⚓️ Nantinya akan memperkuat armada TNI AL Ilustrasi Arrowhead 140 [Babcock]
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menjawab ancaman kapal perang China di Laut Natuna dengan membawa pulang teknologi kapal perang canggih jenis Frigate tipe Arrowhead 140. Pengadaan kapal jenis Frigate dinilai tak spesifik untuk menghadapi ancaman di perairan Natuna.
Pakar militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai apa yang disampaikan Ketua Harian Gerindra Sufmi Dasco Ahmad berlebihan dalam mengglorifikasi kesepakatan antara Indonesia dan Inggris. Fahmi menilai pengerjaan kapal jenis Frigate asal Inggris membutuhkan waktu bertahun-tahun.
"Padahal yang disepakati itu adalah mengenai lisensi desain kapal perang jenis Frigate ringan serbaguna tipe Arrowhead 140. Nantinya PT PAL akan membangun dua unit kapal dengan masa pengerjaan sekitar 6 tahun. Jadi jika pengerjaan dilakukan mulai 2021, maka kira-kira akan tuntas pada sekitar tahun 2027 atau 2028," kata Fahmi kepada wartawan, Sabtu (18/9/2021).
"Secara umum, pengadaan frigate serbaguna (General Purpose Frigate/GPF) ini menurut saya selaras dengan upaya pencapaian kebutuhan kekuatan pokok minimum (MEF) TNI dan skenario ancaman, termasuk yang menyangkut Perairan Natuna," sambungnya.
Fahmi menjelaskan bahwa saat ini TNI memang memiliki tujuh kapal frigate aktif. Namun lima di antaranya yang termasuk dalam kelas Ahmad Yani akan dipensiunkan secara bertahap.
"Dua frigate lainnya adalah kapal kelas Sigma yang merupakan proyek kerja sama PT PAL dengan Damen Schelde Naval Shipbuilding, Belanda. Jumlah ini masih di bawah target MEF yang mestinya dicapai pada 2024 yaitu 16 kapal jenis frigate," ucapnya.
Target MEF Belum Tercapai
Fahmi menilai jika kelas Ahmad Yani tidak buru-buru dipensiunkan sekalipun, dengan rencana penambahan 2 unit GPF, termasuk juga jika terwujud, rencana pengadaan 6 FREMM dan 2 kelas Maestrale yang dikabarkan sebelumnya, maka tetap jumlah frigate TNI AL akan masih berada di bawah target MEF yang ingin dicapai.
Apalagi, kata Fahmi, pemensiunan itu jelas tak terhindarkan mengingat usia kapal yang sudah tua yakni dibangun 1963-1967 dan sudah menjalani retrofit pada 2007.
"Apakah dapat mengimbangi ancaman kapal perang China di Natuna? Pengadaan kapal jenis frigate ini tidak disiapkan secara spesifik untuk menghadapi ancaman itu. Kapal-kapal ini nantinya akan memperkuat armada TNI AL untuk mengamankan tiga alur laut dan menjaga perbatasan," sebutnya.
Meski demikian, Fahmi menilai transfer teknologi untuk membangun kapal perang jenis Frigate adalah upaya pemerintah untuk memperkuat sistem pertahanan. Selain memperkuat sistem pertahanan, transfer teknologi juga memperkuat industri pertahanan dalam negeri.
"Menurut saya, yang lebih penting untuk digarisbawahi adalah bahwa kesepakatan yang diumumkan itu telah memperkuat klaim dan menunjukkan konsistensi pemerintah bahwa belanja impor alutsista tidak saja merupakan sebuah upaya membangun kapabilitas pertahanan negara yang memiliki efek deteren atau daya tangkal, modern dan profesional, namun juga memperhatikan aspek transfer dan adopsi teknologi, kemandirian industri pertahanan dan itikad mengubah skema belanja menjadi investasi pertahanan. Selain soal skenario ancaman, interoperability, kemudahan pemeliharaan, perawatan dan perbaikan serta kepentingan strategis lainnya," imbuhnya.
