IFV Marder 1A3 TNI AD ★
Bundeswehr memang memberikan nama yang kurang gahar, ‘Marder’ (sejenis tupai pohon) kepada ranpur pertama dari negeri Barat ini. Namun, jangan pandang sebelah mata, Marder sangat mumpuni sebagai kendaraan tempur dan merupakan pionir dalam jenisnya.
Sebelumnya, tidak ada yang mengenal konsep kendaraan pengangkut pasukan yang memiliki daya gempur memadai untuk terus mendampingi gerak maju kavaleri. Yang ada hanya kendaraan angkut pasukan (ranpas) yang dipersenjatai sekedarnya. Yang penting adalah mengantarkan infantri ke garis depan, atau menjemputnya kembali. Tidak ada ceritanya ranpas didapuk untuk dapat berhadap-hadapan dengan ranpur lawan. Marder 1A3 yang digunakan oleh Jerman Barat selama bertahun-tahun kini dipensiunkan bertahap, dan perlahan-lahan dilungsurkan ke berbagai Negara yang berminat, termasuk Indonesia.
Sejarah
Pada 1956, unit pertama Panzergrenadier lahir di kota Munster, yang merupakan salah satu lokasi sekolah kavaleri AD Jerman. Unit yang secara resmi bernama Panzergrenadierlehrbataillon ini bertugas melatih prajurit dan menguji doktrin infantri mekanis Jerman. Modal pertama infantri mekanis ini adalah infantry carrier buatan AS, M39 sebanyak 30 unit.
Jika dibandingkan dengan tank Jerman saat itu, M47/M48 (buatan AS), M39 masih bisa mengimbangi. Namun M39 dianggap punya kelemahan, karena desainnya yang sebenarnya meniru half-track Jerman menggunakan kompartemen prajurit yang terbuka, yang tentunya rawan terkena pecahan mortir atau jadi sasaran tembak lawan.
Angkatan Darat Jerman segera mengupayakan kendaraan baru sebagai tunggangan prajurit Panzergrenadier. Awalnya, mereka mencoba HS30 buatan pabrikan Hispano Suiza, Swiss. Sayangnya, kendaraan ini terkenal karena justru banyak didera persoalan teknis. Berbagai problem teknis kerap menghantui, plus dimensi kompartemen prajurit yang dianggap terlalu kecil dan sempit, sehingga rencana penggantian pun sudah digariskan sejak awal 1960an justru tak lama setelah HS30 diputuskan untuk diadopsi.
Faktor pendorong lainnya yang tak kalah penting adalah pengadopsian Leopard 1 sebagai MBT AD Jerman. Leopard yang jauh lebih lincah dibanding M47 warisan AS mengakibatkan HS30 susah mengimbangi. Para pemikir di pusat kavaleri Munster menggariskan beberapa prasyarat untuk sistem ranpur pengganti HS30 yang baru, yang dinamai Schützenpanzer/Spz Neue (tank pengangkut pasukan generasi baru). Beberapa persyaratan tersebut adalah kemampuan offroad yang baik, perlindungan yang menyeluruh, mampu mengimbangi gerak maju MBT, dan lincah. Daya gempur juga merupakan satu syarat wajib lainnya, dimana minimal Spz Neue bisa menggotong kanon 20mm yang saat itu merupakan standar NATO.
Sejak awal sudah digariskan bahwa desain Spz akan diadopsi kedalam beberapa platform seperti angkut pasukan, tank destroyer (kanon/ rudal), mortar carrier, SPAAG (artileri AA gerak sendiri), ambulans, dan varian komando. Untuk ukuran tahun 1960an, konsep ini sudah sangat maju, membuktikan kualitas pemikiran para perwira kavaleri Jerman. Sayangnya, kemampuan industri pertahanan Jerman lantas belum mampu mengimbangi, sehingga diputuskan yang dibangun hanyalah varian dasar untuk angkut pasukan dengan kanon sebagai senjata utamanya.
