Kemenhan: Tahun 2011, Komisi I DPR Setujui Hibah Hercules
Hercules TNI AU |
"Semua pimpinan Komisi I sudah setuju waktu itu. Karena kita membahas pagu anggaran untuk memperbaiki pesawat hibah," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhan, Hartind Asrin kepada detikcom, Sabtu (7/7/2012) malam.
Menurut Hartind, saat itu DPR dan pemerintah menyepakati anggaran Rp 50 miliar untuk perbaikan 4 unit pesawt hibah Hercules. Biaya ini dianggarkan karena pesawat bekas yang dihibahkan harus menjalani perbaikan. "Anggaran tidak masuk APBN tapi ada skema tertentu dari Kementerian Keuangan," jelasnya.
Namun saat itu, proses hibah ditunda oleh pihak Australia. Penandatanganan hibah baru dilakukan pada 2 Juli 2012 ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkunjung ke Australia.
"Saat penandatanganan MoU di Australia, ada dua anggota Komisi I yang hadir. Satu di antaranya Pak Yoris Raweyai. Dia datang atas undangan pemerintah," kata Hartind.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin mempermasalahkan hibah 4 unit Hercules. Menurutnya hibah harus dengan persetujuan DPR seperti diatur Pasal 23 ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
DPR Minta Pemerintah Ajukan Anggaran Perbaikan 4 Hercules Australia
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq meminta pemerintah mengajukan usulan anggaran baru untuk biaya perbaikan empat unit pesawat Hercules C-130 yang dihibahkan Australia.
"Pemerintah harus ajukan anggaran baru, apakah lewat rekening 99 untuk tahun anggaran 2012 dari Menkeu atau mengajukan baru di tahun anggaran 2013," kata Mahfudz kepada detikcom, Minggu (8/7/2012).
Mahfudz mengakui komisinya pernah menyetujui alokasi anggaran untuk perbaikan 4 unit Hercules dari Australia pada tahun 2011. "Tapi dibatalkan karena alasan teknis," ujarnya.
Anggaran tersebut kemudian direlokasikan untuk perawatan dan perbaikan pesawat Hercules yang dimiliki TNI Angkatan Udara. "Dengan sekarang ada kontrak hibah, maka diperlukan pembahasan baru anggaran hibah hercules tersebut," sebut Mahfudz.
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhan, Hartind Asrin mengatakan, DPR dan pemerintah pernah menyepakati anggaran Rp 50 miliar untuk perbaikan 4 unit pesawat hibah Hercules. "Anggaran tidak masuk APBN," ujarnya terpisah.
Namun saat itu, proses hibah ditunda oleh pihak Australia. Penandatanganan hibah baru dilakukan pada 2 Juli 2012 ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berkunjung ke Australia.
Saat ini tim Kemenhan masih menghitung biaya perbaikan dengan bagian pesawat dengan melakukan pengecekan langsung ke Australia.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin mengkritik hibah pesawat ini. Menurut dia biaya perbaikan 60 juta USD untuk 4 pesawat, harganya sama dengan membeli pesawat bekas Hercules yang juga ditawarkan Australia. Tubagus juga meminta pemerintah meminta persetujuan kepada DPR terkait hibah Hercules tersebut.
Sumber : Detik
"Kita Kok Jadi Bangsa yang Senang Barang Bekas"
Pengamat Militer Anak Agung Banyu Perwita menyesalkan sikap pemerintah yang mau menerima empat buah pesawat Hercules C 130 dari Australia. Dia mengatakan dengan mengeluarkan uang kepada Australia, ini adalah hal yang aneh.
“Itu setengah hibah dan setengah beli, kalau hibah, kita tidak perlu bayar apa-apa. Ini suatu kebijakan yang aneh. Kita kok jadi bangsa yang senang barang bekas, dan itu diumumkan presidennya sendiri,” kata Banyu saat berbincang dengan Okezone, Jumat (7/72012).
