Mengintip Sarang Naga WB-57D dan B-57A milik USAF dalam formasi.
Sejak Kuomintang (Kaum Nasionalis) terusir dari daratan China ke Pulau Taiwan (yang kemudian menjadi RoC, Republic of China, hingga saat ini) sebagai hasil kekalahannya dari tentara komunis (yang kemudian menjadi RRC, Republik Rakyat China) di perang saudara China (1946-1948), kemampuan intelijen barat (terutama Amerika) untuk memonitor perkembangan di China daratan berkurang secara sangat drastis.
Hal ini merupakan suatu kemunduran besar, mengingat saat itu China (masih) merupakan salah satu sekutu terdekat Uni Soviet sehingga sangat penting bagi barat untung mengetahui segala sesuatunya yang sedang terjadi di sana.
Menimbang situasi tersebut, pengerahan pesawat pengintai merupakan pilihan utama, dan terkadang malah menjadi pilihan satu satunya untuk menyadap informasi dari China daratan. Dan akhirnya, ruang udara di atas RRC pun sering dikunjungi oleh tamu tak diundang, yang dari sekedar Spitfire milik RAF hingga pesawat bomber yang dimodifikasi sebagai recce, Martin RB-57D, yang diterbangkan AU Taiwan.
Dalam program “Diamond Lil”-nya CIA, mulai tahun 1958 sejumlah pilot AU Taiwan dilatih Amerika untuk mengoperasikan RB-57, dan selanjutnya “diberikan” 3 buah pesawat RB-57. Hasilnya, sejak 1959 mereka pun mulai melakukan misi pengintaian masuk jauh diatas RRC. Dan karena mereka diperintahkan untuk terbang tinggi, paling tidak 20000 meter atau lebih, fighter fighter RRC pun tidak mampu untuk menjangkau dan mencegat mereka, apalagi artileri anti pesawatnya. Tapi, masa bahagia tidak bertahan selamanya, dan komunis pun mulai mencari cara mengatasi penerbangan gelap ini.
Uncle SAM datang ke China Situs SAM di sekitar Beijing. Pattern yang sama bisa kita temukan di (eks) situs SAM AURI di Teluk Naga Tangerang.
Sudah jelas sekali bahwa bagi RRC, penerbangan gelap Taiwan tersebut tidak dapat diterima, tapi RRC saat itu juga tidak punya sesuatu apapun yang bisa menangkal penerbangan gelap tersebut. Karena alasan inilah maka pemimpin RRC pun meminta bantuan ke Uni Soviet. Soviet pun merespon baik, mulai akhir 1958/awal 1959 beberapa baterai system rudal pertahanan udara SA-75 Dvina (SA-2) pun mulai dibeli China. Saat itu hubungan China dan Soviet belum memburuk.
Total, pada pengiriman pertama itu ada 5 baterai SA-2 dan 1 training set yang dibeli oleh RRC bersama 62 pucuk rudal V-750 dan V-750V. Bersamaan dengan pengiriman ini datang pula advisor dan instruktur dari Uni Soviet yang dikepalai oleh Kolonel Victor Slusar untuk merakit dan melatih personel PLAAF mengoperasikan sistem senjata baru ini.
Para advisor dan instruktur Uni Soviet mencatat, bahwa siswa dari China amat sangat semangat belajar dan mampu menyerap segala pengetahuan dengan cepat dan menyeluruh. Sebagai hasilnya, pada pertengahan Juni 1959 tim pertama yang mengoperasikan sistem SA-75 ini sukses melakukan uji tembak pertama di gurun Gobi.
Walaupun begitu, masih butuh pelatihan sangat intensif selama 2 bulan lagi sebelum siswa yang mengawaki system senjata baru ini dinilai cukup mampu untuk menggunakannya. Walau penuh dengan berbagai macam masalah teknik sebagaimana biasanya implementasi sebuah system baru, baterai SAM pertama RRC pun dinyatakan operasional per Agustus 1959. Paman “SAM” sudah datang ke China!
Setelah Ujicoba operasional selama sebulan, akhirnya pada tanggal 20 September 1959, unit SAM PLAAF dinyatakan combat ready dan mulai dideploy disekitar Beijing. Disekitaran waktu tersebut, bahkan sebelumnya, penerbangan gelap Taiwan terus berlangsung, bahkan pada bulan Juni 1959, sebuah RB-57 Taiwan melakukan misi pengintaian di atas ibu kota RRC: Beijing (Peking pada saat itu).