Konsep ini ditindaklanjuti oleh sejumlah perusahaan yang membangun sejumlah varian, yang akhirnya mengerucut menjadi dua konsorsium : Rheinstahl Group yang terdiri dari Rheinstahl/ Witten, Rheinstahl Hanomag-Hannover, dan Biro Desain Warnecke. Konsorsium lainnya dipimpin oleh Henschel AG dan MOWAG pabrikan Swiss.
MOWAG kemudian mundur dan posisinya digantikan oleh Thyssen Industrie AG Henschel di Kassel. Setelah melalui fase pengujian, Rheinstahl dinyatakan sebagai pemenang. Pada 1971, Badan Pengadaan Teknologi Jerman akhirnya menyetujui pengadaan Spz dalam skala penuh, dengan angka pesanan sebesar 2.136 kendaraan. Produksi dibagi dua, 1.161 dibuat oleh Rheinstahl AG, dan 975 dibangun oleh MaK di Kiel (MaK kemudian menjadi pabrik Leopard 2). Kendaraan pertama diserahkan ke Bundeswehr pada 7 Mei 1971, dan diberi nama resmi ‘Marder’.
IFV Pertama TNI-AD
[14aste]
Patut disyukuri bahwa militer Indonesia lumayan punya pengalaman dalam mengoperasikan ranpur kelas IFV (Infantry Fighting Vehicle), diantaranya ada BVP-2, BTR-80A, AMX-10P, dan yang paling baru BMP-3F. IFV memang punya kemiripan dengan peran APC (Armoured Personnel Carrier), yaitu sama-sama bertugas menghantarkan prajurit yang diangkutnya ke wilayah operasi yang telah ditentukan. Tapi IFV punya kemampuan ‘lebih’ dibanding APC.
APC utamanya dibekali dengan senjata untuk self defence, ujung-ujungnya senjata yang digotong paling banter adalah SMB (senapan mesin berat) kaliber 12,7 mm atau pelontar granat AGL-40, di lingkungan TNI biasa digunakan SMB dari jenis M2HB Browning atau CIS 50MG. Jenis ranpur yang masuk kategori APC bisa kendaraan lapis baja roda rantai atau roda ban. Jenis-jenis APC milik TNI saat ini adalah AMX-13 VCI, BTR-50P, Alvis Stormer, dan panser Anoa buatan Pindad. Sementara di lini IFV, ranpur ini lebih sangar, meski mengemban sebagai media transport personel, IFV dipersenjatai dengan kanon kaliber menengah, sehingga lumayan efektif untuk ikut menyerang secara langsung target, atau bisa diperankan sebagai wahana bantuan tembakan yang menakutkan lawan.
Nah, kembali ke paragraf pertama, semua IFV yang dimiliki TNI saat ini notabene adalah aset dari satuan kavaleri Korps Marinir TNI AL. Kodrat Marinir sebagai pasukan pendarat dan pemukul di garda terdepan, memang mengharuskan adanya sista jenis IFV yang ampuh. Sebagai ranpur aset dari korps Marinir TNI AL, sudah barang tentu BVP-2, BTR-80A, AMX-10P, dan BMP-3F punya kemampuan amfibi.
Lalu bagaimana dengan TNI AD yang juga punya satuan kavaleri? Memang untuk urusan IFV agak tertinggal, tapi TNI AD di tahun 2014 dipastikan akan kedatangan IFV pertamanya, yang datang pun bukan ranpur dari negara ‘kelas dua,’ yang bakal hadir adalah Marder 1A3 buatan Rheinmetall Landsysteme, Jerman. Marder boleh dibilang IFV nomer wahid di kelas NATO, ranpur ini sudah battle proven dalam misi pertempuran di Afghanistan.