Dia menambahkan bahwa pemerintah justru kita akan merugi, karena membeli pesawat Hercules C 130, karena membutuhkan banyak uang untuk perbaikan.
“Saya enggak ngerti cara berfikir pemerintah, SBY kemarin tidak cukup terbuka kepada publik kita berbicara,” ungkapnya.
Kenapa tidak membeli pesawat yang baru saja, lanjut Banyu, atau mendayagunakan PT Dirgantara Indonesia. “Pasawat Hercules C 130 hanya akan membuat ke khawatiran bagi kita. Mengulang hal yang sama,” tukasnya.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi Pertahanan DPR, TB Hasanudin menentang sikap pemerintah soal penerimaan empat buah pesawat Hercules C 130 dari Australia. Hibah tersebut dianggap terlampau mahal dan belum mendapat persetujuan DPR.
Sesuai Pasal 23 Ayat 1 UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, penerimaan hibah dari negara atau lembaga asing harus dengan persetujuan DPR.
Selain itu, menurut Hasanudin, berdasarkan informasi yang dia terima, pesawat Hercules C 130 yang dihibahkan kepada Indonesia itu tidak laik terbang dan perlu menjalani perbaikan dengan dana tidak kurang dari USD60 juta atau USD15 juta per unitnya.
"Aneh memang. Karena dalam waktu yang sama Australia juga menawarkan enam buah pesawat sejenis (dalam kondisi siap operasional) seharga USD90 juta atau USD 15 juta per unit. Artinya harga jual dan harga hibah sama," sesal Hasanudin, Jumat 6 Juli 2012. (ydh)
Sumber : Okezone
Perawatan Tak Murah, Jangan Sampai Hibah Pesawat Hercules Mubazir
Pemerintah Indonesia baiknya berpikir ulang untuk menerima hibah pesawat Hercules C 100 dari Australia. Selain ongkor kirimnya mahal, biaya perawatannya juga patut diperhitungkan.
"Bila hibah pesawat Hercules dikasih maka harus juga mempertimbangkan biaya perawatan kelak, sehingga pesawat hibah itu tidak mubazir," ujar Mantan Panglima TNI Jenderal TNI (Purn) Endriartono Sutarto di Hotel Four Seasons, Kuningan, Jakarta, Minggu (8/7).
Menurut dia, hibah yang diberikan Australia terhadap Indonesia sangat layak, tapi sangat disayangkan bila biaya perawatan pesawat tidak memadai.
"Jangan sampai akhirnya pesawat tersebut di-grounded," ungkapnya.
Dia mengakui, biaya perawatan pesawat tempur tidak murah, karenanya perlu perhitungan yang pasti mengenai anggaran perawatan.
Seperti diketahui, hasil kunjungan Presiden SBY ke Australia, belum lama ini, mendapat hibah empat unit pesawat Hercules C 100 buatan Asutralia. Adapun diperlukan biaya sebesar US$ 60 juta untuk pengiriman, dengan rincian per unit pesawat Hercules masing-masing US$ 15 ju(Ral/Nky)
Sumber : JaringNews
Hibah Hercules Sudah Disetujui DPR Sejak 2011
Wakil Ketua Komisi I DPR asal Fraksi Demokrat Ramadhan Pohan menegaskan pembelian pesawat hibah dari Australia sudah mendapatkan persetujuan DPR. Bahkan, menurutnya, pada saat itu persetujuan diberikan dengan alasan untuk membantu penanganan bencana alam.
"Itu sudah dialokasikan dari tahun lalu. Sejak 19 Agustus 2011 sudah ada alokasi dana Rp 64,4 trilyun," kata Ramadhan dalam pesan singkat kepada wartawan, Senin (9/7).
Menurutnya, jika ada yang menyebut bahwa hibah tersebut belum mendapatkan persetujuan komisi I, itu hanya keputusan salah satu fraksi saja.
Ia pun lantas menerangkan komisinya sempat meminta salah satu hercules agar digunakan untuk mobilisasi bantuan bencana.