Baterai SAM yang baru tersedia sedikit tersebut diposisikan di sekitaran Beijing dengan posisi sedemikian rupa untuk mengkover jalur penerbangan yang diperkirakan digunakan pesawat intai Taiwan yang sudah beberapa kali lewat Beijing.
Untuk menjaga ke-strategis-an system SAM ini, penempatannya pun dilakukan dengan penuh kerahasiaan. Kru dan personel unit tersebut disamarkan sebagai kru pengeboran minyak yang sedang mencari sumber daya minyak, sebuah samaran yang dianggap sempurna karena dengan status tersebut, pergerakan dan pemindahan “berbagai alat alat teknik” pun tidak mudah dicurigai.
Perlu dicatat pula, saat itu, seluruh kru unit SAM tersebut sudah 100% dari PLAAF, semua instruktur asal Uni Soviet tidak ada yang terlibat dalam operasional. Status kru asal Soviet di unit operasional hanya sebagai adviser.Ujian Kesabaran CETC YLC-8/8A VHF Band Long Range 2D Surveillance Radar
Operator SAM SA-2 Guideline/S-75 Dvina PLAAF yang baru lulus ini sudah gatal untuk membuktikan hasil training mereka, tapi apa daya, sudah 2 minggu semenjak combat ready tidak terjadi apa apa. Tidak satupun pesawat RoCAF yang melintas. Ketegangan mulai dirasakan pada tanggal 1 hingga 4 Oktober 1959, pada peringatan 10 tahun Deklarasi RRC. Diharapkan, diperkirakan akan ada pesawat mata mata musuh yang melintas, tapi ternyata lewat dari tanggal tersebut tidak satupun “tamu tidak diundang” yang datang.
Tiba tiba, pagi hari tanggal 5 Oktober, sebuah pesawat terdeteksi terbang dari arah Taiwan dan masuk ke ruang udara RRC di provinsi Fujian. Radar RRC mulai men-tracking penerbangan gelap tersebut mengarah ke Nanking. Pesawat tempur PLAAF pun di-scramble tetapi karena pesawat sasaran terbang di ketinggian di atas 20 ribu meter, fighter PLAAF praktis hanya mampu membayangi jauh di ketinggian rendah dan tidak dapat mencegat sasaran tersebut.
Sementara sasaran terus bergerak hingga melewati Sungai Yangcy dan berjarak 500km dari Beijing. Sistem SAM mulai disiapkan dan operator mulai berpikir bahwa inilah saatnya pembuktian dari latihan intensif yang sudah dijalani selama ini. Tetapi mendadak sasaran berbelok mengarah ke Shanghai dan terbang menjauh dari Beijing tanpa pernah masuk ke dalam jarak tembak system SAM baru PLAAF.
Pemerintah dan PLAAf tentu kecewa belum bisa membuktikan kehandalan system SAM baru tersebut. Tapi di atas segalanya, mereka khawatir, jangan jangan entah bagaimana, adanya SAM dan posisi penempatan mereka sudah bocor ke tangan musuh. Namun setelah berbagai pertimbangan, mereka memutuskan tidak membuat perubahan dan menunggu kesempatan lain untuk menembak jatuh pesawat penerbangan gelap musuh. Suatu keputusan yang baik dan benar.Kena Telak Penembakan SA-2 Guideline/S-75 Dvina.
Dua hari kemudian, di 7 Oktober 1959, peristiwa yang nyaris serupa terjadi. Petugas radar PLAAF mendeteksi penyusup yang terbang tinggi. Karena jelas dan pentingnya penanganan penindakan penerbangan gelap ini, maka segala sesuatunya dikoordinasikan oleh Kasaf PLA dan keberadaan Kolonel Slusar pun penting mengingat perannya sebagai adviser.
Meskipun berdasarkan pengalaman selama ini bahwa pesawat pesawat tempur PLAAF tidak sanggup mencegat penyusup yang terbang di ketinggan diatas 20 ribu meter, mereka tetap diperintahkan untuk scramble dan membayangi sasaran. Harapannya, si sasaran (semoga saja) mengalami masalah dan terpaksa kehilangan ketinggian sehingga bisa dicegat oleh pesawat tempur yang stand by mengejar.
Sementara itu dari visual kontak, penerbangan gelap tersebut teridentifikasi sebagai RB-57D no 5643. Pesawat tersebut diterbangkan oleh Kapten Ying Chin Wong dan sedang terbang mengarah lurus ke Beijing, dan kali ini tidak berputar balik seperti 2 hari yang lalu. Segera menjadi jelas bahwa RB-57D tersebut akan segera masuk ke jarak tembak system SAM yang baru saja dipasang di sekeliling Beijing. Dan oleh sebab ini seluruh pesawat tempur yang sedang membayangi diperintahkan untuk disengage dan meninggalkan sasaran. Memberi jalan bagi rudal baru membuktikan dirinya.