Bila ditilik dari segi bobot, maka Marder 1A3 (35 ton) nampak setara dengan IFV andalan US Army, M2 Bradley (30,4 ton). Seperti sudah banyak diberitakan sebelumnya, TNI AD membeli 50 unit Marder 1A3 bekas pakai AD Jerman, pembelian Marder merupakan bagian dari paket pembelian 103 unit MBT Leopard 2A4/2A6. Menurut jadwal, Marder dan Leopard akan mulai berdatangan pada tahun 2014 dan akan dipamerkan ke publik sebagai alutsista resmi milik TNI pada HUT TNI 5 Oktober 2014 lalu.
Deskripsi Marder 1A3
IFV Marder dibuat dari chassis yang dirancang khusus pada awal tahun 1960. Bila dirunut dari sejarahnya, desain awal Marder adalah untuk menghadapi ranpur IFV dari negara-negara Eropa Timur saat berlangsungnya Perang Dingin. Tank ini diciptakan sebagai platform umum kendaraan lapis baja yang efektif tanpa mengesampingkan perlindungan dan mobilitas dalam mendukung tank tempur utama yakni Leopard.
Konsep saling perpaduan antara Leopard dan Marder juga diterapkan di lingkungan AD AS. Di Negeri Paman Sam, MBT M1 Abrams juga ‘disandingkan’ dengan M2 Bradley dalam tiap laga pertempuran. Dalam dimensi yang mirip tapi tentu beda kelas, tank ringan Scorpion TNI AD juga disandingkan dengan APC Stormer, begitu juga AMX-13 kanon 105/75mm juga serasi didampingi AMX-13 VCI.
Di lingkungan AD Jerman, Marder dioperasikan sebagai senjata utama Panzergrenadiere (infanteri mekanis) dari tahun 1970-an sampai saat ini. Varian pertama Marder mulai dikembangkan pada Januari 1960 dan produksi pertamanya diterima oleh militer Jerman pada tanggal 7 Januari 1971. Produksi kendaraan tempur ini terus berlanjut hingga tahun 1975, tidak kurang dari 2.136 unit Marder telah diproduksi. Pada tahun 1975 rudal Milan (rudal anti tank) mulai digunakan pada kendaraan tempur Marder. Tapi saat itu penembakannya masih secara konvesional. Petugas (komandan tank) muncul dari kubah sambil memanggul peluncur rudal Milan lalu menembakan rudal tersebut. Lalu antara tahun 1977 dan 1979 peluncur rudal ini mulai dipasang sebagai bagian dari persenjataan Marder.
Upgrade Marder
Program upgrade atau modifikasi peningkatan varian 1A3 dimulai pada tahun 1988. Saat itu ada sekitar 2.100 unit Marder 1A1 dan 1A2 yang akan diupgrade oleh militer Jerman. Proyek ini dikerjakan oleh perusahaan Thyssen-Henschel. Tank Marder yang telah diupgrade menjadi varian Marder 1A3 kembali diterima militer Jerman pada tanggal 17 November 1989. Upgrade tersebut meliputi penambahan lapisan baja pelindung hingga seberat 1,6 ton untuk melindungi Marder dari tembakan meriam 2A42 kaliber 30mm dari BMP-2 (BVP-2). Kemudian ada modifikasi pada akses kompartemen personel infanteri. Suspensi pun ikut diperkuat, sistem pengereman baru dipasang dan gearbox disesuaikan. Sistem pemanas digantikan dengan sistem pemanas berbasis air. Modifikasi juga dilakukan pada kubah kanon. Keseluruhan modifikasi membuat Marder memiliki bobot lebih dari 35 ton. Varian Marder 1A3 inilah yang merupakan varian terbanyak digunakan oleh AD Jerman.
