Seperti Indonesia Ilustrasi TNI dan pasukan militer Australia. (Australian Defence Force/Handout via REUTERS) ☆
Pemerintah Australia menyatakan tengah menggodok revisi undang-undang yang memungkinkan militer untuk lebih siap dikerahkan merespons "insiden teroris."
Perdana Menteri Malcolm Turnbull, Senin (17/7), menyatakan kepolisian negara bagian dari daerah akan tetap jadi pasukan tanggap pertama untuk insiden teror, tapi militer akan menawarkan bantuan untuk menambah kemampuan mereka.
Di bawah revisi undang-undang yang diajukan, pemerintah negara bagian dan daerah bisa meminta bantuan militer kapan saja setelah "insiden teror" dideklarasikan. Sebelumnya, militer hanya bisa dilibatkan jika polisi menyatakan tidak bisa menangani situasi.
Turnbull menyatakan serangan di masa yang akan datang kemungkinan besar akan tetap menjadi tanggung jawab polisi, tapi militer bisa juga memberikan bantuan dalam insiden seperti di sebuah cafe di Sidney yang menewaskan dua sandera, Desember 2014 lalu.
Pemeriksaan koroner Mei lalu menyimpulkan bahwa polisi gagal merespons cukup cepat untuk mengakhiri pengepungan yangg berlangsung selama 16 jam itu. Peristiwa ini dideskripsikan sebagai insiden terinspirasi kelompok teror ISIS yang paling mematikan di Australia.
Pelaku yang tewas di tangan polisi belakangan diketahui tidak terkait langsung dengan militan asal Timur Tengah itu.
"Dalam keadaan ancaman saat ini, kemungkinan besar serangan teroris akan menggunakan metodologi sederhana, pisau, pistol, mobil dan serangan itu sendiri bisa selesai dalam hitungan menit," kata Turnbull sebagaimana dikutip Reuters di Sidney.
"Dalam skenario terburuk, ADF (Angkatan Bersenjata Australia) mempunyai serangkaian kemampuan untuk menyelesaikan insiden teroris yang rumit, terutama pengepungan atau penyanderaan."
Hal serupa saat ini juga tengah diupayakan di Indonesia. Keinginan memberikan kewenangan pemberantasan terorisme kepada TNI lewat revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme datang dari Presiden Joko Widodo saat membuka sidang kabinet paripurna pada Mei lalu.
Jokowi telah memerintahkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto segera menyelesaikan urusan revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bersama parlemen.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme diperlukan untuk mempermudah dan mempercepat penyelidikan dan penyidikan teror di Indonesia.
Untuk Australia, pengepungan cafe Sidney dan sejumlah serangan "lone wolf" lain menjadi titik balik bagi polisi dan pemerintah secara keseluruhan untuk mengubah taktik dalam merespons insiden teror.
Kepolisian Australia sejak saat itu mengubah taktik sehingga menjadi lebih siap untuk bergerak cepat mengakhiri kasus-kasus penyanderaan semacam itu dan menembak di tempat para pelaku insiden "terkait terorisme."
Pada Juni, polisi juga mulai memasang patok-patok beton di trotoar jalanan dua kota terbesar Australia, Sidney dan Melbourne, untuk mencegah serangan mobil seperti di Eropa dan Amerika Serikat.
"Kunci yang kita butuhkan adalah rencana yang paling fleksibel--ancaman itu berubah sangat signifikan," kata Menteri Kehakiman Michael Keenan kepada Australian Broadcasting Corporation, dikutip Reuters.
Australia adalah sekutu dekat AS yang mengirip pasukan ke Afghanistan dan Irak. Negara ini belakangan semakin waspada terhadap kemungkinan serangan militan lokal yang pulang dari pertempuran di Timur Tengah. (aal)
Pemerintah Australia menyatakan tengah menggodok revisi undang-undang yang memungkinkan militer untuk lebih siap dikerahkan merespons "insiden teroris."
Perdana Menteri Malcolm Turnbull, Senin (17/7), menyatakan kepolisian negara bagian dari daerah akan tetap jadi pasukan tanggap pertama untuk insiden teror, tapi militer akan menawarkan bantuan untuk menambah kemampuan mereka.
Di bawah revisi undang-undang yang diajukan, pemerintah negara bagian dan daerah bisa meminta bantuan militer kapan saja setelah "insiden teror" dideklarasikan. Sebelumnya, militer hanya bisa dilibatkan jika polisi menyatakan tidak bisa menangani situasi.
Turnbull menyatakan serangan di masa yang akan datang kemungkinan besar akan tetap menjadi tanggung jawab polisi, tapi militer bisa juga memberikan bantuan dalam insiden seperti di sebuah cafe di Sidney yang menewaskan dua sandera, Desember 2014 lalu.
Pemeriksaan koroner Mei lalu menyimpulkan bahwa polisi gagal merespons cukup cepat untuk mengakhiri pengepungan yangg berlangsung selama 16 jam itu. Peristiwa ini dideskripsikan sebagai insiden terinspirasi kelompok teror ISIS yang paling mematikan di Australia.
Pelaku yang tewas di tangan polisi belakangan diketahui tidak terkait langsung dengan militan asal Timur Tengah itu.
"Dalam keadaan ancaman saat ini, kemungkinan besar serangan teroris akan menggunakan metodologi sederhana, pisau, pistol, mobil dan serangan itu sendiri bisa selesai dalam hitungan menit," kata Turnbull sebagaimana dikutip Reuters di Sidney.
"Dalam skenario terburuk, ADF (Angkatan Bersenjata Australia) mempunyai serangkaian kemampuan untuk menyelesaikan insiden teroris yang rumit, terutama pengepungan atau penyanderaan."
Hal serupa saat ini juga tengah diupayakan di Indonesia. Keinginan memberikan kewenangan pemberantasan terorisme kepada TNI lewat revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme datang dari Presiden Joko Widodo saat membuka sidang kabinet paripurna pada Mei lalu.
Jokowi telah memerintahkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto segera menyelesaikan urusan revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme bersama parlemen.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme diperlukan untuk mempermudah dan mempercepat penyelidikan dan penyidikan teror di Indonesia.
Untuk Australia, pengepungan cafe Sidney dan sejumlah serangan "lone wolf" lain menjadi titik balik bagi polisi dan pemerintah secara keseluruhan untuk mengubah taktik dalam merespons insiden teror.
Kepolisian Australia sejak saat itu mengubah taktik sehingga menjadi lebih siap untuk bergerak cepat mengakhiri kasus-kasus penyanderaan semacam itu dan menembak di tempat para pelaku insiden "terkait terorisme."
Pada Juni, polisi juga mulai memasang patok-patok beton di trotoar jalanan dua kota terbesar Australia, Sidney dan Melbourne, untuk mencegah serangan mobil seperti di Eropa dan Amerika Serikat.
"Kunci yang kita butuhkan adalah rencana yang paling fleksibel--ancaman itu berubah sangat signifikan," kata Menteri Kehakiman Michael Keenan kepada Australian Broadcasting Corporation, dikutip Reuters.
Australia adalah sekutu dekat AS yang mengirip pasukan ke Afghanistan dan Irak. Negara ini belakangan semakin waspada terhadap kemungkinan serangan militan lokal yang pulang dari pertempuran di Timur Tengah. (aal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.