Peneliti IPB menguji coba rompi anti peluru dari bahan limbah sawit di Laboratorium Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Darat, Batujajar, Bandung, Jumat (19/12/2025).(Dok.IPB) Peneliti IPB University mengembangkan rompi anti peluru berbahan baku tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Peneliti Pusat Studi Sawit sekaligus Dosen Departemen Fisika IPB Universi, Siti Nikmatin menjelaskan limbah sawit digunakan sebagai alternatif material kevlar, bahan utama pembuatan rompi anti peluru.
"Aslinya (rompi anti peluru) adalah 100 persen dari kevlar, lalu kami modifikasi 50 pesennya dari kelapa sawit. Jadi 50 persennya kelapa sawit, dan 50 persennya masih menggunakan kevlar, setidaknya ada substitusi 50 persen dari serat kevlar," ungkap Siti saat dihubungi, Jumat (26/12/2025).
Dia berpandangan, substitusi ini bertujuan mengurangi ketergantungan pada kevlar yang berbahan sintetis berbasis kimia dan relatif mahal. Sedangkan TKKS adalah limbah industri sawit yang saat ini mudah ditemukan, serta belum dimanfaatkan secara optimal.
Keungulannya, kata Siti, serat sawit lebih ringan dibandingkan kevlar. Sehingga, dapat menekan bobot rompi yang digunakan anggota TNI.
"(Pihak) TNI juga bertanya apakah bisa 100 persen dari sawit, ini bisa namun tebal. 100 persen (bahan) dari sawit bisa, tetapi tidak memenuhi standar TNI," tutur Siti.
Adapun standar rompi anti peluru TNI mensyaratkan berat maksimal 2 kilogram, ketebalan tidak lebih dari 2 sentimeter, dengan ukuran 30 x 30 sentimeter. Karena itu, komposisi serat sawit saat ini baru bisa mencapai sekitar 50 persen.
"Tetapi, kalau dipaksa apakah 100 persen dari sawit bisa cuma tebalnya pasti 4 cm, beratnya 3-4 kg," imbuh dia.
Siti mengakui teknologi pembuatan rompi masih bersifat semi manual. Sebagian proses produksinya masih dilakukan secara manual, khususnya pada tahap pembuatan benang dan kain serat sawit.
“Untuk pengolahan sawit menjadi serat panjang sudah menggunakan mesin, begitu juga proses pembuatan kompositnya. Yang masih manual itu proses benang dan kainnya,” ujarnya.
Siti menyebut, dibutuhkan waktu satu hari untuk memproduksi rompi anti peluru dari limbah sawit. Di sisi lain, dia memastikan ketersediaan tandan kosong kelapa sawit tidak menjadi kendala. Limbah tersebut dapat diperoleh secara gratis dari pabrik kelapa sawit.
Para peneliti hanya mengeluarkan biaya untuk jasa angkut limbah sawit saja.
Tersertifikasi
Adapun inovasi rompi anti peluru berbahan tandan kosong kelapa sawit hasil riset tim IPB University dinyatakan lolos uji balistik dan tersertifikasi setelah diuji di Laboratorium Dinas Penelitian dan Pengembangan Angkatan Darat, Batujajar, Bandung, Jumat (19/12/2025).
Pengujian menggunakan amunisi kaliber 9×19 milimeter dari jarak tembak 5 meter, mencakup kondisi tembak kering dan basah, serta uji ketahanan terhadap tusukan dan bacokan senjata tajam.
Berdasarkan penilaian, rompi dinyatakan lulus karena mampu menahan proyektil tanpa tembus dengan tingkat deformasi atau lekukan belakang di bawah 44 mm. Performa ini dinilai sangat kompetitif dengan rentang harga pasaran rompi antipeluru level IIIA yang ada saat ini.
Menurut Siti, proyek tersebut didanai Program Dana Padanan (Kedaireka) Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi tahun anggaran 2024–2025. Dia berharap, rompi anti peluru bisa diproduksi massal.
"Kalau saya pribadi sebagai dosen tugasnya ya sudah sampai penelitian terbukti, tersertifikasi oleh lembaga yang terkompeten, bisa digunakan ya sudah. tetpi kan kalau untuk produksi banyak itu bukan tugas dosen, harapannya ada mitra yang bisa men-scale up ini," tutur dia.
💥 Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.