Meski tidak punya kemampuan amfibi, Marder bisa melintasi air hingga kedalaman 1,5 meter. Jika dilengkapi dengan peralatan tambahan, kendaraan tempur ini bisa melintasi air berkedalaman hingga 2,5 meter. Untuk melaju di jalanan aspal, ranpur ini tidak akan merusak jalan, pasalnya Marder menggunakan roda penggerak yang dipasangi trek Diehl dengan bantalan karet. Sejak awal kemunculannya hingga saat ini ada beberapa varian Marder yang telah diproduksi. Meskipun telah dioperasikan dalam jumlah besar selama 40 tahun, Marder baru memperoleh pengalaman tempur sesungguhnya saat harus melindungi sebuah pos tentara Jerman dari serangan gerilyawan Taliban yang berlokasi di Distrik Chahar Dara, provinsi Kunduz, Afghanistan, pada Juli 2009. Aksi Marder pada pertempuran tersebut telah membunuh dan dan melukai puluhan anggota gerilyawan Taliban. Setelah kejadian itu, tank Marder juga beberapa kali terlibat dalam pertempuran di Timur Tengah.
Sistem Persenjataan
Marder 1A3 sudah sempat ditampilkan ke khalayak umum pada ajang Indo Defence 2012 di Kemayoran, Jakarta. Versi Marder 1A3 ditampilkan menggunakan sistem senjata kanon Rheinmetall Rh202 kaliber 20mm dan senapan mesin coaxial MG3 kaliber 7,62 mm dalam satu kubah.
Soal kubah, bentuknya terbilang unik, juru tembak duduk di dasar kubah yang letaknya di dalam kabin pasukan, sehingga bagian yang tampak hanya dudukan untuk sistem kanon. Pola ini tentunya lebih aman untuk juru tembak dari serangan sniper. Pola ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru buat TNI, ranpur jenis AMX-10P dan BTR-80 juga menggunakan pola kubah model yang mirip.
Meski kaliber kanon-nya kalah dibanding milik BVP-2 Korps Marinir yang 30mm, tapi kanon besutan Rheinmetall ini unggul dalam kecepatan tembak dan akurasi. Kecepatan tembaknya semakin bertambah ketika digunakan sistem dual feed atau pasokan ganda. Sistem bidik kanon Rheinmetall sudah dilengkapi optik yang didukung teleskop infra merah dan kemampuan deteksi thermal. TNI sebenarnya juga sudah cukup akrab menggunakan kanon Rheinmetall Rh202 kaliber 20mm. Sista ini sudah digunakan cukup lama untuk memperkuat Yon Arhanud TNI AD dan beberapa dipakai sebagai senjata penangkis serangan udara di kapal-kapal perang TNI AL.
Angkut Personel
Dalam hal kemampuan angkut personel, Marder dirancang mengangkut 10 orang, terdiri dari satu NCO (Non Commissioned Officer) sebagai komandan kendaraan regu dan pasukan. Satu NCO sebagai komandan regu, satu pengemudi, satu juru tembak kanon, dua juru tembak sista anti tank, dan empat prajurit infanteri.
Satu diantara empat prajurit tersebut ada yang bertugas sebagau juru tembak senapan mesin kaliber 7,62mm yang menghadap kebelakang, tapi dalam versi Marder 1A3 posisi ini telah dihilangkan karena dianggap kurang efektif dan menyulitkan pasukan saat harus keluar.
Bila di AD Jerman Marder ditempatkan sebagai ranpur di satuan infanteri mekanis, bagaimana kira-kira penempatan tank ini di lingkungan TNI AD? Terlihat agak janggal, secara teori ranpur jenis tank di Indonesia biasa langsung dipinang sebagai sista kavaleri. Secara kesenjataan, kanon kaliber 20mm untuk definisi internasional memang tidak masuk hitungan sista kavaleri. Tapi lagi-lagi, adopsi kanon kaliber 20mm pun masih jadi barang langka di satuan kavaleri TNI AD. Kenyataannya saat ini, Marder kini masuk memperkuat armada tempur Korps Baret Hitam (kavaleri) dan batalyon infanteri mekanis (Baret Hijau), khusus di jajaran Kostrad. So, masuknya Marder ke batalyon infanteri mekanis menjadi sebuah lompatan yang sangat jauh dari sisi alutsista, selain diperkuat panser Anoa. (darmaputra/Dispenad)
Bundeswehr memang memberikan nama yang kurang gahar, ‘Marder’ (sejenis tupai pohon) kepada ranpur pertama dari negeri Barat ini. Namun, jangan pandang sebelah mata, Marder sangat mumpuni sebagai kendaraan tempur dan merupakan pionir dalam jenisnya.