RB-57D tersebut terbang mengarah ke jarak tembak system SAM SA-2 Guideline/S-75 Dvina dari 2nd Rocket (i.e. missile) Battalion dibawah komando Yue Zhenhua. Ketika jarak sasaran masih di 200km, dia menerima perintah untuk menghancurkan sasaran. Radar battalion tersebut mendeteksi sasaran di jarak 115km, dan jarak pun semakin mengecil sejalan dengan si RB-57 terbang kearah Beijing. Dan ketika sasaran berjarak 41km, Yue Zhenhua memberin perintah untuk menembakkan 3 rudal sekaligus secara salvo. Rudal pertama tercatat ditembakkan pada 12:04 waktu setempat dan segera diikuti 2 rudal sisanya.
Sekitar 40+ detik kemudian rudal mengenai sasaran di jarak 29-30km. bagi Yue Zhenhua tidak ada keraguan lagi bahwa sasarannya kena dengan telak, karena di radar sasaran mulai terlihat kehilangan ketinggian dengan cepat. Hingga di ketinggian 5000 meter, sasaran pun hilang dari layar radar dan disimpulkan sasaran sudah pecah diudara. Keberhasilan pencegatan ini segera dilaporkan ke rantai komando di atasnya dan Jenderal PLA ditemani oleh Kol. Slusar pun segera meninjau lokasi jatuhnya RB-57 tersebut dengan helicopter. Karena sudah diplot melalui radar tadi, lokasi jatuhnya sasaran dapat diketemukan dengan mudah. Reruntuhannya tersebar dalam radius 5-6 Km. Dan walaupun pecah berkeping-keeping, reruntuhan pesawat tersebut masih bisa dikenali sebagai sebuah RB-57. Setelah diteliti, total sebanyak 2471 lubang yang diakibatkan shrapnel dari rudal V-705 ditemukan di fuselage reruntuhan. Oleh karena itu tidak heran jika pesawat tersebut pecah berkeping keeping. Dan pecahan rudal tersebut juga yang membunuh pilot pesawat tersebut.[Hobby Militer]
Sejak Kuomintang (Kaum Nasionalis) terusir dari daratan China ke Pulau Taiwan (yang kemudian menjadi RoC, Republic of China, hingga saat ini) sebagai hasil kekalahannya dari tentara komunis (yang kemudian menjadi RRC, Republik Rakyat China) di perang saudara China (1946-1948), kemampuan intelijen barat (terutama Amerika) untuk memonitor perkembangan di China daratan berkurang secara sangat drastis.
Hal ini merupakan suatu kemunduran besar, mengingat saat itu China (masih) merupakan salah satu sekutu terdekat Uni Soviet sehingga sangat penting bagi barat untung mengetahui segala sesuatunya yang sedang terjadi di sana.
Menimbang situasi tersebut, pengerahan pesawat pengintai merupakan pilihan utama, dan terkadang malah menjadi pilihan satu satunya untuk menyadap informasi dari China daratan. Dan akhirnya, ruang udara di atas RRC pun sering dikunjungi oleh tamu tak diundang, yang dari sekedar Spitfire milik RAF hingga pesawat bomber yang dimodifikasi sebagai recce, Martin RB-57D, yang diterbangkan AU Taiwan.
Dalam program “Diamond Lil”-nya CIA, mulai tahun 1958 sejumlah pilot AU Taiwan dilatih Amerika untuk mengoperasikan RB-57, dan selanjutnya “diberikan” 3 buah pesawat RB-57. Hasilnya, sejak 1959 mereka pun mulai melakukan misi pengintaian masuk jauh diatas RRC. Dan karena mereka diperintahkan untuk terbang tinggi, paling tidak 20000 meter atau lebih, fighter fighter RRC pun tidak mampu untuk menjangkau dan mencegat mereka, apalagi artileri anti pesawatnya. Tapi, masa bahagia tidak bertahan selamanya, dan komunis pun mulai mencari cara mengatasi penerbangan gelap ini.
Uncle SAM datang ke China Situs SAM di sekitar Beijing. Pattern yang sama bisa kita temukan di (eks) situs SAM AURI di Teluk Naga Tangerang.
