Doktrin TNI AL masih Green Water Navy Jakarta ★ Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Moeldoko mengatakan bahwa TNI tak membutuhkan kapal induk untuk memperkuat alat utama sistem persenjataan. Pernyataan Moeldoko tersebut disampaikan usai membuka latihan gabungan tiga matra TNI di Taxy Way Echo Skuadron 17 Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin, 19 Mei 2014.
"Kapal induk tak sesuai dengan doktrin TNI," kata Moeldoko kepada wartawan sambil tersenyum.
Menurut dia, kebutuhan kapal pengangkut pesawat tempur tak begitu perlu untuk TNI. Sebab TNI bisa memanfaatkan ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke untuk menyimpan, menyiagakan, dan mendaratkan pesawat-pesawat milik TNI AU. Dengan kata lain, pulau-pulau kecil Indonesia sudah seperti kapal induk.
Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Marsetio membenarkan argumen Panglima Jenderal Moeldoko. Menurut dia, doktrin yang dianut TNI AL saat ini adalah Green Water Navy atau tentara yang tak keluar dari perairan Indonesia. "Hanya negara penganut Blue Water Navy (negara yang berlayar hingga ke perairan internasional) yang butuh kapal induk," kata Marsetio.
Negara penganut Blue Water Navy, dia melanjutkan, cenderung negara agresor yang bisa mengancam kedaulatan negara lain. Sementara Indonesia adalah negara cinta damai yang lebih mementingkan kedaulatan wilayahnya.
Saat ini TNI Angkatan Laut sedang menunggu kehadiran tiga unit kapal perang baru jenis multi role light fregat buatan Inggris. Ketiga kapal perang tersebut bakal dinamai KRI Bung Tomo, KRI John Lee, dan KRI Usman Harun. Ketiga kapal tersebut bakal dipasang sejumlah senjata rudal, roket dan radar jenis baru.
Nama KRI Usman Harun, sempat diprotes pemerintah Singapura karena diambil dari nama dua orang anggota Komando Korps Marinir yang mengebom kawasan elite di Singapura beberapa puluh tahun silam.
"Kapal induk tak sesuai dengan doktrin TNI," kata Moeldoko kepada wartawan sambil tersenyum.
Menurut dia, kebutuhan kapal pengangkut pesawat tempur tak begitu perlu untuk TNI. Sebab TNI bisa memanfaatkan ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke untuk menyimpan, menyiagakan, dan mendaratkan pesawat-pesawat milik TNI AU. Dengan kata lain, pulau-pulau kecil Indonesia sudah seperti kapal induk.
Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Marsetio membenarkan argumen Panglima Jenderal Moeldoko. Menurut dia, doktrin yang dianut TNI AL saat ini adalah Green Water Navy atau tentara yang tak keluar dari perairan Indonesia. "Hanya negara penganut Blue Water Navy (negara yang berlayar hingga ke perairan internasional) yang butuh kapal induk," kata Marsetio.
Negara penganut Blue Water Navy, dia melanjutkan, cenderung negara agresor yang bisa mengancam kedaulatan negara lain. Sementara Indonesia adalah negara cinta damai yang lebih mementingkan kedaulatan wilayahnya.
Saat ini TNI Angkatan Laut sedang menunggu kehadiran tiga unit kapal perang baru jenis multi role light fregat buatan Inggris. Ketiga kapal perang tersebut bakal dinamai KRI Bung Tomo, KRI John Lee, dan KRI Usman Harun. Ketiga kapal tersebut bakal dipasang sejumlah senjata rudal, roket dan radar jenis baru.
Nama KRI Usman Harun, sempat diprotes pemerintah Singapura karena diambil dari nama dua orang anggota Komando Korps Marinir yang mengebom kawasan elite di Singapura beberapa puluh tahun silam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.