Sebelumnya, tidak ada yang mengenal konsep kendaraan pengangkut pasukan yang memiliki daya gempur memadai untuk terus mendampingi gerak maju kavaleri. Yang ada hanya kendaraan angkut pasukan (ranpas) yang dipersenjatai sekedarnya. Yang penting adalah mengantarkan infantri ke garis depan, atau menjemputnya kembali. Tidak ada ceritanya ranpas didapuk untuk dapat berhadap-hadapan dengan ranpur lawan. Marder 1A3 yang digunakan oleh Jerman Barat selama bertahun-tahun kini dipensiunkan bertahap, dan perlahan-lahan dilungsurkan ke berbagai Negara yang berminat, termasuk Indonesia.
Sejarah
Pada 1956, unit pertama Panzergrenadier lahir di kota Munster, yang merupakan salah satu lokasi sekolah kavaleri AD Jerman. Unit yang secara resmi bernama Panzergrenadierlehrbataillon ini bertugas melatih prajurit dan menguji doktrin infantri mekanis Jerman. Modal pertama infantri mekanis ini adalah infantry carrier buatan AS, M39 sebanyak 30 unit.
Jika dibandingkan dengan tank Jerman saat itu, M47/M48 (buatan AS), M39 masih bisa mengimbangi. Namun M39 dianggap punya kelemahan, karena desainnya yang sebenarnya meniru half-track Jerman menggunakan kompartemen prajurit yang terbuka, yang tentunya rawan terkena pecahan mortir atau jadi sasaran tembak lawan.
Angkatan Darat Jerman segera mengupayakan kendaraan baru sebagai tunggangan prajurit Panzergrenadier. Awalnya, mereka mencoba HS30 buatan pabrikan Hispano Suiza, Swiss. Sayangnya, kendaraan ini terkenal karena justru banyak didera persoalan teknis. Berbagai problem teknis kerap menghantui, plus dimensi kompartemen prajurit yang dianggap terlalu kecil dan sempit, sehingga rencana penggantian pun sudah digariskan sejak awal 1960an justru tak lama setelah HS30 diputuskan untuk diadopsi.
Faktor pendorong lainnya yang tak kalah penting adalah pengadopsian Leopard 1 sebagai MBT AD Jerman. Leopard yang jauh lebih lincah dibanding M47 warisan AS mengakibatkan HS30 susah mengimbangi. Para pemikir di pusat kavaleri Munster menggariskan beberapa prasyarat untuk sistem ranpur pengganti HS30 yang baru, yang dinamai Schützenpanzer/Spz Neue (tank pengangkut pasukan generasi baru). Beberapa persyaratan tersebut adalah kemampuan offroad yang baik, perlindungan yang menyeluruh, mampu mengimbangi gerak maju MBT, dan lincah. Daya gempur juga merupakan satu syarat wajib lainnya, dimana minimal Spz Neue bisa menggotong kanon 20mm yang saat itu merupakan standar NATO.
Sejak awal sudah digariskan bahwa desain Spz akan diadopsi kedalam beberapa platform seperti angkut pasukan, tank destroyer (kanon/ rudal), mortar carrier, SPAAG (artileri AA gerak sendiri), ambulans, dan varian komando. Untuk ukuran tahun 1960an, konsep ini sudah sangat maju, membuktikan kualitas pemikiran para perwira kavaleri Jerman. Sayangnya, kemampuan industri pertahanan Jerman lantas belum mampu mengimbangi, sehingga diputuskan yang dibangun hanyalah varian dasar untuk angkut pasukan dengan kanon sebagai senjata utamanya.
