Jakarta
(ANTARA News) - Tokoh asal Kalimantan Barat Oesman Sapta mengatakan
pejuang Pancasila Johanes Chrisostomus Oevaang Oeray dan aktivis pers
Indonesia Djeranding Abdurrahman pantas untuk dinobatkan menjadi
pahlawan nasional.
"Bangsa
ini sudah banyak menerima kekejaman Belanda dan Jepang. Jadi, mengapa
mesti berpikir lagi untuk menghargai perjuangan dua tokoh itu yang
berjasa untuk kemerdekaan negeri ini," katanya di Jakarta, Kamis.
Pada Seminar Nasional Pengusulan Oevaang Oeray dan Djerandeng Abdurachman untuk menjadi Pahlawan Nasional itu Oesman mengatakan, pahlawan bukan milik suku, adat, ras ataupun agama tertentu namun milik semua elemen bangsa.
"Kami hanya bicara tentang perjuangan bahwa ada dua `anak hutan` yang benar- benar berkorban untuk negara ini," kata dia.
Oesman juga mengajak para pemuda dan mahasiswa menghargai jasa para pejuang karena tanpa perjuangan mereka Indonesia tidak akan ada.
Menurut mantan wakil ketua MPR-RI dari Unsur Fraksi Utusan Daerah itu, peran pemuda dan mahasiswa sangat besar dalam dinamika bangsa sehingga wajib meneladani perjuangan pahlawan.
"Yang berperan dan berpengaruh terhadap pemerintahan sebenarnya bukan partai politik, tetapi mahasiswa dan pemuda. Kita bisa lihat dari tahun 1928 hingga 1998, mahasiswa dan pemuda lah yang memegang kendali dan menentukan masa depan bangsa ini," katanya.
Dia juga menyayangkan mekanisme pengusulan pahlawan nasional yang dinilai masih sulit dan tidak berkelanjutan, terutama untuk mereka yang berasal dari daerah luar Jawa.
"Saya heran mengapa bangsa ini kalau untuk kepentingan daerah, nasionalisme dan martabat bangsa cenderung pelit," katanya.
Dalam buku "Memoar Politik, Ideologi Pancasila HAM-Politik Dayak di Pentas Nasional Indonesia" yang ditulis oleh Aju dan Syafaruddin Usman, Oevaang berpendapat Pancasila terjadi bukan karena diciptakan, melainkan tumbuh dan berkembang di dalam rahim "Bunda" Indonesia.
Hadir pada seminar nasional tersebut Gubernur Kalimantan Barat Drs Cornelis MH, sejarawan Universitas Indonesia JJ Rizal, tokoh pers nasional Leo Batubara dan antropolog Universitas Muhammadiyah Pontianak Zainuddin Isman. (T.SDP-54/B013)
Johanes Chrisostomus Oevaang Oeray |
Pada Seminar Nasional Pengusulan Oevaang Oeray dan Djerandeng Abdurachman untuk menjadi Pahlawan Nasional itu Oesman mengatakan, pahlawan bukan milik suku, adat, ras ataupun agama tertentu namun milik semua elemen bangsa.
"Kami hanya bicara tentang perjuangan bahwa ada dua `anak hutan` yang benar- benar berkorban untuk negara ini," kata dia.
Oesman juga mengajak para pemuda dan mahasiswa menghargai jasa para pejuang karena tanpa perjuangan mereka Indonesia tidak akan ada.
Menurut mantan wakil ketua MPR-RI dari Unsur Fraksi Utusan Daerah itu, peran pemuda dan mahasiswa sangat besar dalam dinamika bangsa sehingga wajib meneladani perjuangan pahlawan.
"Yang berperan dan berpengaruh terhadap pemerintahan sebenarnya bukan partai politik, tetapi mahasiswa dan pemuda. Kita bisa lihat dari tahun 1928 hingga 1998, mahasiswa dan pemuda lah yang memegang kendali dan menentukan masa depan bangsa ini," katanya.
Dia juga menyayangkan mekanisme pengusulan pahlawan nasional yang dinilai masih sulit dan tidak berkelanjutan, terutama untuk mereka yang berasal dari daerah luar Jawa.
"Saya heran mengapa bangsa ini kalau untuk kepentingan daerah, nasionalisme dan martabat bangsa cenderung pelit," katanya.
Dalam buku "Memoar Politik, Ideologi Pancasila HAM-Politik Dayak di Pentas Nasional Indonesia" yang ditulis oleh Aju dan Syafaruddin Usman, Oevaang berpendapat Pancasila terjadi bukan karena diciptakan, melainkan tumbuh dan berkembang di dalam rahim "Bunda" Indonesia.
Hadir pada seminar nasional tersebut Gubernur Kalimantan Barat Drs Cornelis MH, sejarawan Universitas Indonesia JJ Rizal, tokoh pers nasional Leo Batubara dan antropolog Universitas Muhammadiyah Pontianak Zainuddin Isman. (T.SDP-54/B013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.