Sementara itu mengenai tudingan pesawat hibah menelan biaya mahal, Ramadhan menyebut itu tergantung masing-masing pesawat.
"Nantinya biaya perawatan tiap pesawat akan berbeda," imbuhnya.
Politikus Partai Demokrat itu mengatakan tidak semua pesawat tua itu bermasalah. Kata dia kuncinya adalah masih ada untuk meneruskan produksi spare parts-nya.
Ramadhan menegaskan serial C 130 Hercules adalah pesawat sejuta umat buatan Amerika yang terkenal bandel, kuat dan mudah perawatannya.
"C130H Royal Australian Air Force menonaktifkan pesawat itu sejak 2009 dalam kondisi preservation maintenance artinya parkir namun tetap terawat," tandasnya. (*/OL-12)
Sumber : MediaIndonesia
Semua Fraksi Setuju Hibah Hercules, Kecuali PDIP
Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pertahanan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Ramadhan Pohan mengatakan pengadaan hibah enam pesawat C-130 Hercules dari Australia sudah sesuai prosedur. "Itu sudah dialokasikan sejak 19 Agustus tahun lalu," kata Ramadhan di kompleks gedung DPR, Senayan, Senin, 9 Juli 2012.
Pengadaan Hercules, kata Ramadhan, sudah masuk program prioritas yang disepakati DPR. Salah satunya untuk mobilisasi bantuan bencana. Menurut dia, Komisi Pertahanan secara keseluruhan sudah mendukung pembelian ini. "Penolakan dari Fraksi PDI Perjuangan. Namun tidak mencerminkan suara Komisi keseluruhan."
Pemerintah Indonesia dan Australia resmi meneken nota kesepahaman untuk hibah empat pesawat C-130 Hercules dari Australia, Senin dua pekan lalu. Penandatanganan kesepakatan dilakukan di Darwin, Australia, antara Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Eris Haryanto dan Panglima Angkatan Bersenjata Australia David Hurley.
Wakil Ketua Komisi Pertahanan Tubagus Hasanuddin mengkritik hibah ini. Ia menilai ada yang janggal dalam hibah itu karena kebutuhan anggaran untuk memperbaiki pesawat sama besarnya dengan biaya membeli pesawat bekas. "Kalau seperti ini, yang mana sisi hibahnya?" kata politikus dari Partai PDI Perjuangan itu.
Ramadhan menyangkal tudingan yang menyatakan pembelian Hercules terlalu mahal. Menurut dia, penetapan harga pesawat pasti berdasarkan audit teknis terlebih dulu. Karena itu, harga US$ 15 juta per unit bukan harga pasti, tapi hanya anggaran maksimal tiap pesawat. Sedangkan riilnya, biaya perawatan tiap pesawat akan berbeda.
Dari segi kualitas, usia pesawat tidak akan menjadi persoalan karena jam terbangnya bisa dinolkan. Apalagi pabrik pesawat Hercules di Lockheed, Amerika Serikat, masih beroperasi sehingga produksi suku cadang terus berlanjut. Hal ini berbeda dengan merawat pesawat jenis Fokker 27 yang pabriknya sudah bangkrut.
Ramadhan menambahkan, kondisi Hercules ini terawat baik lantaran Royal Australian Air Force, angkatan udara Benua Kanguru, menonaktifkan pesawat sejak 2009 dalam kondisi preservation maintenance. Artinya parkir, namun tetap terawat. Meski C-130 Hercules bekas RAAF dibeli pada era 1979 dan 1980, kualitas perawatan RAAF dikenal sangat baik.
Ramadhan yakin, Komisi Pertahanan bakal mendukung setiap program pemerintah yang meningkatkan posisi strategis Indonesia di mata internasional. Kerja sama hibah Hercules dengan Australia, kata dia, merupakan kemajuan diplomasi Indonesia. "Ini menunjukkan meningkatnya kepercayaan internasional."
Sumber : Tempo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.