Konsep ini ditindaklanjuti oleh sejumlah perusahaan yang membangun sejumlah varian, yang akhirnya mengerucut menjadi dua konsorsium : Rheinstahl Group yang terdiri dari Rheinstahl/ Witten, Rheinstahl Hanomag-Hannover, dan Biro Desain Warnecke. Konsorsium lainnya dipimpin oleh Henschel AG dan MOWAG pabrikan Swiss.
MOWAG kemudian mundur dan posisinya digantikan oleh Thyssen Industrie AG Henschel di Kassel. Setelah melalui fase pengujian, Rheinstahl dinyatakan sebagai pemenang. Pada 1971, Badan Pengadaan Teknologi Jerman akhirnya menyetujui pengadaan Spz dalam skala penuh, dengan angka pesanan sebesar 2.136 kendaraan. Produksi dibagi dua, 1.161 dibuat oleh Rheinstahl AG, dan 975 dibangun oleh MaK di Kiel (MaK kemudian menjadi pabrik Leopard 2). Kendaraan pertama diserahkan ke Bundeswehr pada 7 Mei 1971, dan diberi nama resmi ‘Marder’.
IFV Pertama TNI-AD
[14aste]
Patut disyukuri bahwa militer Indonesia lumayan punya pengalaman dalam mengoperasikan ranpur kelas IFV (Infantry Fighting Vehicle), diantaranya ada BVP-2, BTR-80A, AMX-10P, dan yang paling baru BMP-3F. IFV memang punya kemiripan dengan peran APC (Armoured Personnel Carrier), yaitu sama-sama bertugas menghantarkan prajurit yang diangkutnya ke wilayah operasi yang telah ditentukan. Tapi IFV punya kemampuan ‘lebih’ dibanding APC.
APC utamanya dibekali dengan senjata untuk self defence, ujung-ujungnya senjata yang digotong paling banter adalah SMB (senapan mesin berat) kaliber 12,7 mm atau pelontar granat AGL-40, di lingkungan TNI biasa digunakan SMB dari jenis M2HB Browning atau CIS 50MG. Jenis ranpur yang masuk kategori APC bisa kendaraan lapis baja roda rantai atau roda ban. Jenis-jenis APC milik TNI saat ini adalah AMX-13 VCI, BTR-50P, Alvis Stormer, dan panser Anoa buatan Pindad. Sementara di lini IFV, ranpur ini lebih sangar, meski mengemban sebagai media transport personel, IFV dipersenjatai dengan kanon kaliber menengah, sehingga lumayan efektif untuk ikut menyerang secara langsung target, atau bisa diperankan sebagai wahana bantuan tembakan yang menakutkan lawan.
Nah, kembali ke paragraf pertama, semua IFV yang dimiliki TNI saat ini notabene adalah aset dari satuan kavaleri Korps Marinir TNI AL. Kodrat Marinir sebagai pasukan pendarat dan pemukul di garda terdepan, memang mengharuskan adanya sista jenis IFV yang ampuh. Sebagai ranpur aset dari korps Marinir TNI AL, sudah barang tentu BVP-2, BTR-80A, AMX-10P, dan BMP-3F punya kemampuan amfibi.
Lalu bagaimana dengan TNI AD yang juga punya satuan kavaleri? Memang untuk urusan IFV agak tertinggal, tapi TNI AD di tahun 2014 dipastikan akan kedatangan IFV pertamanya, yang datang pun bukan ranpur dari negara ‘kelas dua,’ yang bakal hadir adalah Marder 1A3 buatan Rheinmetall Landsysteme, Jerman. Marder boleh dibilang IFV nomer wahid di kelas NATO, ranpur ini sudah battle proven dalam misi pertempuran di Afghanistan.