Sudah jelas sekali bahwa bagi RRC, penerbangan gelap Taiwan tersebut tidak dapat diterima, tapi RRC saat itu juga tidak punya sesuatu apapun yang bisa menangkal penerbangan gelap tersebut. Karena alasan inilah maka pemimpin RRC pun meminta bantuan ke Uni Soviet. Soviet pun merespon baik, mulai akhir 1958/awal 1959 beberapa baterai system rudal pertahanan udara SA-75 Dvina (SA-2) pun mulai dibeli China. Saat itu hubungan China dan Soviet belum memburuk.
Total, pada pengiriman pertama itu ada 5 baterai SA-2 dan 1 training set yang dibeli oleh RRC bersama 62 pucuk rudal V-750 dan V-750V. Bersamaan dengan pengiriman ini datang pula advisor dan instruktur dari Uni Soviet yang dikepalai oleh Kolonel Victor Slusar untuk merakit dan melatih personel PLAAF mengoperasikan sistem senjata baru ini.
Para advisor dan instruktur Uni Soviet mencatat, bahwa siswa dari China amat sangat semangat belajar dan mampu menyerap segala pengetahuan dengan cepat dan menyeluruh. Sebagai hasilnya, pada pertengahan Juni 1959 tim pertama yang mengoperasikan sistem SA-75 ini sukses melakukan uji tembak pertama di gurun Gobi.
Walaupun begitu, masih butuh pelatihan sangat intensif selama 2 bulan lagi sebelum siswa yang mengawaki system senjata baru ini dinilai cukup mampu untuk menggunakannya. Walau penuh dengan berbagai macam masalah teknik sebagaimana biasanya implementasi sebuah system baru, baterai SAM pertama RRC pun dinyatakan operasional per Agustus 1959. Paman “SAM” sudah datang ke China!
Setelah Ujicoba operasional selama sebulan, akhirnya pada tanggal 20 September 1959, unit SAM PLAAF dinyatakan combat ready dan mulai dideploy disekitar Beijing. Disekitaran waktu tersebut, bahkan sebelumnya, penerbangan gelap Taiwan terus berlangsung, bahkan pada bulan Juni 1959, sebuah RB-57 Taiwan melakukan misi pengintaian di atas ibu kota RRC: Beijing (Peking pada saat itu).
Baterai SAM yang baru tersedia sedikit tersebut diposisikan di sekitaran Beijing dengan posisi sedemikian rupa untuk mengkover jalur penerbangan yang diperkirakan digunakan pesawat intai Taiwan yang sudah beberapa kali lewat Beijing.
Untuk menjaga ke-strategis-an system SAM ini, penempatannya pun dilakukan dengan penuh kerahasiaan. Kru dan personel unit tersebut disamarkan sebagai kru pengeboran minyak yang sedang mencari sumber daya minyak, sebuah samaran yang dianggap sempurna karena dengan status tersebut, pergerakan dan pemindahan “berbagai alat alat teknik” pun tidak mudah dicurigai.
Perlu dicatat pula, saat itu, seluruh kru unit SAM tersebut sudah 100% dari PLAAF, semua instruktur asal Uni Soviet tidak ada yang terlibat dalam operasional. Status kru asal Soviet di unit operasional hanya sebagai adviser.Ujian Kesabaran CETC YLC-8/8A VHF Band Long Range 2D Surveillance Radar
Operator SAM SA-2 Guideline/S-75 Dvina PLAAF yang baru lulus ini sudah gatal untuk membuktikan hasil training mereka, tapi apa daya, sudah 2 minggu semenjak combat ready tidak terjadi apa apa. Tidak satupun pesawat RoCAF yang melintas. Ketegangan mulai dirasakan pada tanggal 1 hingga 4 Oktober 1959, pada peringatan 10 tahun Deklarasi RRC. Diharapkan, diperkirakan akan ada pesawat mata mata musuh yang melintas, tapi ternyata lewat dari tanggal tersebut tidak satupun “tamu tidak diundang” yang datang.
Tiba tiba, pagi hari tanggal 5 Oktober, sebuah pesawat terdeteksi terbang dari arah Taiwan dan masuk ke ruang udara RRC di provinsi Fujian. Radar RRC mulai men-tracking penerbangan gelap tersebut mengarah ke Nanking. Pesawat tempur PLAAF pun di-scramble tetapi karena pesawat sasaran terbang di ketinggian di atas 20 ribu meter, fighter PLAAF praktis hanya mampu membayangi jauh di ketinggian rendah dan tidak dapat mencegat sasaran tersebut.
