nanok terkejut saat Mauklau mengaku sebenarnya bisa membunuh Nanok saat sedang berpatroli beberapa hari lalu. Mauklau bisa memberikan ciri-ciri dan situasi yang benar tentang pasukan Nanok.
"Saya bisa lihat bapak, tapi bapak tak bisa lihat saya," kata Mauklau pada Nanok yang keheranan.
Menurut Mauklau, dia tidak tega menembak Nanok karena wajah perwira Angkatan Udara itu mirip pamannya. Mauklau lalu membuka beberapa jimatnya dan diberikan pada Nanok. Katanya jimat itu bisa membuat orang tak terlihat dan terhindar dari tembakan peluru.
"Bapak simpan saja," kata Mauklau sambil tersenyum.
Tak diceritakan apakah Nanok juga kemudian memanfaatkan jimat sakti tersebut.[ian]
● Merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.