Bila ditilik dari segi bobot, maka Marder 1A3 (35 ton) nampak setara dengan IFV andalan US Army, M2 Bradley (30,4 ton). Seperti sudah banyak diberitakan sebelumnya, TNI AD membeli 50 unit Marder 1A3 bekas pakai AD Jerman, pembelian Marder merupakan bagian dari paket pembelian 103 unit MBT Leopard 2A4/2A6. Menurut jadwal, Marder dan Leopard akan mulai berdatangan pada tahun 2014 dan akan dipamerkan ke publik sebagai alutsista resmi milik TNI pada HUT TNI 5 Oktober 2014 lalu.
Deskripsi Marder 1A3
IFV Marder dibuat dari chassis yang dirancang khusus pada awal tahun 1960. Bila dirunut dari sejarahnya, desain awal Marder adalah untuk menghadapi ranpur IFV dari negara-negara Eropa Timur saat berlangsungnya Perang Dingin. Tank ini diciptakan sebagai platform umum kendaraan lapis baja yang efektif tanpa mengesampingkan perlindungan dan mobilitas dalam mendukung tank tempur utama yakni Leopard.
Konsep saling perpaduan antara Leopard dan Marder juga diterapkan di lingkungan AD AS. Di Negeri Paman Sam, MBT M1 Abrams juga ‘disandingkan’ dengan M2 Bradley dalam tiap laga pertempuran. Dalam dimensi yang mirip tapi tentu beda kelas, tank ringan Scorpion TNI AD juga disandingkan dengan APC Stormer, begitu juga AMX-13 kanon 105/75mm juga serasi didampingi AMX-13 VCI.
Di lingkungan AD Jerman, Marder dioperasikan sebagai senjata utama Panzergrenadiere (infanteri mekanis) dari tahun 1970-an sampai saat ini. Varian pertama Marder mulai dikembangkan pada Januari 1960 dan produksi pertamanya diterima oleh militer Jerman pada tanggal 7 Januari 1971. Produksi kendaraan tempur ini terus berlanjut hingga tahun 1975, tidak kurang dari 2.136 unit Marder telah diproduksi. Pada tahun 1975 rudal Milan (rudal anti tank) mulai digunakan pada kendaraan tempur Marder. Tapi saat itu penembakannya masih secara konvesional. Petugas (komandan tank) muncul dari kubah sambil memanggul peluncur rudal Milan lalu menembakan rudal tersebut. Lalu antara tahun 1977 dan 1979 peluncur rudal ini mulai dipasang sebagai bagian dari persenjataan Marder.
Upgrade Marder
Program upgrade atau modifikasi peningkatan varian 1A3 dimulai pada tahun 1988. Saat itu ada sekitar 2.100 unit Marder 1A1 dan 1A2 yang akan diupgrade oleh militer Jerman. Proyek ini dikerjakan oleh perusahaan Thyssen-Henschel. Tank Marder yang telah diupgrade menjadi varian Marder 1A3 kembali diterima militer Jerman pada tanggal 17 November 1989. Upgrade tersebut meliputi penambahan lapisan baja pelindung hingga seberat 1,6 ton untuk melindungi Marder dari tembakan meriam 2A42 kaliber 30mm dari BMP-2 (BVP-2). Kemudian ada modifikasi pada akses kompartemen personel infanteri. Suspensi pun ikut diperkuat, sistem pengereman baru dipasang dan gearbox disesuaikan. Sistem pemanas digantikan dengan sistem pemanas berbasis air. Modifikasi juga dilakukan pada kubah kanon. Keseluruhan modifikasi membuat Marder memiliki bobot lebih dari 35 ton. Varian Marder 1A3 inilah yang merupakan varian terbanyak digunakan oleh AD Jerman.