Sementara sasaran terus bergerak hingga melewati Sungai Yangcy dan berjarak 500km dari Beijing. Sistem SAM mulai disiapkan dan operator mulai berpikir bahwa inilah saatnya pembuktian dari latihan intensif yang sudah dijalani selama ini. Tetapi mendadak sasaran berbelok mengarah ke Shanghai dan terbang menjauh dari Beijing tanpa pernah masuk ke dalam jarak tembak system SAM baru PLAAF.
Pemerintah dan PLAAf tentu kecewa belum bisa membuktikan kehandalan system SAM baru tersebut. Tapi di atas segalanya, mereka khawatir, jangan jangan entah bagaimana, adanya SAM dan posisi penempatan mereka sudah bocor ke tangan musuh. Namun setelah berbagai pertimbangan, mereka memutuskan tidak membuat perubahan dan menunggu kesempatan lain untuk menembak jatuh pesawat penerbangan gelap musuh. Suatu keputusan yang baik dan benar.Kena Telak Penembakan SA-2 Guideline/S-75 Dvina.
Dua hari kemudian, di 7 Oktober 1959, peristiwa yang nyaris serupa terjadi. Petugas radar PLAAF mendeteksi penyusup yang terbang tinggi. Karena jelas dan pentingnya penanganan penindakan penerbangan gelap ini, maka segala sesuatunya dikoordinasikan oleh Kasaf PLA dan keberadaan Kolonel Slusar pun penting mengingat perannya sebagai adviser.
Meskipun berdasarkan pengalaman selama ini bahwa pesawat pesawat tempur PLAAF tidak sanggup mencegat penyusup yang terbang di ketinggan diatas 20 ribu meter, mereka tetap diperintahkan untuk scramble dan membayangi sasaran. Harapannya, si sasaran (semoga saja) mengalami masalah dan terpaksa kehilangan ketinggian sehingga bisa dicegat oleh pesawat tempur yang stand by mengejar.
Sementara itu dari visual kontak, penerbangan gelap tersebut teridentifikasi sebagai RB-57D no 5643. Pesawat tersebut diterbangkan oleh Kapten Ying Chin Wong dan sedang terbang mengarah lurus ke Beijing, dan kali ini tidak berputar balik seperti 2 hari yang lalu. Segera menjadi jelas bahwa RB-57D tersebut akan segera masuk ke jarak tembak system SAM yang baru saja dipasang di sekeliling Beijing. Dan oleh sebab ini seluruh pesawat tempur yang sedang membayangi diperintahkan untuk disengage dan meninggalkan sasaran. Memberi jalan bagi rudal baru membuktikan dirinya.
RB-57D tersebut terbang mengarah ke jarak tembak system SAM SA-2 Guideline/S-75 Dvina dari 2nd Rocket (i.e. missile) Battalion dibawah komando Yue Zhenhua. Ketika jarak sasaran masih di 200km, dia menerima perintah untuk menghancurkan sasaran. Radar battalion tersebut mendeteksi sasaran di jarak 115km, dan jarak pun semakin mengecil sejalan dengan si RB-57 terbang kearah Beijing. Dan ketika sasaran berjarak 41km, Yue Zhenhua memberin perintah untuk menembakkan 3 rudal sekaligus secara salvo. Rudal pertama tercatat ditembakkan pada 12:04 waktu setempat dan segera diikuti 2 rudal sisanya.
Sekitar 40+ detik kemudian rudal mengenai sasaran di jarak 29-30km. bagi Yue Zhenhua tidak ada keraguan lagi bahwa sasarannya kena dengan telak, karena di radar sasaran mulai terlihat kehilangan ketinggian dengan cepat. Hingga di ketinggian 5000 meter, sasaran pun hilang dari layar radar dan disimpulkan sasaran sudah pecah diudara. Keberhasilan pencegatan ini segera dilaporkan ke rantai komando di atasnya dan Jenderal PLA ditemani oleh Kol. Slusar pun segera meninjau lokasi jatuhnya RB-57 tersebut dengan helicopter. Karena sudah diplot melalui radar tadi, lokasi jatuhnya sasaran dapat diketemukan dengan mudah. Reruntuhannya tersebar dalam radius 5-6 Km. Dan walaupun pecah berkeping-keeping, reruntuhan pesawat tersebut masih bisa dikenali sebagai sebuah RB-57. Setelah diteliti, total sebanyak 2471 lubang yang diakibatkan shrapnel dari rudal V-705 ditemukan di fuselage reruntuhan. Oleh karena itu tidak heran jika pesawat tersebut pecah berkeping keeping. Dan pecahan rudal tersebut juga yang membunuh pilot pesawat tersebut.[Hobby Militer]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.