Kapal Tanpa Awak Antiradar Karya STTAL ☆
Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut (STTAL) di bawah Kementerian Pertahanan (Kemenhan), dalam hal ini TNI AL, punya sumbangsih besar menuju kemandirian produksi alat utama sistem persenjataan (alutsista).
STTAL mewajibkan mahasiswanya berinovasi, menghasilkan karya tugas akhir (TA) berupa bagian pendukung, dan bahkan alutsista. Ini yang terlihat dari karyakarya TA di sela wisuda 130 perwira dan bintara lulusan STTAL di Gedung Moelyadi Bumimoro Surabaya, Jawa Timur, kemarin. Ada 24 produk yang dipamerkan dan bahkan diujicobakan di hadapan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Ade Supandi. Karya yang ada dihasilkan 36 perwira yang menempuh program magister (S-2) Analisis Sistem dan Riset Operasi (ASRO) Angkatan II serta III, 57 perwira yang menempuh program sarjana S-1 Angkatan XXXV, dan 37 bintara yang menempuh program Diploma 3 Angkatan IX di STTAL.
Salah satu hasil inovasi tugas akhir yang menarik KSAL Ade Supandi adalah kapal tanpa awak (drone). Selain antiradar karena beberapa lekukan yang presisi, kapal ini juga dilengkapi senjata. Saat diujicobakan di hadapan KSAL, bagian atasnya langsung terbuka dan secara hidrolis muncul laras senjata otomatis berupa meriam 7,6 mm. Laras bergerak kanan-kiri, atasbawah mencari sasaran tembak.
Sistem kerjanya pun terintegrasi jarak jauh. Kapal ini dikembangkan oleh Kapten Laut (T) Fandi Tri Prasetya, seorang wisudawan. Fandi menjelaskan, kapal hasil pengembangannya itu memiliki kemampuan siluman yang tidak terdeteksi radar dan memiliki serangan cepat (fast attack). Selain itu, kapal yang diberi nama Platform Stealth Fast Attack Vehicle ini juga didukung kemampuan laju mencapai 30 knot. ”Kapal ini memiliki daya tangkal terhadap ancaman pertahanan, khususnya di perairan, kepulauan, dan wilayah pantai,” terang Fandi.
Dari karya hasil pengembangannya ini, Fandi berharap mampu menjawab permasalahan keamanan, terutama maraknya kejahatan di laut, yakni penyelundupan narkoba, illegal fishing, illegal logging, human trafficking, dan pelanggaran batas wilayah negara. Karya lain yang juga menarik perhatian KSAL adalah robot otomatis pendeteksi dan penanda ranjau darat antitank berbasis Atmega 2560.
Robot ini dikembangkan Serka SAA Romadhon Junaidi serta Sertu Eko Sandi Budi Waluyo. Sensor logam yang terpasang mampu mendeteksi ranjau hingga kedalaman 6 sentimeter. Ketika ada ranjau, robot mengeluarkan bunyi. ”Ini harus kembangkan. Jangan hanya untuk kedalaman 6 sentimeter, tapi ditambah,” pinta Ade.
Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut (STTAL) di bawah Kementerian Pertahanan (Kemenhan), dalam hal ini TNI AL, punya sumbangsih besar menuju kemandirian produksi alat utama sistem persenjataan (alutsista).
STTAL mewajibkan mahasiswanya berinovasi, menghasilkan karya tugas akhir (TA) berupa bagian pendukung, dan bahkan alutsista. Ini yang terlihat dari karyakarya TA di sela wisuda 130 perwira dan bintara lulusan STTAL di Gedung Moelyadi Bumimoro Surabaya, Jawa Timur, kemarin. Ada 24 produk yang dipamerkan dan bahkan diujicobakan di hadapan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Ade Supandi. Karya yang ada dihasilkan 36 perwira yang menempuh program magister (S-2) Analisis Sistem dan Riset Operasi (ASRO) Angkatan II serta III, 57 perwira yang menempuh program sarjana S-1 Angkatan XXXV, dan 37 bintara yang menempuh program Diploma 3 Angkatan IX di STTAL.
Salah satu hasil inovasi tugas akhir yang menarik KSAL Ade Supandi adalah kapal tanpa awak (drone). Selain antiradar karena beberapa lekukan yang presisi, kapal ini juga dilengkapi senjata. Saat diujicobakan di hadapan KSAL, bagian atasnya langsung terbuka dan secara hidrolis muncul laras senjata otomatis berupa meriam 7,6 mm. Laras bergerak kanan-kiri, atasbawah mencari sasaran tembak.
Sistem kerjanya pun terintegrasi jarak jauh. Kapal ini dikembangkan oleh Kapten Laut (T) Fandi Tri Prasetya, seorang wisudawan. Fandi menjelaskan, kapal hasil pengembangannya itu memiliki kemampuan siluman yang tidak terdeteksi radar dan memiliki serangan cepat (fast attack). Selain itu, kapal yang diberi nama Platform Stealth Fast Attack Vehicle ini juga didukung kemampuan laju mencapai 30 knot. ”Kapal ini memiliki daya tangkal terhadap ancaman pertahanan, khususnya di perairan, kepulauan, dan wilayah pantai,” terang Fandi.
Dari karya hasil pengembangannya ini, Fandi berharap mampu menjawab permasalahan keamanan, terutama maraknya kejahatan di laut, yakni penyelundupan narkoba, illegal fishing, illegal logging, human trafficking, dan pelanggaran batas wilayah negara. Karya lain yang juga menarik perhatian KSAL adalah robot otomatis pendeteksi dan penanda ranjau darat antitank berbasis Atmega 2560.
Robot ini dikembangkan Serka SAA Romadhon Junaidi serta Sertu Eko Sandi Budi Waluyo. Sensor logam yang terpasang mampu mendeteksi ranjau hingga kedalaman 6 sentimeter. Ketika ada ranjau, robot mengeluarkan bunyi. ”Ini harus kembangkan. Jangan hanya untuk kedalaman 6 sentimeter, tapi ditambah,” pinta Ade.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.