Meski tidak punya kemampuan amfibi, Marder bisa melintasi air hingga kedalaman 1,5 meter. Jika dilengkapi dengan peralatan tambahan, kendaraan tempur ini bisa melintasi air berkedalaman hingga 2,5 meter. Untuk melaju di jalanan aspal, ranpur ini tidak akan merusak jalan, pasalnya Marder menggunakan roda penggerak yang dipasangi trek Diehl dengan bantalan karet. Sejak awal kemunculannya hingga saat ini ada beberapa varian Marder yang telah diproduksi. Meskipun telah dioperasikan dalam jumlah besar selama 40 tahun, Marder baru memperoleh pengalaman tempur sesungguhnya saat harus melindungi sebuah pos tentara Jerman dari serangan gerilyawan Taliban yang berlokasi di Distrik Chahar Dara, provinsi Kunduz, Afghanistan, pada Juli 2009. Aksi Marder pada pertempuran tersebut telah membunuh dan dan melukai puluhan anggota gerilyawan Taliban. Setelah kejadian itu, tank Marder juga beberapa kali terlibat dalam pertempuran di Timur Tengah.
Sistem Persenjataan
Marder 1A3 sudah sempat ditampilkan ke khalayak umum pada ajang Indo Defence 2012 di Kemayoran, Jakarta. Versi Marder 1A3 ditampilkan menggunakan sistem senjata kanon Rheinmetall Rh202 kaliber 20mm dan senapan mesin coaxial MG3 kaliber 7,62 mm dalam satu kubah.
Soal kubah, bentuknya terbilang unik, juru tembak duduk di dasar kubah yang letaknya di dalam kabin pasukan, sehingga bagian yang tampak hanya dudukan untuk sistem kanon. Pola ini tentunya lebih aman untuk juru tembak dari serangan sniper. Pola ini sebenarnya bukan sesuatu yang baru buat TNI, ranpur jenis AMX-10P dan BTR-80 juga menggunakan pola kubah model yang mirip.
Meski kaliber kanon-nya kalah dibanding milik BVP-2 Korps Marinir yang 30mm, tapi kanon besutan Rheinmetall ini unggul dalam kecepatan tembak dan akurasi. Kecepatan tembaknya semakin bertambah ketika digunakan sistem dual feed atau pasokan ganda. Sistem bidik kanon Rheinmetall sudah dilengkapi optik yang didukung teleskop infra merah dan kemampuan deteksi thermal. TNI sebenarnya juga sudah cukup akrab menggunakan kanon Rheinmetall Rh202 kaliber 20mm. Sista ini sudah digunakan cukup lama untuk memperkuat Yon Arhanud TNI AD dan beberapa dipakai sebagai senjata penangkis serangan udara di kapal-kapal perang TNI AL.
Angkut Personel
Dalam hal kemampuan angkut personel, Marder dirancang mengangkut 10 orang, terdiri dari satu NCO (Non Commissioned Officer) sebagai komandan kendaraan regu dan pasukan. Satu NCO sebagai komandan regu, satu pengemudi, satu juru tembak kanon, dua juru tembak sista anti tank, dan empat prajurit infanteri.
Satu diantara empat prajurit tersebut ada yang bertugas sebagau juru tembak senapan mesin kaliber 7,62mm yang menghadap kebelakang, tapi dalam versi Marder 1A3 posisi ini telah dihilangkan karena dianggap kurang efektif dan menyulitkan pasukan saat harus keluar.
Bila di AD Jerman Marder ditempatkan sebagai ranpur di satuan infanteri mekanis, bagaimana kira-kira penempatan tank ini di lingkungan TNI AD? Terlihat agak janggal, secara teori ranpur jenis tank di Indonesia biasa langsung dipinang sebagai sista kavaleri. Secara kesenjataan, kanon kaliber 20mm untuk definisi internasional memang tidak masuk hitungan sista kavaleri. Tapi lagi-lagi, adopsi kanon kaliber 20mm pun masih jadi barang langka di satuan kavaleri TNI AD. Kenyataannya saat ini, Marder kini masuk memperkuat armada tempur Korps Baret Hitam (kavaleri) dan batalyon infanteri mekanis (Baret Hijau), khusus di jajaran Kostrad. So, masuknya Marder ke batalyon infanteri mekanis menjadi sebuah lompatan yang sangat jauh dari sisi alutsista, selain diperkuat panser Anoa. (darmaputra/Dispenad)
♞ TNI AD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.