Baca lebih lanjur, klik link dibawah
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menjawab ancaman kapal perang China di Laut Natuna dengan membawa pulang teknologi kapal perang canggih jenis Frigate tipe Arrowhead 140. Pengadaan kapal jenis Frigate dinilai tak spesifik untuk menghadapi ancaman di perairan Natuna.
Pakar militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai apa yang disampaikan Ketua Harian Gerindra Sufmi Dasco Ahmad berlebihan dalam mengglorifikasi kesepakatan antara Indonesia dan Inggris. Fahmi menilai pengerjaan kapal jenis Frigate asal Inggris membutuhkan waktu bertahun-tahun.
"Padahal yang disepakati itu adalah mengenai lisensi desain kapal perang jenis Frigate ringan serbaguna tipe Arrowhead 140. Nantinya PT PAL akan membangun dua unit kapal dengan masa pengerjaan sekitar 6 tahun. Jadi jika pengerjaan dilakukan mulai 2021, maka kira-kira akan tuntas pada sekitar tahun 2027 atau 2028," kata Fahmi kepada wartawan, Sabtu (18/9/2021).
"Secara umum, pengadaan frigate serbaguna (General Purpose Frigate/GPF) ini menurut saya selaras dengan upaya pencapaian kebutuhan kekuatan pokok minimum (MEF) TNI dan skenario ancaman, termasuk yang menyangkut Perairan Natuna," sambungnya.
Fahmi menjelaskan bahwa saat ini TNI memang memiliki tujuh kapal frigate aktif. Namun lima di antaranya yang termasuk dalam kelas Ahmad Yani akan dipensiunkan secara bertahap.
"Dua frigate lainnya adalah kapal kelas Sigma yang merupakan proyek kerja sama PT PAL dengan Damen Schelde Naval Shipbuilding, Belanda. Jumlah ini masih di bawah target MEF yang mestinya dicapai pada 2024 yaitu 16 kapal jenis frigate," ucapnya.
Target MEF Belum Tercapai
Fahmi menilai jika kelas Ahmad Yani tidak buru-buru dipensiunkan sekalipun, dengan rencana penambahan 2 unit GPF, termasuk juga jika terwujud, rencana pengadaan 6 FREMM dan 2 kelas Maestrale yang dikabarkan sebelumnya, maka tetap jumlah frigate TNI AL akan masih berada di bawah target MEF yang ingin dicapai.
Apalagi, kata Fahmi, pemensiunan itu jelas tak terhindarkan mengingat usia kapal yang sudah tua yakni dibangun 1963-1967 dan sudah menjalani retrofit pada 2007.
"Apakah dapat mengimbangi ancaman kapal perang China di Natuna? Pengadaan kapal jenis frigate ini tidak disiapkan secara spesifik untuk menghadapi ancaman itu. Kapal-kapal ini nantinya akan memperkuat armada TNI AL untuk mengamankan tiga alur laut dan menjaga perbatasan," sebutnya.
Meski demikian, Fahmi menilai transfer teknologi untuk membangun kapal perang jenis Frigate adalah upaya pemerintah untuk memperkuat sistem pertahanan. Selain memperkuat sistem pertahanan, transfer teknologi juga memperkuat industri pertahanan dalam negeri.
"Menurut saya, yang lebih penting untuk digarisbawahi adalah bahwa kesepakatan yang diumumkan itu telah memperkuat klaim dan menunjukkan konsistensi pemerintah bahwa belanja impor alutsista tidak saja merupakan sebuah upaya membangun kapabilitas pertahanan negara yang memiliki efek deteren atau daya tangkal, modern dan profesional, namun juga memperhatikan aspek transfer dan adopsi teknologi, kemandirian industri pertahanan dan itikad mengubah skema belanja menjadi investasi pertahanan. Selain soal skenario ancaman, interoperability, kemudahan pemeliharaan, perawatan dan perbaikan serta kepentingan strategis lainnya," imbuhnya.
Baca lebih lanjur, klik link dibawah
⚓️ detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.